[Eps.37]

2.8K 446 96
                                    

Demi bumi semesta alam beserta segala isinya, tidak pernah terbersit di kepalaku sebelumnya kalau aku akan pernah menggulung sushi dengan tanganku sendiri. Karena ternyata menu makanan yang selalu Ibu sajikan untuk Mas Juna adalah sushi. Entah apa alasannya tapi Ibu bilang kalau anak laki-laki kesayangan beliau itu pasti akan selalu meminta Ibu untuk membuatkan sushi setiap kali dia pulang dari perjalanan bisnisnya.

Jam sudah menunjukan pukul 16.20 yang artinya Mas Juna akan take-off sepuluh menit lagi dari Bandara I Gusti Ngurah Rai. Kulirik ponsel yang sengaja aku letakan di dekat tempat gelas, berjaga-jaga kalau Mas Juna menelepon, ketika terdengar suara gerbang yang dibuka.

Aku dan Ibu melirik Ayah yang sekarang sudah berdiri di depan jendela dengan kedua tangan masih memegang koran yang tadi tengah dibacanya.

"Juna pulang."

"HAH?!?" Aku tanpa sadar memekik sedangkan Ibu sudah buru-buru berlari kecil ke arah pintu utama.

Tidak sampai lima belas detik, aku benar-benar melihat Mas Juna di ambang pintu, dengan kedua tangan membawa dua buket bunga dan kaki yang mendorong-dorong koper bawaannya.

"KOK UDAH SAMPE?!?"

Terima kasih kepada Ibu yang sudah mengutarakan isi kepalaku karena bibirku terlalu kelu untuk bersuara.

Ruang tengah dan dapur yang tidak disekat membuat aku bisa melihat Mas Juna yang kini memamerkan deretan gigi putihnya sambil memeluk Ibu dengan jelas. Lelaki itu benar-benar sudah pulang.

"Biar surprise, dong. Nih, bunga buat Ibu," katanya seraya memberikan satu buket bunga di tangan kanannya kepada Ibu.

"Satu lagi buat Ayah?" canda Ayah yang kini sedang dihampiri Mas Juna. Lelaki itu kemudian mencium tangan Sang Ayah dengan hormat.

"Ya nggak, dong. Kalo Ayah Juna bawain kopi sama kacang disco di koper."

"Asik," ujar Ayah tenang walau wajahnya terlihat cukup antusias. 

Kakiku masih tidak beranjak. Tanganku juga masih tidak bergerak, meninggalkan sushi yang seharusnya aku gulung menganga begitu saja.

Dia bilang pesawatnya take-off  pukul 16.30.

Dia bilang sebelum take-off akan meneleponku dulu.

Dia bilang saat landing pasti akan mengabariku.

"Eh, ada koki baru, Bu?" tanya Mas Juna pada Ibu tapi dengan mata menatap lurus padaku yang sudah memberinya delikan sebal.

"Suka sembarangan kalo ngomong!"

Ibu tahu-tahu memukul Mas Juna menggunakan serbet yang sejak tadi memang beliau pegang.

"Bu, Mala baru tau kalo anak Ibu tukang bohong." Aku mengadu pada Ibu yang malah menjawabnya dengan sebuah tawa, begitu pun dengan Ayah yang sudah ikut tertawa.

"Kan biar jadi kejutan." Goda Mas Juna yang masih terkekeh. "Beneran kaget, kan?!?"

"Sebel."

"Yah.... Jangan marah, dong. Udah dibeliin bunga, nih???" Mas Juna menyodorkan buket bunga yang digenggamnya padaku.

Aku tidak sempat menjawab karena Ibu tiba-tiba menyahut.

"Simpen di meja sana. Nggak liat apa pacarnya lagi bikinin kamu makanan?"

Mas Juna tertawa seraya mengangguk patuh. "Saya simpen di meja depan, ya?"

Aku mengangguk mengiyakan.

"I miss you," gumamnya tanpa suara.

"I miss you," gumamnya tanpa suara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dear, You.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang