Bab 23

8.5K 369 21
                                    


Dua bulan kemudian.

Banyak perubahan yang terjadi pada diri Diana, hari-harinya selalu terlihat murung, semakin pendiam, badannya kurus dan pola makannya benar-benar tidak teratur.

Dewi yang sangat kasihan melihat sahabatnya seperti itu, seperti apapun caranya membuat Diana tertawa, namun hasilnya nihil.

Langkah terakhir Dewi, ingin menemui Rudi untuk mendapatkan kontak Andre, semenjak Andre di London dia mengganti kontak dan tidak sekalipun dia menghubungi Diana.

Dewi sangat khawatir dengan keadaan Diana akhir-akhir ini, semenjak Andre di London, Diana sudah dua kali pingsan di sekolah.

***
Jam 13.00 WIB, Dewi sedang celingak-celinguk di depan gerbang universitas Rudi, tapi Dewi tidak melihat Rudi.

"Cari siapa?" tanya Rudi tepat di belakang Dewi. Dewi yang tersentak kaget, langsung menoleh ke belakang.

"Bisa bicara sebentar, Kak?"

"Bicara soal apa? Kalo lu mau tanda tangan, sekarang aja gimana? Soalnya gua ada kelas lima belas menit lagi," ucap Rudi, membuatnya ingin menendang Rudi jauh-jauh dari muka bumi ini.

"Kak, gua mau bicara soal Kak Andre sebentar, gak nyampe lima menit," kesalnya, Rudi yang melihat ekspresi Dewi serius, langsung mengangguk, kemudian mengajak Dewi duduk di kursi panjang depan kampus.

"Kak, maaf kalo gua langcang, tapi ini benar-benar penting. Apa Kakak punya kontak Kak Andre?" tanyanya to the point, sedangkan Rudi bingung buat apa kontak Andre.

"Lu tahu nggak Kak, kalo Diana itu istrinya Kak Andre?" tanyanya, membuat Rudi langsung kaget.

"What? Bukannya Diana sepupunya," jawab Rudi tidak percaya.

"Itu cuma menutupi pernikahan mereka, supaya tidak ada yang curiga," balasnya.

Rudi masih bingung dan tidak percaya apa yang dikatakan oleh Dewi. Akhirnya, Dewi menceritakan dari awal kejadian hingga kondisi Diana sekarang.

Rudi benar-benar tidak menyangka, Andre sanggup meninggalkan Diana, Rudi memutuskan untuk tidak masuk kuliah hari ini, dia ikut dengan Dewi untuk bertemu Diana.

***
Andre di Landon sama halnya dengan Diana, cuma Andre masih bisa mengurus dirinya sehingga dia masih terlihat baik-baik saja.

Sebenarnya Andre selalu menghubungi Diana, tapi dia hanya diam dan mendengarkan suara Diana. Setelah mendengar suara Diana dia langsung memutuskan sambungnya.

****
Diana sedang melamun di kamarnya, tiba-tiba terdengar suara ponsel berbunyi.

Drt ... drt ... drt

Via telepon.

[Halo, assalamualaikum,] ucap Diana, tapi tidak ada balasan sedikitpun.

[Maaf, ada yang bisa saya bantu? Tiap hari anda nelpon. Tapi, kenapa gak di jawab, kalo anda tidak bisa bicara lebih baik chat saja] ujar Diana mulai kesal.

Kemudian Diana membuang ponselnya ke ranjang, lalu meratap kosong ke arah jendela. Dari pagi Diana belum makan apa-apa hingga sekarang sudah menjelang sore.

***
Hari menjelang magrib, Diana hendak mengambil wudhu, begitu ia berdiri kepalanya sangat pusing, sehingga ia tidak bisa menahan keseimbangan badannya.

Bruk!

Diana jatuh tidak sadarkan diri di lantai.

Dewi dan Rudi yang baru saja sampai di depan rumah Diana, langsung mengetuk pintu cukup lama mereka mengetuk pintu, tapi tidak ada sahutan.

Dewi semakin khawatir, Rudi yang melihat Dewi panik, langsung mendobrak pintu rumah Diana. Begitu terbuka, Dewi langsung berlari mencari keberadaan Diana.

Begitu ia sampai di kamar Diana, ia melihat Diana tergeletak di lantai membuatnya langsung menjerit histeris, Rudi yang mendengar jeritan Dewi langsung menghampirinya.

Rudi yang melihat Diana tergeletak di lantai, langsung membopongnya dan membawanya ke rumah sakit terdekat.

