Season 2: Tak Siap

3.6K 167 15
                                    

Sekarang sudah siang. Namun Bryan tak kunjung datang.

Urusan apa yang ia lakukan dari pagi hingga sekarang? Bahkan tidak menghubungiku sama sekali.

Keadaan di cafe tidak terlalu ramai, sehingga aku bisa sedikit bersantai.

Namun aku tidak menyukainya.
Bukan karena sedikit pemasukan, hanya saja banyak hal yang akan ku pikirkan jika sedang duduk berdiam seperti sekarang.

"Bryan, aku ingin keluar. Nanti tutup saja cafenya saat jam 10 jika aku belum pulang" ujarku mengatakan kepada Bryan.

Jangan lupa, Bryan ini adalah Bryan pegawai sambilan ku dicafe.

Bryan mengangguk. Ia paham, karena dulu aku sering melakukan ini.

Biasanya aku akan pergi berjalan ke taman, mall, bahkan pantai untuk melepas penat. Meskipun hal itu tak ada gunanya.

Sekarang aku menaiki sebuah taxi yang menuju ke pantai berjarak sekitar 40 menit.

Ya, cafe ku tak jauh dari pantai, hanya butuh waktu 15 menit untuk sampai disana. Tapi aku memilih pantai yang sedikit jauh untuk menenangkan pikiranku karena pantai disana tidak terlalu ramai oleh pengunjung.

Aku memang sangat sangat menyukai pantai. Hempusan angis diiringi suara ombak yang menyatu memberikan kedamaian tersendiri untukku.

Dan yang paling penting, tidak ada kenangan buruk yang terjadi di pantai. Semua yang kupunya hanyalah kenangan baik.

Aku menyewa sebuah ayunan yang bisa digunakan untuk bersantai di pinggir pantai sambil menikmati sebotol soda.

Sepertinya sudah lebih dari satu jam aku berada disini, dan mataku mulai mengantuk.
Aku mencoba memejamkan mataku, namun tiba tiba terdengar suara samar seorang pria yang memanggilku.

Aku membuka kembali mataku, turun dari ayunan tempatku berbaring tadi, dan mencari sumber suara yang memanggilku.

Suara itu berasal dari arah sebelah kananku, aku melihat kearah sana dan ada Bryan disana.

Tapi yang memanggilku bukan Bryan, namun pria di sebelahnya.

Pria itu melambai lambaikan tangannya, tapi aku justru enggan membalasnya.

"apa ini? Apa maksutnya Bryan melakukan ini?" kataku dalam hati.

Mereka berjalan semakin mendekat kearahku, aku yang sempat terdiam karena kaget kini mengambil tas, hp, dan memasang sendalku. Memutar balik badanku dan berjalan dengan cepat untuk meninggalkan mereka.

"Quin mau kemana?" teriak Bryan yang membuatku langsung berlari.

Ini sungguh konyol. Kenapa aku seperti ini?
Itu Bang Jano. Tapi kenapa aku tak sanggup menemui abangku sendiri.

Aku berlari secepat yang ku bisa, dan memberhentikan sebuah taxi yang baru saja menurunkan penumpang.

Tanganku meraih pinto taxi itu, namun sebuah tangan lain menahannya.

"stop, gak jadi pak" ujar bang Jano sambil memegang tanganku.

Aku langsung menutup mataku, rasanya aku tak sanggup melihat wajah abangku sendiri.

"Quinn, heii ini abang. Kenapa kamu kaya gitu?" ujar bang Jano yang sekarang memegang pipiku.

Aku hanya bisa menggeleng dan masoh enggan membuka mataku.

"kamu gak mau ketemua abang? Yaudah maaf kalau gitu. Tapi ijinin abang peluk kamu yaa" ujar bang Jano dan memelukku.

"abang kangen sama iin, maaf ya abang gak bisa jadi abang yang baik buat kamu. Dan kalo emang kamu gak mau ketemu sama abang, gak papa abang ngerti. Maaf ya udah buat kamu ngerasa nggak nyaman, abang pamit" ujar bang Jano dan melepaskan pelukannya.

The Last is You! (Sex University 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang