Terlalu banyak hal yang aku lakukan pertama kali setelah aku bertemu dengan Mas Juna. Pertama kali mempresentasikan proposal penawaran. Pertama kali mendapatkan begitu banyak perhatian. Pertama kali merasa diistimewakan. Pertama kali merasa aman. Pertama kali diperkenalkan sebagai seseorang yang spesial kepada keluarga juga rekan kerja dan pertama kali mendapatkan kasih sayang dari seorang Ibu yang sudah membesarkan Mas Juna dengan begitu banyak cinta.
"Berarti belum pernah main ke mana-mana, dong?" tanya Ibu yang baru saja menanyakan sudah berapa lama aku tinggal di Bandung.
"Sekarang udah lumayan, Bu. Mas Juna kan sering ngajak pergi kalau weekend," jawabku sambil mengerling kepada Mas Juna yang duduk di hadapan aku dan Ibu.
Kami bertiga tengah menghabiskan sore di salah satu restoran yang merangkap sebagai galeri di daerah Dago Atas, Bandung. Aku duduk di samping Ibu yang pertama kali kutemui di acara pernikahan Mas Satya dan Mbak Kinar dua minggu lalu itu sambil tak henti-hentinya tertawa mendengar kisah-kisah yang keluar dari bibirnya dengan sangat apik. Wanita beraura Jawa menak yang begitu membuatku terpukau karena kecantikannya. Wanita bernama Sonya Larasati yang memaksaku untuk langsung memanggilnya 'Ibu' sejak kali pertama kami bertemu.
Sebenarnya kami memang berniat untuk makan siang berempat—bersama dengan Ayah Mas Juna—, sebelum akhirnya Ibu teringat kalau ada undangan dari rekan kerja Ayah yang alhasil membuat kami menggeser jadwal pertemuan tersebut dan Ayah dengan terpaksa harus absen karena sudah punya agenda lain dengan teman-teman komunitas mobil antiknya.
"Kayaknya kalau belum kenal kamu, anak bungsu Ibu masih kerja terus itu kalau weekend. Paling dia pergi hari minggu buat nge-gym. Heran, nggak ayah nggak anak, sama aja. Workaholic banget," keluh Ibu dengan tatapan mendelik sebal Mas Juna yang tengah mereguk jus stroberi yang dipesannya, pura-pura tidak mendengar ucapan sang Ibu.
"Eh tapi untung waktu itu Juna nge-gym tau, Bu. Kalau nggak, mungkin Mala nggak akan mau sama Juna." Mas Juna tiba-tiba berseloroh yang membuatku terkejut.
"Kok gitu ngomongnya sih, Mas?" tanyaku tidak terima.
"Lho? Iya, kan? Saya yakin banget kalau hari itu nggak nge-gym dan nggak ketemu Satya, saya nggak bakal punya kesempatan ngobrol lagi sama kamu." Mas Juna menyimpan kembali gelas minumannya di meja. "Abis itu aja kamu masih susah banget diajakin ngobrol."
"Ih, parah banget masa ngadunya depan Ibu?" Aku geleng-geleng kepala untuk menutupi kegugupanku karena benar-benar tidak menyangka Mas Juna akan membahas topik ini, terlebih di depan Ibunya sendiri.
"Masa iya, sih?" Ibu mencoba memastikan. "Ah, itu mah pasti kamunya aja yang nggak bener."
"Ih, parah banget, yang anaknya Ibu tuh Juna loh, Bu?!?"
Aku tanpa sadar tertawa melihat Mas Juna yang merajuk.
"Kan Ibu udah pernah bilang, kalau deketin perempuan itu mesti jelas."
"Gimana mau jelas orang belum juga mulai udah di-cut duluan." Bibir Mas Juna mengerucut sempurna.
"Tuh kan bener, Ibu bilang juga dia mah manja kalo sama orangtuanya," kata Ibu, menekankan satu fakta yang dibeberkan beliau sebelumnya padaku. "Kamu mesti sabar ngadepin dia. Gini-gini keras kepala tau anaknya. Liat aja nanti."
Aku hanya tersenyum sambil mengangguk. Hatiku menghangat melihat bagaimana kedekatan Mas Juna dengan Ibunya. Satu pemandangan yang baru pertama kali kulihat yang bahkan dulu tidak pernah terbayangkan akan pernah terjadi.
Ibu dan Mas Juna masih terus cek-cok, Ibu terus membeberkan kemanjaan Mas Juna dan Mas Juna terus menyela sang Ibu, membantah segala tuduhan. Mungkin lelaki itu tidak ingin reputasinya menjadi rusak di depan aku yang padahal tidak pernah merasa seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, You.
RomanceKisah tentang Nirmala, Jaevier, dan Arjuna yang terjebak dalam segitiga cinta tak kasat mata. Sampai akhirnya mereka menyadari bahwa sebesar apapun kasih sayang dan sekuat apapun ikatan cinta yang dimiliki tidak akan cukup untuk mempertahankan hubun...