22. Jangka

9.8K 505 10
                                    

"Seni adalah kebohongan yang menyadarkan kita akan kebenaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seni adalah kebohongan yang menyadarkan kita akan kebenaran."

***

Senja masuk kedalam gedung yang terlihat sepi itu. Dia melihat ke kiri dan kanan. Memang tidak ada orang. Wajar saja, hari ini bukan hari libur. Pasti semuanya sedang sekolah. Senja bingung harus kemana, dia sudah berjalan jauh masuk kedalam gedung itu. Hingga dia mendengar suara-suara orang sedang mengobrol.

Senja langsung keluar dari pintu yang menuju belakang.

Ketika melihat beberapa cowok. Senja tersenyum kearah mereka. "Hai!" sapa Senja.

"Haii jugaaa!" ucap Pandu. "Duduk Ja, duduk!" Pandu yang semulanya duduk di samping Angkasa kini dia berpindah ke sofa yang sudah diduduki Rafi dan Fadli.

"Makasih," balas Senja lalu Senja duduk di samping Angkasa. "Angkasa emang kamu udah sembuh?" tanya Senja.

"Udah," jawab Angkasa dingin.
Senja merasa memang sikap Angkasa berubah-ubah. Ya, lebih baik mengalihkan pembicaraan saja. "Kalian kok cuma berempat? Yang lain kemana semua? Sepi banget," tanya Senja kepada ketiga cowok didepannya.

"Lagi pada sekolah," jawab Fadli. "Lo nggak sekolah Ja?" tanya cowok itu.

"Kan penyemangatnya ada disini," jawab Senja tanpa melirik Angkasa. Walaupun yang dimaksud Senja memanglah Angkasa.

"Wahhh emang niat banget sih ni Senja." sahut Pandu.

"Cowoknya tetep aja gak peka, liat aja tuh," ujar Rafi sambil melirik Angkasa yang sibuk dengan handphonenya.

Lelaki tampan. Dengan beberapa luka yang masih terlihat jelas ada diwajahnya. Perban-pun terlihat sedang menatap layar ponselnya. Angkasa sebenarnya mendengar ucapan itu. Tapi dia tetap seperti ekspresi awalnya, diam, kaku. Tidak banyak omong dan bersikap biasa saja tanpa ekspresi.

"Cuih gimana mau dapet pacar, ya, kalo dia begitu mulu. Masih mending ini ada yang mau," sindir Fadli.

"Diem lu! Jangan ngomongin si Bos. Ntar dia ngambil kampak sama golok kan gue jadi ngeri," balas Pandu kepada Fadli.

"Helloooo guysssss!" teriak Herdi yang baru datang dengan satu orang lelaki disampingnya. "Ehhh ada Senjaaaa!"

"Brisik lu!" balas Pandu.

"Ya, maap, Om!" ucap Herdi. "Nih nih biar gak pada bete gue bawain martabak! Makan-makan." Herdi duduk lalu dia menaruh plastik yang ia bawa itu dimeja.

"Gue yang beli, bukan dia," sahut Taga. Lalu dia ikut duduk-disamping Herdi.

"Yaudah weh si Ga! Gue juga bisa beli ini. Puluhan juga bisa. Cuma gue kan lagi ga bawa dompet," balas Herdi.

"Lagian punya dompet tebel diumpetin mulu!" ucap Pandu. Pipi Pandu menggembung karena ia tidak pernah berhenti makan.

"Gue gak bawa dompet, njeng!" ucap Herdi dengan wajah kesalnya.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang