19(Revisi)

6K 303 4
                                    


Tea terkikik geli melihat wajah Rumi yang sedang cemberut seperti ini, dikarenakan dirinya yang bercerita mengenai kencan semalamnya bersama Daffa. Rumi menjadi begitu penasaran soal tempat yang menjadi lokasi kencan Tea dan Daffa. 

"Cepat ngomong! Nama tempatnya apa?" paksa Rumi.

"Aku juga nggak tahu, Rum. Menurutku namanya Lavender Garden, maybe,"

Rumi mendengkus kasar. "Memangnya di sana banyak buka lavender, ya?"

Tea mengangguk.  "Saking banyaknya aku sampai takjub ngelihatnya, benar-benar indah."

"Eh, btw Pak Daffa nggak makan siang?"

"Nggak tahu juga, hari ini kita nggak ada jadwal rapat atau lainnya. Jadi, tadi kak Daffa hanya pamit sebentar mau  keluar katanya."

"Kamu nggak takut Pak Daffa selingkuh?" tanya Rumi bermaksud menggoda Tea.

Tea terdiam sesaat lalu tersenyum tipis. "Aku percaya kak Daffa, dia  nggak mungkin buat aku kecewa karenanya," ujar Tea yakin meski terselip keraguan dihatinya.

Rumi mengacungkan jempolnya ke arah Tea.

"Aku suka banget sama kamu yang percaya diri seperti ini." 

Tea hanya tersenyum tipis. Setelahnya keduanya terdiam, sama-sama sibuk menikmati makanan pesanan keduanya di kantin.

Tring.....

Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Tea, ada sebuah pesan dari Ara kakaknya

Kak Ara:

Pulang kerja, temuin kakak di Ara cakes pusat!
Ada yang mau kakak bicarakan!

Tea menyernyit heran dengan pesan yang baru saja dikirim kakaknya. Ia juga begitu penasaran dengan hal yang akan kakaknya bicarakan. Tangannya mengetikan sebuah balasan untuk mengiakan ajakan Ara untuk bertemu.

                                     **********

Tea melangkah masuk ke ruangan Ara dengan beberapa kali menebarkan senyum pada semua pegawai Ara cakes yang menyapanya.

Tea membuka pintu, menemukan Ara yang sedang duduk sambil menyuapi April makan.

"Eh, April nggak sekolah, kak?" tanya Tea sambil merebahkan bokongnya di samping Ara.

"Nggak enak badan katanya. Jadi, kakak bawa aja ke sini," sahut  Ara sambil terus menyuapi sang anak yang kelihatan tak bersemangat.

Tea membuka kedua tangan, membawa April dalam gendongannya. "Badannya hangat, sih," kata Tea saat merasakan suhu April yang hangat.

"Iya, kakak ajak ke dokter, Aprilnya nggak mau. Maunya harus sama Mas Rian," keluh Ara.

Tea mengangguk paham, April adalah anak kesayangan iparnya Rian. Jadi, jangan kaget kalau sang anak begitu lengket dengan sang Ayah.

"Mau, ya ke dokter sama aunty juga," tawar Tea menatap sang keponakan yang menggelengkan kepalanya.

Ara yang melihat itu hanya menghela napas lelahnya.  Anaknya itu memang sangat susah dibujuk terlebih saat sakit seperti ini.

"Terus sudah hubungi Kak Rian?"

"Mas Rian lagi meeting, nggak bisa dicancel begitu saja."

"Ya sudah tunggu sedikit lagi."

"Oh iya, ada yang mau kakak bicarain sama kamu," kata Ara serius.

Tea menatap kakaknya sekilas lalu kembali duduk dan mengelus rambut April. Mata anak itu sudah mulai sayu dan beberapa kali April menguap. Mungkin sedikit lagi April akan segera tidur.

"Kamu sudah jadian sama Daffa?" tanya Ara dengan tatapan intimidasi.

Tea meneguk ludahnya kasar, darimana kakaknya tahu kalau ia sudah berpacaran dengan Daffa. Padahal ia belum memberi tahu siapa-siapa kecuali Rumi seorang.

"Tahu darimana, kak?" Tea balik bertanya.

"Tugas kamu tinggal jawab pertanyaan, kakak!" seru Ara.

