Hari jum'at di minggu pertama bulan Maret. Hari yang ditunggu-tunggu karena seluruh anggota Corporate Slavery bisa bersenang-senang dengan dompet yang baru saja terisi.
"Guys, makan bareng, yuk?!" cetus Wira antusias saat kami sedang bersiap-siap untuk pulang.
"Ayok!!!" Rara menyahut tak kalah antusias sambil melirik Dias dan Mas Brian yang beberapa saat kemudian mengangguk setuju.
"Ayo, mau pada kemana?" tanyaku yang membuat mereka semua menoleh dengan pandangan terkejut. "Kenapa?"
"Nggak dijemput Mas Juna, Mbak?" tanya Dias.
"Lembur lagi dia," jawabku bersamaan dengan Mas Satya yang keluar dari ruangannya dengan buru-buru.
"Bang, kita mau nongkrong dulu, nih. Ikut nggak?"
Mas Satya yang sedang terfokus pada ponselnya menggeleng cepat. "Gue skip dulu ya, Guys. Kinar sakit."
"Loh? Kenapa, Mas?"
Mas Satya kembali menggeleng. "Nggak tau. Udah empat hari muntah terus pagi-pagi sama nggak mau makan. Ini lagi di dokter sama nyokap gue jadi gue mesti ke sana."
"Isi kali?!?"
Celetukan Mas Brian membuat kami seketika sumringah, begitu pula dengan Mas Satya yang raut khawatirnya langsung berubah.
"Emang iya, ya?" tanyanya.
"Ya mana gue tau, anjir! Kan gue belum nikah?!?" Mas Brian malah misuh-misuh yang membuat kami seketika tergelak.
"Bisa jadi sih, Mas." Rara mengonfirmasi. "Kakak ipar gue juga lagi hamil empat bulan, pas bulan pertama tuh morning sickness-nya parah banget, keluarga gue juga sampe khawatir. Kalo emang hamil ya mungkin itu sebabnya."
Senyum Mas Satya terkulum sempurna, terlihat benar-benar bahagia mendapat kabar yang padahal belum tentu kebenarannya.
"Ya udah, gue jalan duluan ya kalo gitu."
"Ati-ati, Bang!" pesan Dias.
Mas Satya melanjutkan langkahnya tapi kemudian berhenti dan menghampiri aku.
"Gue cuma percaya sama lo, Mal," ujar Mas Satya seraya mengambil dompet dari dalam saku celananya dan mengeluarkan satu kartu kredit pribadinya yang langsung disambut riuh oleh kami semua.
"Nah, lagi pada diem semua kan. Pokoknya lagi hening tuh karena pada sibuk makan. Terus Om gue tiba-tiba ngomong 'Tolong dong itu mansur.'"
"Hah? Apaan mansur?" Dias yang sedang mendengarkan Rara bercerita dengan seksama tiba-tiba kebingungan, kami yang lain pun tak kalah bertanya-tanya.
"Nah, persis, Mas. Persis banget itu pertanyaan gue ke Om gue kan. Terus Om gue dengan santainya bilang, 'Itu kentang bumbu balado depan kamu itu namanya mansur, kan?'."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, You.
RomansaKisah tentang Nirmala, Jaevier, dan Arjuna yang terjebak dalam segitiga cinta tak kasat mata. Sampai akhirnya mereka menyadari bahwa sebesar apapun kasih sayang dan sekuat apapun ikatan cinta yang dimiliki tidak akan cukup untuk mempertahankan hubun...