Dewi dan Rudi sedang menunggu di luar karena dokter sedang memeriksa Diana. Emosi Dewi makin memuncak ingin memaki-maki Andre, dengan segera ia merampas ponsel Rudi dari tangan Rudi, lalu menghubungi Andre.

Via telepon.

[Halo, Rudi. Tumben lu nelpon,] ucap Andre dari seberang negara.

[Lu punya otak nggak sih sebagai suami?! ] bentak Dewi tanpa aba-aba. Andre bingung siapa yang berbicara.

[Kenapa lu cuma bisa nyakitin Diana, hah! lu di sini, lu tekan dia, Lu pergi, lu buat dia sekarat. Mau lu apa?!] bentak Dewi, Andre yang masih berusaha mencerna kata-kata Dewi, tidak lama kemudian, Andre paham kalo yang berbicara Dewi.

[Ini Dewi?] tanyanya.

[Lu nggak perlu tahu siapa gua, asal lu tahu Kak, kalo sampai Diana kenapa-kenapa atau nggak bisa diselamatkan, gua nggak bakal maafin lu dunia akhirat ...!] teriak Dewi seperti orang frustasi, lalu mamatikan sambungan.

Andre yang kaget mendengar Diana sedang tidak baik-baik saja, langsung berdiri dan menyusun baju-bajunya ke koper. Begitu Andre membuka kopernya, dia melihat kertas terselip, tanpa membuang waktu Andre langsung membuka kertas tersebut lalu membacanya.

"Assalamualaikum Kak, maaf Diana mungkin terkesan kuno main surat-suratan. Tapi, kalo ngomong langsung ke Kakak Diana nggak sanggup.

Terima kasih untuk satu tahun pernikahannya, Kak. Diana doain Kakak langgeng terus sama Kak Tina. Diana tahu kesalahan terbesar Diana adalah mencintai Kakak, tapi tenang Kak, perasaan ini akan segera Diana basmi pake Baygon hehe gak lucu ya.

Terima kasih sudah mau menjadi suami Diana, terima kasih untuk satu kali sholat berjamaahnya, terima kasih untuk pelukan-pelukannya, terima kasih untuk fasilitasnya dan terima kasih sudah mau membaca surat ini yang isinya gak jelas hehe.

Setelah menulis surat ini Diana sangat lega, apa Kakak tahu? Diana jatuh cinta beneran sama Kakak hehe, bodoh banget ya. Kalo misalnya Diana masih ada jodoh dengan orang lain mungkin rasa cinta Diana akan berkurang seperempat buat Kakak, tapi kalo Diana gak ada jodoh lagi maka cinta Diana sampai mati hanya buat Kakak.

Udah cukup kali ya, Kak. Diana terlalu lebay hehe, maafin Diana yang belum bisa menjadi istri yang baik buat Kakak.

*Diana Az-Zahra*

Air mata Andre terus berjatuhan membaca surat Diana, dia tidak menyangka sedalam itukah cinta Diana padanya. Kenapa Diana tidak membencinya padahal ia sudah sangat jahat.

"Kenapa harus lu yang nanggung semua ini Diana," ucapnya menangis sesenggukan.

"Gua harus pulang, gua yang buat Diana menderita, maka harus gua pula yang buat Diana bahagia," gumam Andre, lalu membereskan pakaiannya, lalu memesan tiket secara online.

Ceklek!

Dewi dan Rudi berdiri bersama mendekati dokter yang menangani Diana.

"Bagaimana keadaan teman saya, Dok?" tanya Dewi dengan mata yang masih sembab akibat menangis.

"Begini, pasien sangat lemah, kemudian pikirannya sangat banyak, sepertinya beban hidupnya sangat berat, membuat pasien stress berat, mungkin dia seperti ini sudah cukup lama, makanya dia tiba-tiba ambruk. Kemudian maagnya kambuh, membuat pasien makin lemah. Dua atau tiga hari ini, pasien akan istirahat karena kami suntikkan obat penenang supaya otaknya berhenti berpikir keras untuk tiga hari ini. Semoga pasien kuat menjalaninya," terang dokter, lalu pergi dari hadapan Dewi dan Rudi.

Dewi menangis melihat sahabatnya berbaring lemah di ranjang rumah sakit, sedangkan Rudi masih belum percaya apa yang dia lihat dan dia dengarkan.

'Awas lu Andre! kalo sampe Diana kenapa-kenapa gua akan buat perhitungan sama lu!' batin dewi.

***Bersambung***

Jangan lupa kasih vote 😊

Ketos Galak & Jutek itu Suamiku (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang