Aku berdiri gelisah di depan sebuah gedung kantor minimalis yang berjarak sekitar tiga kilometer dari rumah indekosku. Bangunan berlantai enam yang menjadi saksi bisu pertemuan pertamaku dengan Mas Juna beberapa bulan lalu
"Selamat Pagi, Mbak. Ada yang bisa dibantu?"
Sapaan seorang satpam membuatku yang sedang menggigit bibir karena gugup seketika tersadar.
"Pagi, Pak."
"Mau ketemu siapa, ya? Sebelumnya udah buat janji?"
Aku menggeleng cepat untuk kedua pertanyaan beruntun tersebut.
"Saya cuma mau titip ini, Pak," ujarku seraya menyodorkan satu paper bag dan satu lunch bag.
Satpam berperawakan tinggi besar itu tidak langsung menyambut apa yang aku berikan. "Buat siapa, Mbak?"
"Buat Arjuna Prayoga."
Satpam dengan name tag bertuliskan Bambang tersebut tampak cukup terkejut mendengar ucapanku. "Pak Juna?"
Kali ini aku mengangguk.
Pak Bambang kemudian tersenyum sedikit kaku. "Maaf sebelumnya ya Mbak, kalau boleh tau dengan Mbak siapa, ya? Dan dari perusahaan mana?"
Pertanyaan Pak Bambang membuatku seketika tersadar atas sebuah kebodohan yang baru saja kulakukan.
Mas Juna bukanlah orang sembarangan, terutama di Arkais. Tidak seharusnya aku tiba-tiba datang lalu menitipkan sesuatu seperti yang sering dia lakukan padaku di kantor.
"Mudah-mudahan Mbaknya nggak tersinggung, ya. Ini SOP yang harus dilewati. Tapi kalau saya udah tau dan mastiin sama orang yang bersangkutan, nanti pasti saya kasihin titipannya, jangan khawatir," jelas Pak Bambang.
"Eh, iya, Pak. Saya yang salah kok, gapapa," kataku maklum. "Saya Nirmala, temennya Ma—, eh, temennya Pak Juna. Saya juga beberapa bulan lalu sering ke sini. Ini saya mau ngasihin jas punya dia sam—"
"Mala?"
Penjelasanku menggantung di udara karena mendengar suara yang sangat aku kenal. Aku dengan segera memutar badan dan mendapati pemilik jas yang ada di paper bag yang kupegang kini tengah berjalan menghampiriku dan Pak Bambang.
Mas Juna terlihat terkejut tapi senyuman mengembang menghiasi wajahnya yang terlihat lebih segar dari saat mendatangi aku di kosan semalam.
Aku tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuk yan tidak gatal. Sedikit kesal karena rencanaku yang memang sejak awal tidak terlalu matang berakhir gagal total.
"Selamat Pagi, Pak Juna." Pak Bambang segera menyapa Mas Juna dengan hormat.
"Pagi, Pak Bambang," jawab Mas Juna sopan. "Gapapa, Pak. Temen saya," katanya seraya menunjuk aku yang semakin merasa bodoh.
Ini Arjuna Prayoga, Nirmala. General Manager Arkais. Bukan rekan kerja yang bisa kamu temui semau hati.
"Kok kamu bisa di sini?" tanya Mas Juna setelah Pak Bambang undur diri, meningalkan kami berdua yang kini saling berhadapan.
Aku masih tersenyum canggung sebelum akhirnya menjawab, "Tadinya mau ngasih kejutan kayak yang biasa Mas Juna lakuin." Aku mengacungkan paper bag dan lunch bag yang masih aku pegang. "Tapi malah gagal. Hehehe...."
"Kok gagal, sih? Tujuan awalnya ngasih kejutan, kan?" tanya lelaki itu seraya melihat jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kanannya. "Berhasil kok, soalnya saya tetep kaget."
Aku belum sempat merespon ketika Mas Juna tiba-tiba menggenggam tanganku. "Ayo, saya anter kamu ke kantor," ucapnya seraya menarikku lembut untuk mengikuti langkahnya kembali menuju tempat parkir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, You.
عاطفيةKisah tentang Nirmala, Jaevier, dan Arjuna yang terjebak dalam segitiga cinta tak kasat mata. Sampai akhirnya mereka menyadari bahwa sebesar apapun kasih sayang dan sekuat apapun ikatan cinta yang dimiliki tidak akan cukup untuk mempertahankan hubun...