Aku memang seorang pengecut. Aku memilih lari dari semua masalah yang telah ku buat. Tapi aku rasa dengan perginya aku dari hidup mereka, mereka akan merasa lebih baik. Dan setidaknya tak ada bahan untuk orang membicarakan keluargaku karena aku.
Sudah lebih dari setahun berlalu. Aku tak pernah kembali kerumah. Bahkan aku tak tau apakah keluargaku mencariku atau tidak. Tapi sejauh ini aku tak pernah mendengar berita di televisi atau membaca di koran bahwa ada orang yang sedang mencariku atau aku dilaporkan sebagi orang hilang.
Menghubungi lewat hp? Hp ku tertinggal di Rumah Sakit saat itu. Saat dimana aku meminta maaf dan langsung pergi karena tak sanggup melihat wajah kecewa dari keluargaku. Dan saat itulah terakhir kali aku melihat wajah mereka.
Aku bukannya tak ingin menghubungi mereka, hanya saja apa aku masih pantas untuk menghubungi mereka? Aku adalah orang yang menghancurkan hati mereka.
Dan Bryan? Aku juga tak tau bagaimana kabarnya sekarang tapi aku berharap dia tidak mengalami koma dan sekarang sedang menjalankan hidupnya dengan baik.
Aku tak menggunakan sosial media, jika kalian bertanya tentang instagram dan twitter. Aku sengaja melakukannya, karena aku hanya ingin fokus kepada kehidupan ku sekarang.
Meski sering kali aku menangis jika memikirkan Bryan dan sangat marah jika mengingat Axel.
Dan Axel? Dia tak pernah lagi muncul dikehidupanku. Ia menghilang persis seperti dulu. Dan aku memutuskan tak ingin berhubungan lagi dengannya. Bahkan jika aku bisa, aku sangat ingin memblacklist dia dari hidupku. Tapi sampai sekarang aku masih memikirkannya. Entah itu kenangan baik atau buruk masih terus melintas dipikiranku. Dan aku sangat benci akan hal itu.
Aku menjual apartement ku dan sekarang aku sudah membuka sebuah cafe di Florida. Ya, aku menutuskan untuk pindah dari New York dan ibu Rosa juga setuju untuk membawa anak anak pantiasuhan pindah ke Florida. Tujuannya demi menghapus semua kenangan buruk kami semua. Tapi tidak berlaku denganku.
Rasa bersalah terus menghantuiku, rasa rindu kepada Bryan kadang membutku hampir gila. Terkadang aku menangis bahkan sambil tertawa.
Bagaimana kabarnya? Apa dia baik baik saja? Apa dia merindukanku? Atau dia sekarang membenciku?
Tentu saja jika Bryan membenciku itu adalah hal yang wajar. Ia berada di ambang maut karena ku. Tapi apakah Bryan masih hidup sekarang? Itu menjadi ketakutan terbesarku.
.
.
.
Seperti hari hari biasanya, pergi dari rumah pada pukul 8 pagi menuju cafe miliku yang berjarak 10 menit saja jika jalan kakai karena cafenya terletak didepan gang rumah kami. Rumah? Maksutku panti asuhan. Tapi sekarang itu sudah bukan menjadi sebuah panti. Tapi menjadi rumahku dan keluargaku.Bahkan 2 orang Bayi yang sekrang sudah berusia 2 tahun lebih itu memanggilku dengan sebutan mama hahaha. Aku tak apa dengan panggilan itu, karena bagiku sekarang aku akan bekerja dan berusaha agar hidup 14 anak ini menjadi lebih baik. Dan inilah hidup baruku. Meskipun bayang bayang masalalu terus menggangguku. Aku masih bisa terus bertahan karena mereka.
Aku mulai membersihakan dan menyiapkan segala perlatan di cafe sebelum jam 9 nanti cafe akan dibuka. Netta dan Jena yang membantuku mengurus cafe. Jika mereka tidak memiliki jadwal kuliah, maka mereka akan membantu ku di cafe, meskipun aku merasa aku masih sanggup untuk menangani cafe ini bersama seorang pekerja paruh waktu yang bernama Bryan.
Ya namanya sama dengan Bryan, hanya saja Bryan ini lebih muda dari ku dan dia tak setampan Bryan.
Sudah pukul 9, dan sudah waktunya aku mulai mebuka cafe seperti biasa. Jika pagi seperti ini belum terlalu ramai pengunjung yang datang. Namun jika sudah masuk jam istirahat makan siang hingga malam cafe ini cukup ramai oleh pengunjung. Jadi untuk pagi aku masih busa menghandelnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last is You! (Sex University 2)
RomanceKelanjutan dari kisah Quin, Axel dan Bryan setelah tamatnya "Sex University". Apakah hubungan Quin dan Axel akan berjalan mulus? setelah 3 bulan perjanjian mereka apakah Axel mampu membuat Quin jatuh cinta kepadanya? Lalu, bagaimana dengan Bryan? Ap...