Tea memilih mengalah daripada diburu terus sama kakaknya dengan pertanyaan mematikan ini.

"Iya, Kak kami sudah resmi berpacaran," jawab Tea berusaha santai menutupi kegugupan yang melandanya.

"Dari kapan?"

Tea memutar bola matanya malas. "Kak, sudah kayak mau wawancara saja. Memangya kenapa, sih?"

"Sudah dibilangin kalau kamu tinggal jawab saja! Nggak usah tanya balik!" omel Ara.

"Sejak di Bali, KakDaffa ngungkapin perasaannya dan aku menerimanya."

"Jadi kamu masih menyimpan rasa terhadap Daffa?"

Tea mengangguk. "Untuk masalah itu aku nggak bisa bohong. Aku udah berusaha menjauh, tetapi aku dan kak Daffa kembali terjebak di zona yang sama," ujar Tea pelan sambil membayangkan awal pertemuannya kembali dengan Daffa di kantor.

"Kakak, sih dukung kalau kamu bahagia dengan Daffa."

"Aku memang mengharapkan seperti itu, Kak."

"Akan tetapi di sini ada yang aneh menurut kakak."

"Maksudnya?"

Ara berdiri dari duduknya mengambil ponsel lalu menyerahkannya pada Tea, agar adiknya itu bisa melihat sesuatu dari ponselnya.

"Itu Daffa 'kan? Terus wanita yang di sebelahnya siapa? Bukannya dia seorang model yang sering muncul pada layar TV?"

Tea membeku di tempatnya, saat melihat foto yang menunjukkan Daffa sedang bersama Stella. Kemungkinan besar fotonya diambil hari ini, berhubung pakaian yang Daffa pakai adalah pakaian yang sama saat dirinya masih di kantor pagi tadi. Lebih menyakitkannya lagi dari foto itu terlihat Stella sedang menyuapi Daffa makan.

"Ini di mana, Kak?" tanya Tea dengan suara yang tercekat.

"Itu saat kakak nggak sengaja ketemu sama pelanggan yang minta pesanannya diantar ke restoran sea food beberapa jam yang lalu.l, sebelum kakak chatt minta kamu ke sini," jelas Ara.

Ia mengamati wajah adiknya yang berubah sendu bahkan tak bersemangat seperti saat Tea datang tadi.

"Memangnya dia siapanya Daffa?"

"Dia sepupu kak Daffa, Stella Erlangga," jawab Tea tak semangat.

Tea mengembalikan ponsel pada Ara lalu kembali fokus mengelus rambut hitam April, dirinya sudah merasa tak nyaman dan tenang saat melihat foto tadi.

"Jadi, model ini namanya Stella Erlangga? Pantas saja wajahnya kayak nggak asing begitu. Tadi kakak kira itu kamu, eh ternyata orang lain."

"Sepupuan, kok mesra gitu, ya?" tanya Ara bingung.

Tea tak menjawah hanya mengedikkan bahunya. Ia juga tidak tahu harus menjawab apa. Keduanya berstatus sebagai sepupu tetapi kedekatan keduanya sudah seperti sepasang kekasih.

"Keduanya sudah dekat dari kecil, kak," jawab Tea pelan.

"Pantas saja dekat banget, tetapi kamu nggak cemburu 'kan?"

"Ah, ya enggaklah, Kak. Ngapain cemburu segala."

Tea memilih berbohong menutupi rasa sakit pada hatinya yang perlahan tampak. Mana ada wanita yang tak cemburu melihat kekasihnya berdekatan dengan wanita lain, meski wanita itu keluarga dari kekasihnya.

Ara tertawa kecil. "Kamu percaya saja sama Daffa, lagian dia sudah berusaha buat dekat sama kamu sekaligus kami lagi. Jadi, jangan sia-siakan Daffa!" ujar Ara bijak memberi nasehat pada Tea yang lebih banyak diam setelah keduanya membahas Daffa.

"Akan Tea usahakan, Kak. Lagian aku yakin Kak Daffa  tidak akan bermain di belakang Kekasihnya. Aku percaya Kak Daffa sudah sayang banget sama aku," balas Tea sambil tersenyum meski rasa takut dan penasaran sudah menggerogoti hatinya.

Something(Sekuel you Are Mine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang