20:03Mas Juna
Mala, udah tidur?Nirmala
Belum Mas
Mas Juna masih lembur?Mas Juna
Saya di depan kosan kamu
Keberatan nggak kalo kamu keluar dulu?
Sebentar ajaNirmala
Tunggu ya MasAku memeluk diriku sendiri karena cukup terkejut dengan angin yang langsung berhembus menyapa saat akhirnya kakiku sampai di luar kosan. Lampu jalan di depan ternyata masih mampu membantuku untuk menemukan sosok Mas Juna yang berdiri tidak jauh dari mobilnya dengan posisi membelakangiku. Kakinya berjalan mondar-mandir dengan kedua tangan yang saling menggenggam, kentara sekali dia begitu gelisah.
Kubuka pintu pagar dengan hati-hati agar tidak membuat lelaki itu terkejut. Tapi belum sempat aku menutup kembali pintu pagar tersebut, Mas Juna sudah lebih dulu menyadari kehadiranku.
Hanya perlu tiga langkah baginya untuk sampai di hadapanku. Cahaya lampu luar rumah indekos yang lebih terang dari lampu jalan akhirnya membuatku dapat melihat raut kekhawatiran di wajahnya dengan sangat jelas. Matanya terlihat kuyu dengan sorot kepenatan yang nyata. Tapi mata itu juga menunjukkan kerisawan yang kentara.
"Kenapa kamu nggak pake jaket, Mala?" tanyanya seraya melepaskan jas yang dia kenakan dan menyampirkannya padaku.
"Eh, nggak usah Mas gapapa kok." Aku menolak sungkan dan bersiap mengembalikan jas milik Mas Juna tapi lelaki itu menahan.
"Dingin. Anginnya gede banget."
Aku akhirnya menurut dan kembali berjalan memasuki pekarangan, Mas Juna mengekor.
"Duduk, Mas." Aku memberikan isyarat tangan untuk mempersilakan Mas Juna duduk di kursi teras yang kosong. "Di luar aja gapapa, kan? Anak-anak kosan lagi pada ngumpul di ruang tamu soalnya. Lagi nobar."
Lelaki itu mengangguk sebagai persetujuan dan duduk setelah aku duduk lebih dulu.
Kalau harus jujur, demi Tuhan aku merasa amat sangat bersalah kepada Mas Juna.
Dua kali dalam kurun waktu dua bulan, lelaki ini menjadi saksi bagaimana aku menangis seperti bayi yang belum mampu mengatakan apapun. Menangis tersedu-sedu seolah duniaku runtuh tepat di atas kepala.
"Maaf saya baru bisa dateng. Maaf saya nggak ada waktu kamu butuh."
Ucapan Mas Juna membuatku seketika menoleh dan melihat bahwa lelaki itu tengah menunduk sambil memainkan jari-jarinya.
"Mas."
Mas Juna menengadah, membuatku akhirnya bisa menatap bola matanya yang kini dilingkupi rasa bersalah.
Malam ini aku menyadari lagi satu hal dari diri Mas Juna yang aku yakini akan sanggup membuat perempuan manapun bertekuk lutut padanya.
Disaat orang lain yang aku harapkan permintaan maafnya malah membuatku merasa semakin tidak berarti, lelaki ini meminta maaf hanya karena tidak berhasil hadir tepat waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, You.
RomansaKisah tentang Nirmala, Jaevier, dan Arjuna yang terjebak dalam segitiga cinta tak kasat mata. Sampai akhirnya mereka menyadari bahwa sebesar apapun kasih sayang dan sekuat apapun ikatan cinta yang dimiliki tidak akan cukup untuk mempertahankan hubun...