Pasar Malam

15.2K 2.1K 47
                                    

“Sorry, hari ini aku nggak nepatin janji. Tadi pagi Bu Lusi minta rapatnya dicepetin soalnya hari Senin beliau ada kerjaan di Australia.”

Seharusnya aku dan Cakra akan kencan hari ini seperti janji kami kemarin. Namun, tadi pagi salah satu klien penting Istana Bunga—Lusi Cokrodiyono—memajukan jadwal rapat karena harus bertolak ke Australia untuk kepentingan bisnis. Jadi, rapat dimajukan menjadi tadi pagi dan rencana kencan kami jadi berantakan.

“Nggak papa, Sayang, aku ngerti, kok. Malah bagus kalo Ibu Lusi jadi pesan lima ribu bunga mawar bonusku bulan ini berarti cair banyak.”

Aku menepuk pipi Cakra dua kali. “Tetep aja ya ogah rugi.”

Cakra menangkap tanganku yang ada di pipinya lalu mengecupnya. “Asal tahu aja ya Bu Bos, sekarang saya punya pacar. Bukan niat pamer sih tapi cuma mau ngasih tahu aja. Jadi, jangan pelit-pelit ngasih bonus soalnya saya harus jajanin pacar saya biar dia selalu bahagia.”

“Saya yakin pacar kamu nggak selalu minta dibayarin, kok. Saya tebak pasti duitnya banyakan dia. Jadi, kamu tenang aja,” ujarku menanggapi tanggapan Cakra.

“Duitnya banyakan dia tapi cintanya banyakan saya, Bos. Saya jamin.”

“Percuma dong kalo kamu punya banyak cinta tapi nggak punya duit. Cinta nggak bisa buat beli detergen dan sabun colek.”

“Sekarang duit saya emang belum banyak. Tapi saya jamin, dia bakal tetep bahagia. Dan tenang aja, materi itu bisa dicari. Saya bukan cowok yang bakal biarin wanita kesayangan saya susah, kok. Saya pasti bahagiain dia bagaimana pun caranya. Walau harus berusaha lebih keras.”

“Saya yakin pacar kamu bakal bahagia. Beruntung banget dia.”

“Jadi, cewek beruntung, gimana kalo kita kencan sekarang?”

“Setuju, tapi serius, Sayang, sekali lagi aku minta maaf karena bikin rencana kencan kita jadi berantakan.”

“Nggak papa. Aku punya plan b.”

“Plan b apa?” tanyaku dengan kening berkerut.

Namun Cakra tak menjawab pertanyaanku, pria itu hanya terus berjalan seraya menggenggam tanganku erat. Sedangkan aku hanya mengikuti ke mana pun Cakra melangkah.

***

Aku menelengkan kepala ke arah Cakra. “Serius pasar malam?” tanyaku dengan tatapan tak percaya.

Cakra mengangguk dengan senyuman menghiasi bibirnya. “Ayo kita seneng-seneng di sini. Dijamin kamu pasti suka,” ujarnya seraya mengedipkan satu matanya yang sontak aku respons dengan tawa pelan.

Setelah itu kami berdua pun mulai menjelajah pasar malam. Membeli berbagai jenis jajanan kaki lima yang berderet memenuhi sisi lapangan. Seperti bilung, cireng, sosis bakar, dan lainnya. Selama di sini aku terus tersenyum lebar, kencan plan b ala Cakra benar-benar luar biasa. Jujur saja saat ini aku merasa bahagia karena aku seolah kembali ke masa kecilku. Di mana aku bebas berlarian di pasar malam sembari memakan berbagai jajanan. Tanpa beban dan tanpa memikirkan berbagai masalah yang bertumpu di kedua pundak.
Makasih, Ta, karena membuatku merasa bebas dan bahagia setelah sekian lama.

“Mau beli jajan apa lagi? Leker mau?” tanya Cakra seraya menelengkan kepala ke arahku.

“Aku kenyang,” jawabku seraya mengelus perutku pelan.

“Sama sih aku juga kenyang. Gimana kalo sekarang kita main salah satu permainan yang ada di sini aja?”

“Hah? Main apa?” tanyaku dengan kening berkerut.

Oke, di sini memang banyak lapak permainan. Ada permainan pancingan, mewarnai dengan gliter, lama-lamaan main gasing, dan panahan. Namun, yang memainkan semua itu rata-rata anak kecil. Oleh karena itu aku merasa bingung saat Cakra mengajakku bermain.

Don't be Afraid (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang