[Eps.52]

2.8K 451 372
                                    

I recommend you to re-read [Eps.01] and [Eps.02]
before jumping here.

Beberapa saat kemudian kamu kembali dengan membawa dua buah piring kecil berisikan brownies cokelat dan satu plain bagel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa saat kemudian kamu kembali dengan membawa dua buah piring kecil berisikan brownies cokelat dan satu plain bagel.

"Gue nggak jadi pesenin kopi. Lupa kalo lo udah nggak ngopi, kan?" katamu seraya duduk. "Pilih nih mau yang mana."

"Tau dari mana gue udah nggak ngopi?" Aku bertanya dengan tangan menyentuh piring kecil berisikan plain bagel dan menempatkannya tepat di hadapanku.

"Instagram, lah. Dari mana lagi coba?" Kamu tertawa. "Jadi gue pesenin... apa ya tadi? Strawberry apa gitu, deh. Pokoknya bukan kopi."

Aku tanpa sadar menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa kecil. "Demi apa, sih? Padahal masih ngopi kok, cuma emang nggak banyak aja."

"Ya udah, nanggung." dalihmu. "Lo dari kapan di sini?"

"Baru tadi siang, kok. Eh, sore. Nyampe jam 4 tadi."

"Terus barang-barang lo?" tanyamu bingung setelah melihat tidak adanya tas besar atau koper yang aku bawa bersamaku.

"Tadi sempet check in dulu ke hotel."

Kamu mengangguk-anggukan kepala tanda paham. "Lo.... Apa kabar?" tanyamu yang terdengar tidak yakin dengan pertanyaanmu sendiri.

Aku mengedikkan bahu. "Ya gini aja sih, Mas. Baik, sehat walafiyat," jawabku sambil tersenyum kecil karena sungguh, aku masih benar-benar tidak menyangka ini akan terjadi.

Tapi Tuhan sepertinya memang benar-benar menghendaki pertemuan kita kali ini sekalipun aku dan Mas Juna harus berada dalam posisi yang buruk karenanya.

"Lo gimana, Mas?"

"Apanya?"

Aku tanpa sadar memutar bola mata karena pertanyaanku malah kamu jawab dengan pertanyaan juga. Detik berikutnya kamu tergelak.

"Hahahahaha.... Sumpah, udah lama banget gue nggak liat lo yang kayak gitu tiap kesel. Hahahahaha...."

Kamu masih terus tertawa, padahal aku tidak merasa ada yang lucu dari apa yang aku lakukan itu.

Aku hanya diam, menunggu tawamu benar-benar usai. Tawa yang masih terdengar sama seperti saat aku pertama kali bertemu denganmu. Tawa yang dulu membuatku begitu jatuh hati sampai rela untuk melakukan apapun asal aku bisa melihat tawa itu lagi.

Dulu, tidak sekarang.

"Gimana kantor baru, Mas?" Aku menoba mencari topik pembicaraan seraya mengikat rambutku dengan asal. "Gue baru sadar kalo gue bahkan nggak tau nama kantor lo apa," komentarku sambil terkekeh kecil.

Kamu merogoh dompetmu dari saku celana kemudian mengeluarkan secarik kertas dari sana. Saat menyodorkannya ke hadapanku, baru lah aku tahu kalau kertas itu adalah sebuah kartu nama.

Dear, You.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang