34. Gengsi

8.2K 418 13
                                    

Sebenarnya memang begitu rasanya

Hatiku yang bicara

Namun, aku yang terlalu pengecut menjelaskannya.

Angkasa

****

Senja berlarian mengelilingi sekolah mencari Angkasa. Tapi dari tadi tidak ditemukan. Sudah lelah kakinya berlari mengelilingi sekolah yang luas dan megah ini. Tapi hasilnya nihil, seseorang yang ia cari tidak ada ditempat ini. Senja berfikir jika dia akan pulang bersama Angkasa. Senja merasa kecewa jika cowok itu tidak peduli, tapi mungkin cowok itu hanya mengira bahwa Senja akan pulang bersama Renaldi. Senja kembali tersenyum.

"Senja!" panggil seseorang membuat Senja menghentikan langkahnya dan menatap ke belakang. "Lo belum pulang?" cowok itu mendekat dan bertanya.

"Belum Di, ini baru mau pulang," jawab Senja. "Eh bukannya tadi kamu udah pulang ya?" tanya Senja.

"Iya. Tapi gue tau lo pasti belum pulang, jadi gue susulin lo," ucap Renaldi.

"Ohh gitu, tapi kenapa-"

"Gue anter ya?"

"Gak usah. Aku bisa pulang sendiri."

"Gapapa, Ja. Gue udah kesini buat jemput lo masa lo gamau?"

"Yaudah deh," jawab Senja pasrah. Sebenarnya dia tidak enak untuk menolak lagi.

****

Angkasa turun dari motornya. Emosinya memuncak. Tidak bisa lagi ia tahan. Angkasa memukul tembok di didepannya, lalu dia menduduki dirinya di lantai. Dia kini berada di rooftop yang sepi. Dia jauh dari teman-temannya yang sedang ada dibawah dengan suara tawanya yang begitu mengglegar. Angkasa tidak mau jika dia akan melontarkan emosi nya kepada teman-temannya. Angkasa memukul tembok lagi beberapa kali, tidak peduli walaupun sudah ada darah yang mengalir dari tangannya akibat dia memukul tembok. Bagi Angkasa, ini hanyalah luka kecil yang tidak bisa ia rasakan perihnya.

Angkasa mengacak rambutnya sendiri, "Arghhhhhhhhh!" teriaknya. Cowok itu menundukan kepalanya yang ia janggal menggunakan tangan.

"Kenapa, Bang?" tanya seseorang lelaki yang kini duduk disebelah Angkasa.

Dengan sangat tidak sengaja, Angkasa memukul cowok itu dengan keras membuat cowok yang disampingnya tersungkur.

"Hsssh, sorry." Angkasa begitu menyesal saat menyadari yang dirinya lakukan barusan.

"Haha, santai. Kayaknya banyak pikiran banget, Bang." Ryan terkekeh kecil, ia memegangi sudut bibirnya yang berdarah.

"Lo ngapain disini?" ucap Angkasa tanpa menatap Ryan. Suara cowok itu nampak tegas.

"Gue dari tadi disini, Bang. Gue tau lo dateng, tapi gue gak berani nyamperin lo soalnya keliatan lagi emosi. Takut diserang, dan ternyata bener," balas Ryan dengan wajah datarnya. Tapi Angkasa tidak merespon Ryan lagi, cowok itu nampak diam, sesekali Angkasa menghembuskan nafasnya kasar membuat Ryan menjadi ingin tahu ada masalah apa dengan Angkasa. "Bang, emangnya lo kenapa sih?" tanya Ryan.

Tapi merasa tidak ada jawaban dari Angkasa. Ryan menyenderkan tubuh nya ditembok belakangnya. "Emang sih, Bang, ngeliat orang yang kita sayang sama yang lain itu sakit," ucap Ryan. "Terkadang. Apa yang dulu kita bangun, lalu kita yakin bahwa itu akan baik-baik saja. Akan menjadi sebaliknya. Karena ekspetasi gak pernah sesuai sama realita." sambung Ryan.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang