Jealous

14.3K 2.1K 26
                                    

Seperti janjiku kepada Ganesha saat di rumah Oma, hari ini aku pun menemani sepupuku itu pergi kencan buta. Setelah memarkirkan mobilku di parkiran restoran, aku segera membuka seat belt yang sejak tadi membungkus tubuhku. Sebelum turun aku memutuskan untuk melihat penampilanku sekali lagi lewat kaca bedak yang selalu tersedia di tas selempang yang selalu aku bawa ke mana-mana.

Senyumanku mengembang saat aku menyentuh japitan mutiara pemberian Cakra yang terpasang cantik di rambutku. Lalu aku segera keluar dari mobil setelah memastikan jika dandananku tidak terlalu tebal sehingga tetap terlihat natural.

Dengan langkah pasti dan kepercayaan diri tinggi aku pun memasuki restoran yang lumayan ramai malam ini. Mungkin karena ini malam Minggu jadi banyak pasangan yang berkencan atau ikut kencan buta seperti yang dilakukan oleh Ganesha.

Aku menggigit bibir bawahku untuk menahan tawa saat aku melihat Cakra tengah duduk di pojok restoran dengan tatapan tajam nan menusuk. Aku memang sudah menjelaskan jika kencan buta ini tidak seperti yang pria itu pikirkan. Dan seharusnya pacarku itu tidak perlu khawatir karena aku tidak mungkin selingkuh. Namun tetap saja Cakra masih kesal serta bersikap dingin. Jadi biar pria itu melihat sendiri apa yang akan terjadi.

Dengan senyuman super lebar aku menghampiri Ganesha yang tengah duduk berhadapan dengan seorang wanita yang aku tebak adalah Dewina.

“Hai, Sayang! Maaf aku telat. Kamu tahulah Jakarta malam Minggu itu macetnya kampret banget,” keluhku seraya mengecup pipi kanan Ganesha.

Aku dapat melihat wajah Cakra langsung syok sedangkan bibir Dewina berubah pucat.

Aku duduk di samping Ganesha dengan anggun lalu memulai sandiwaraku. “Kamu nggak bilang kalo bakal ngajakin temen. Hai, kenalin gue Tatjana pacarnya Ganesha. Lo salah satu rekan kerjanya, Ganesha?” tanyaku dengan senyum ramah yang dibuat-buat.

Dewina tersenyum paksa. Terlihat sekali dari wajahnya jika saat ini ia merasa tidak nyaman. “Oh, hai, kenalin aku Dewina. Aku bukan rekan kerjanya Ganesha, kok. Tapi temen sekolahnya dulu. Mmm, ini aku nggak ganggu kencan kamu kan, Nesh?” tanya gadis itu seraya tertawa canggung.

Bukannya menjawab pertanyaan Dewina, Ganesha malah diam seribu bahasa. Membuat suasana di antara kami menjadi canggung luar biasa. Benar-benar super awkward. Seharusnya alur sandiwara kencan buta kali ini bukan begini. Aku dan Ganesha sudah merencanakan semua ini jauh-jauh hari. Pokoknya kami harus membuat Dewina merasa tidak nyaman dan kencan buta yang direncanakan oleh Tante Mery gagal total. Tetapi Ganesha malah hanya diam membisu, tidak ada rayuan receh atau gombalan norak alay playboy cap kadal. What the fuck, what’s wrong with you, G?

Aku berdeham pelan untuk memecahkan keheningan yang sedari tadi mengekang. “Nanti kita jadi nonton kan, Sayang? Gimana kalo nonton di apartemen aku aja? Kebetulan tadi siang aku udah beli banyak camilan,” ujarku seraya mengedip genit. Aku juga menendang tulang kering Ganesha agar pria itu berhenti melamun.

“Lo gila?” pekik Ganesha seraya mengaduh. Pria itu berbisik di telingaku.

“Iya ... Iya ... I love you too. Tenang aja kita bisa pulang kapan aja kok, Sayang. Nggak masalah kalo harus makan sama teman kamu dulu.”

Dewina mengelap mulutnya dengan tisu lalu meraih tas tangan yang sejak tadi ia taruh di meja. “Oh, aku baru inget kalo aku ada janji lain hari ini, Nesh. Maaf ya aku pulang duluan. Maaf juga karena udah ganggu kencan kalian,” ujarnya seraya tertawa canggung. “Terima kasih makan malamnya Ganesha. Sampai jumpa lain kali.”

“Aku antar sampai depan,” tutur Ganesha seraya buru-buru bangkit dari duduknya dan menyusul Dewina agar langakah mereka sejajar.

Sedangkan aku hanya bisa melongo saat melihat pemandangan itu. Sebenarnya apa sih yang sedang terjadi? Kenapa jadi aku yang seperti obat nyamuknya di sini?

Don't be Afraid (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang