Bab 22

8.3K 373 14
                                    


***

Sampai di rumah, Andre langsung memarkirkan mobilnya di garasi, sedangkan Diana sudah duluan masuk membawa belanjaan. Mukanya masih sedikit pucat, karena ia sangat takut kecepatan tinggi.

Ia melihat koper Andre sudah di ruang tengah, dengan cepat ia ke kamar mengambil surat yang sudah ia tulis tadi malam untuk Andre.

Kemudian Diana memasukkan surat itu ke dalam koper, sebelum Andre masuk ke dalam rumah.

***
Hari menunjukkan pukul 12.30 WIB, Andre yang baru saja selesai sholat Dzuhur, langsung mencari Diana ingin pamit untuk yang terakhir kalinya. Sampai di depan kamar Diana, dia langsung mengetuk pintunya.

Tok tok tok!

Ceklek!

"Diana, gua mau pamit untuk yang terakhir kalinya," ucapnya, tanpa aba-aba air mata Diana langsung jatuh di depannya.

"Eh, jangan menangis. Gua juga mau minta maaf sama lu, selama ini gua udah jahat sama lu," ucapnya sambil menghapus air mata Diana. Diana yang masih menunduk langsung mendongak.

"Kak,"

"Kenapa?"

"Diana, boleh nggak nganterin Kakak sampai ke bandara?" tanyanya, takut Andre tidak membolehkannya.

"Gua bukannya gak bolehin, tapi nanti lu pulangnya gimana?"

"Nanti Diana naik angkot aja kak,"

Andre diam dan berpikir sejenak, lalu mengangguk. Kemudian Diana meminta waktu 10 menit untuk mengganti pakaiannya.

Karena Diana pikir ini untuk yang terakhir kalinya ia melihat Andre, dengan segera Diana mengganti pakaiannya dengan gamis navy plus kerudung yang dibelikan oleh Andre. Kemudian ia sedikit memoles wajahnya dengan bedak plus lip tint, agar sedikit lebih cerah.

Setelah selesai, Diana menemui Andre di ruang tengah, Andre yang masih sibuk dengan benda pipihnya, langsung mendongak ketika melihat kaki di depannya. Andre menatap Diana tanpa kedip.

'Kenapa untuk yang terakhir kalinya, gua melihat Diana sangat cantik,' batin Andre.

Tanpa membuang waktu, dia langsung memesan driver online, lalu mereka berdua berangkat ke bandara. Selama perjalanan Andre terus memandang Diana, sedangkan Diana hanya menatap kosong ke arah jendela.

Sampai di bandara mereka langsung turun dan Andre langsung mengurus paspornya. Diana celingak-celinguk mencari seseorang.

"Cari siapa?" tanya Andre, tiba-tiba mengagetkan Diana.

"Em, anu Kak. Kak Tina nggak datang?"

Sejenak Andre terdiam, lalu tersenyum ke arah Diana. Karena panggilan sudah terdengar, maka segera dia pamit pada Diana. Tapi, sebelum pamit dia menyerahkan amplop besar pada Diana, Diana yang bingung langsung membukanya. Ternyata, isinya surat perceraian, tanpa ia sadari air matanya kembali menetes.

"Tanda tanganilah surat itu, jika suatu saat lu mau menikah dengan orang lain," ucapnya pura-pura tegar, padalah hatinya sesak.

"Kalo gitu gua berangkat, ya. Jaga diri baik-baik," ucap Andre lalu berbalik ingin masuk. Dengan sekuat hati Diana mengumpulkan keberanian.

"Kak ...!" teriaknya, Andre langsung berbalik, dia melihat Diana berlari ke arahnya.

Brugh!

Diana memeluk Andre sangat erat untuk yang terakhir kalinya, Andre yang melihat bahu Diana bergetar, langsung membalas pelukannya tidak kalah erat, tidak terasa air mata Andre juga ikut jatuh.

Setelah 5 menit berpelukan Andre melepas pelukan Diana, walaupun Diana masih enggan untuk melepaskannya.

"Jangan mengis. Lu jelek kalo nangis," ledeknya supaya Diana tidak sedih, dengan susah payah Diana tersenyum.

"Semangat Kak kuliahnya, jangan lupain Diana, Kak," ucapnya sambil menunduk.

"Iya. Lu juga sekolah yang bener ya," pesan Andre yang diangguki oleh Diana. Tidak lama kemudian, Andre berlalu dari hadapan Diana.

***
Dalam perjalanan pulang Diana terus menangis, ia meruntuki dirinya sendiri, kenapa ia selalu meminta cerai waktu itu.

Sampai ke rumah, Diana melihat bayangan Andre di mana-mana. Tanpa membuang waktu, ia mengemasi pakaiannya, lalu pulang ke rumah kecilnya. Ia tidak sanggup hidup di atas fasilitas Andre.

Sore hari, Diana berkunjung ke rumah mertuanya, untuk menyerahkan kunci rumah Andre. Sampai di rumah mertuanya Diana langsung mengetuk pintunya.

Tok tok tok!

Ceklek!

"Assalamualaikum, Abi, Umi," sapa Diana, lalu menyalami tangan mertuanya.

"Diana, kok datang sendiri, Nak. Mana Andre?" tanya umi Andre.

Sejenak Diana terdiam, lalu berpikir bahwa Andre pergi tanpa sepengetahuan orang tuanya.

"Kak Andre sudah berangkat ke London tadi Umi, Kak Andre pengen kuliah di sana," jawabannya, sambil menunduk.

Kedua mertuanya tersentak kaget, mendengar anaknya pergi tanpa pamit. Emosi ayah Andre langsung memuncak.

"Beraninya dia pergi tanpa pamit, lalu meninggalkan istrinya begitu saja," ujar ayah Andre menahan emosinya.

"Tidak, Abi. Kak Andre bukannya nggak mau pamit sama Abi dan Umi. Tapi, tadi kak andre benar-benar gak keburu, makanya Kak Andre nyuruh Diana datang ke mari untuk menyampaikan salamnya," ucap Diana berbohong, supaya abi Andre tidak marah kepada Andre.

Abi Andre yang mendengar pengakuan manantunya, langsung mengusap kepala Diana yang tertutup hijab.

"Maafkan anak Abi, Nak," ucap Abi Andre yang diangguki oleh Diana.

"Kalo begitu tinggallah di sini bersama Abi dan Umi," ujar abi Andre tapi, Diana menggeleng.

"Tidak Abi, kalian sudah sangat baik sama Diana, biarkan Diana tinggal di rumah Diana yang dulu, Bi," ucapnya dengan nada memelas.

Abi Andre yang tidak tega memaksa menantunya hanya bisa mengangguk.

"Ini kunci rumah Kak Andre, Diana serahin ke Abi ya," ucapnya, lalu menyerahkan kunci tersebut.

Waktu menunjukkan pukul lima sore, Diana pamit pulang.

***

Andre yang baru saja sampai di London, langsung menuju apartemennya, lalu merebahkan tubuhnya.

Tidak lama kemudian, pikirannya melayang mengingat Diana yang menangis ketika di bandara.

"Maafin gua Diana, mungkin dengan seperti ini, gua tahu gimana rasanya ketika lu cinta sama gua, tapi diacuhkan. Gua pengen mastiin perasaan gua ini, apakah gua beneran cinta atau tidak?" gumamnya.

*** Bersambung***

Ketos Galak & Jutek itu Suamiku (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang