48. Dekapan Yang Dirindukan

8K 376 11
                                    

Jika mencintaimu adalah sebuah kesalahan, mengapa aku nyaman melakukannya?”

***

Senja berlarian. Bahkan Senja sampai keluar dari sekolah. Cewek itu lemas, dia terduduk dipinggiran jalan yang sepi. Senja tidak tahu lagi harus bagaimana. Otaknya penuh pikiran. Hatinya penuh dengan goresan luka-luka yang begitu dalam. Seperti tidak akan ada kehidupan dalam dirinya. Semuanya kembali terlihat gelap, semuanya kembali suram.

"KENAPA SEMUANYA JAHATTTT???" teriak Senja, "HIKSS...HIKSS...HIKSS..." Senja terus terisak. Beruntung tidak ada orang disini. Jikalaupun ada, pastinya Senja sudah dianggap orang yang gila. Bagaimana tidak? Penampilannya acak-acakan. Rambut nya juga sangat berantakan. Lalu dia terduduk begitu saja di jalanan.

"Senja?" suara berat barithon itu membuat Senja langsung menoleh kepada pemilik suara. Cowok itu tersenyum kepada Senja. Membuat perempuan yang sedang terduduk langsung berdiri dengan semangat.

"Kak Vero?"

Dengan cepat, tanpa aba-aba Senja langsung menubruk tubuhnya pada Vero. Perempuan itu kini dalam dekapan seorang kakak laki-lakinya sekarang. "Kak..."

Vero melepaskan pelukan Senja. Lalu dia menangkup pipi perempuan di depannya, menatap dengan penuh makna. "Adik Kakak, kenapa nangis?"

"Kak? Beneran Kak Vero, kan? Aku gak mimpi?" Senja masih terlihat bingung dengan kehadiran Vero didepannya. Bagaimana tidak? Dia menghilang selama 2 tahun tanpa kejelasan, dia meninggalkannya selama itu entah kemana. Lalu sekarang, dia tiba-tiba datang untuknya?

Vero tersenyum maklum. "Ini beneran Kakak, Senja. Kamu jangan nangis, ya,  ada Kakak yang sayang kamu." Vero kembali memeluk tubuh Senja.

Vero bersyukur sekali, dia bisa memeluk perempuan yang dulu hanya bisa ia lihat dari kejauhan. Rasanya, ini kisah yang sangat mengharukan. Bahkan, seorang mantan pemimpin The Blaze menangis untuk yang pertama kalinya. Alvero Abraham yang dulu dikenal sebagai orang terkejam, seorang yang bisa mengalahkan siapapun. Kini dia menangis hanya karena perempuan kecil ini.

Setelah beberapa saat Senja terus menangis dalam dekapannya, Vero kembali menatap wajahnya. Dia menangkup pipi Senja, menghapus setiap tetes air mata yang keluar dari mata adiknya. "Kamu masih sama, masih cengeng?"

"Segitu lamanya yang Kakak ninggalin aku? Kenapa, Kak? Kakak tega ya sama aku? Biarin aku sendirian disini, biarin aku kesakitan sendiri, bahkan untuk sembuh-pun aku harus sendirian. Janji Kakak buat enggak ninggalin aku mana?!"

Semuanya keluar. Senja berhasil menumpahkan segala isi hatinya selama ini, perempuan itu menatap Vero dengan penuh permintaan penjelasan. Dia butuh penjelasan itu sekarang, Senja sama sekali sakit selama ini ditinggalkan begitu saja tanpa alasan dan pesan apapun.

Sementara itu juga Vero merasa bersalah dengan semuanya, matanya berkaca-kaca, hatinya terasa panas. Vero mengerti apa yang adiknya rasakan, pasti dia sedang benar-benar kecewa padanya.

"Kita ngomongin di rumah aja, ya? Kita kerumah babyblue? Dia masih ada, kan?" tanya Vero.

"Rumah itu selalu ada. Kalo gak ada, mungkin dari dulu aku mati karena gak tau harus lari kemana, Kak."

Vero mengangguk mengerti, lalu ia membawa adiknya pergi dari jalanan yang sepi itu.

****

"Bener-bener, sih. Gue gak nyangka si Farah, berani sama Angkasa," ujar Herdi.

Kini, Angkasa dan teman-temannya duduk didalam kelas. Angkasa juga sudah mengganti seragamnya dengan seragam bersih yang pernah ia simpan diloker. Cowok itu sedaritadi diam dengan perasaan tidak tenang. Sikap Angkasa bisa dirasakan oleh teman-teman Angkasa.

"Lo tuh cocok Her sama Farah." ucap Pandu, seperti pada biasanya, cowok itu berbicara sambil mengunyah makanan membuat pipinya menggembung.

"Cocok gimana?" tanya Herdi.

"Ya cocok, lah. Lo kan sering tuh mainin cewek. Dan ntar kalo lo pacaran sama si Farah. Terus lo sering mainin cewek. Kan Farah bisa ngamuk sama lo, terus mungkin aja ya. Mungkin nih ya Her, lo tobat," ucap Pandu. "Kapok gitu."

"Tumben ya temen gue yang satu ini pinter," ujar Fadli.

"Yaiya dong pinter. Ada kemajuan kan gue?" ucap Pandu bangga. "Tapi gue pusing euy! Nanti ujian gimana, ya? Mana gue lupa semua sama pelajaran lagi. Aneh sih emang. Sekolah, gak pernah diajarin, tapi langsung dikasih tugas  sama soal-soal."

"Mangkanya. Seharusnya di Sebang untuk buat murid-murid yang pinter aja. Kan kalo murid pinter sekolah di sini jadi oon. Nah kalo lo yang oon sekolah disini otak lo malah jadi kaya anak TK yang masih tulis Abcd pake tanda titik-titik," ujar Fadli.

"Nyontek boleh kali ya nanti?" ucap Pandu.

"Makanan tuh ditelen dulu," sahut Rafi.

"Gue bilang ke guru pengawas. Nanti lo harus diawasin terus. Soalnya lo udah punya niatan nyontek," balas Herdi.

"Dih parah lu Her. Emang lo yakin lo bisa?" tanya Pandu.

"Semoga aja. Lagian kan tadi kemarin sama hari ini ada KBM. Lumayan lah nambah ilmu," jawab Herdi.

"Kaya lo merhatiin guru pas nerangin aja," celetuk Rafi pedas. Sepedas cabe setan!

"Ya nggak sih." Herdi cengengesan membuat teman-temannya menatap nya malas. "Seenggaknya nih ya. Gue masih inget lah, misalnya dua dikali enam, berari dua nya enam kali. Nah abis itu gue tambahin." ujar Herdi.

"Terus gue juga inget sama mencair, membeku, dan menguap. Kalo mencair ya contohnya esbatu yang didiamkan di udara bebas. Nah kalo membeku itu air yang ditaro dalam freezer. Sedangkan menguap, air panas yang direbus di api yang besar. Pasti ngebuat asap-asap," itu yang gue masih inget.

"Laileh, itu mah pelajaran anak SD, SMP!" timpal Pandu.

"Gak cuma SD, SMP doang. Kan kita juga pernah belajar. Yang namanya ilmu itu gak liat dari banyak atau sedikit. Yang penting kita masih tau segala apapun yang pernah kita dapat," ucap Herdi. Ayo kita bertepuk tangan untuk Bapak Herdian Awan Putra!

"Tumben lo bisa ngomong yang bener?" ucap Fadli.

***

VOTE GRATIS AJA GAADA YANG MAU! APALAGI BAYARRRRR YAKK?

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang