Keadaan mobil sport Gerald terasa hening, tak ada pembicaraan diantara Tea dan Gerald. Tea sibuk menatapi jalanan yang terasa padat, dengan pandangan yang kosong. Sesekali Gerald melirik Tea, lalu menghembuskan nafas lelah.
"Mau makan dimana?" tanya Gerald
Tea menoleh. "Makan di warung sate aja boleh?" Tea balik bertanya pada Gerald
"Aku sih ikut aja, asal kamu yang nemanin," jawab Gerald berusaha menggoda Tea.
Tea hanya mengulas senyum tipis, pikirannya teralihkan pada sosok Daffa tadi. Ia tak tega melihat wajah sedih Daffa, ada kesakitan sendiri dalam hatinya melihat Daffa seperti itu.
"Hello Tea, kamu melamun?" Lambaian tangan Gerald membuat Tea tersentak.
"Ah, maaf Ger."
"Nggak masalah, kita udah sampe loh dari tadi." Gerald menatap Tea yang terlihat seperti orang bingung.
"Dari tadi?" beo Tea yang diangguki Gerald.
Gadis itu meringis, terlalu mengingat sosok Daffa sampai dirinya tak sadar kalau mereka sudah sampai dari tadi.
"Terus kenapa nggak bilang?"
Gerald tertawa lalu mengacak rambut Tea membuat gadis itu memberengut sebal. "Habisnya kamu sibuk melamun, yah udah aku nungguin aja,"
"Maaf yah," ujar Tea merasa bersalah.
"Its oke, nggak apa-apa. Yuk turun, aku udah lapar banget loh," ajak Gerald membuat Tea terkekeh.
Keduanya berjalan masuk ke warung sate langganan ia dan Daffa. Entah kenapa ia ingin sekali menikmati sate kesukaan Daffa, mungkin moodnya yang terasa buruk saat ini.
"Ini warung langganan kamu, yah?" tanya Gerald
"Iya ini warung langganan kesukaan aku," jawab Tea.
"Oh iya, ada yang mau aku tanyain sama kamu." Gerald berdehem pelan.
"Apa pria tadi Daffa?" tanya Gerald pelan.
Tangan Tea yang sedang memainkan ponselnya langsung terhenti. Wajah gadis itu perlahan berubah kecut lalu mengangguk lemah.
"Aku tau dari Kakak iparmu, maaf kalau kamu merasa nggak nyaman,"
"Nggak apa-apa, nggak masalah. Lagian dia cuman mantan aku kok,"
"Kalau boleh jujur, pria tadi sepertinya sangat mencintai kamu,"
Tea menatap Gerald lalu menggeleng kecil. "Kalau dia sayang sama aku, nggak mungkin bermain dibelakang aku." Suara Tea berubah parau, ia mendongak berusaha menahan agar air matanya tidak jatuh saat ini.
"Terimakasih," ucap Gerald kepada pelayan yang mengantarkan pesanan keduanya.
"Apa dia sudah menjelaskan semuanya kepada kamu soal perselingkuhannya?" tanya Gerald serius.
Tea mengangguk "Semuanya udah jelas dan mungkin, kami memang tidak ditakdirkan bersama," lirih Tea, tangannya mengaduk-aduk jus jeruk yang dipesannya.
Gerald mengangguk paham, dengan keberanian ia menggenggam tangan mungil Tea membuat gadis itu tersentak.
Ia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Gerald, karena merasa tak nyaman dengan situasi sekarang. Ditambah tatapan serius Gerald membuat Tea hanya meneguk ludahnya kasar.
"Aku tau ini terlalu cepat, dan kemungkinan besar kamu butuh waktu untuk menyembuhkan luka yang dibuat Daffa. Untuk itu aku memiliki keberanian mengungkapkan perasaanku sama kamu Tea," ujar Gerald mantap.
Tea belum bergeming, ia masih menunggu ucapan Gerald selanjutnya.
"Aku sayang sama kamu, mungkin menurut kamu semuanya terlalu cepat mengingat kita baru berkenalan beberapa hari yang lalu. Tetapi disini, aku bersikap sebagai seorang pria yang harus berani mengungkapkan perasaan cintanya pada seorang gadis yang disukainya." Gerald masih menatap tepat ke iris Tea. Tangan gadis itu terasa berkeringat dalam genggamannya.
Gerald memang serius dengan ucapannya, entah apa yang dimiliki Tea sehingga mampu membuat Seorang Gerald Wardana yang terkenal dingin dengan semua wanita malah bertekuk lutut dihadapan Tea. Gadis mungil yang baru pertama kali dilihatnya dan sudah berhasil mencuri sebagian hatinya.
Gerald tak perduli dengan hubungan asmara Tea yang baru berakhir itu, apalagi setelah mendengar cerita Dari Rian tentang kisah asmara Tea yang berujung pahit. Untuk itu Gerald, berusaha menunjukkan dirinya lebih pantas bersama Tea, walaupun dirinya adalah orang baru dalam kehidupan si cantik itu. Gerald berharap setidaknya Tea menerima kehadirannya, maka ia akan berusaha membantu Tea agar bisa melupakan sosok Daffa dan cintanya.
"Maksud kamu apa, yah?" tanya Tea berharap apa yang didengarnya barusan adalah candaan Gerald semata. Oh ayolah, ia belum siap membuka pintu hatinya, apalagi luka yang ditorehkan Daffa sudah cukup besar untuknya. Apakah ia harus membuka hatinya, hanya untuk sebuah pelampiasan?
Tea tak mau itu, karena jujur ia tak akan tega menjadikan pria baik di hadapannya ini menjadi pelampiasannya untuk melupakan Daffa. Ia tak sejahat itu!
Gerald tersenyum manis. "Kasih aku kesempatan buat menemani kamu kedepannya. Biarkan aku menjadi sosokmu bersandar jika kamu lelah nanti. Will you be my girl friend?" Ungkap Gerald tulus.
Tea terdiam. Dapat ia tangkap ada ketulusan dari setiap ucapan Gerald dan tatapan mata pria itu, membuat dirinya diambang kebimbangan.
"Tapi kamu tau kalau aku sedang terluka saat ini," lirih Tea
"Untuk itu karena kamu terluka maka biarkan aku yang menjadi pengobat lukamu. Aku tak mau kau terpuruk hanya karena seseorang yang mengabaikan rasa cintamu. Anggap saja aku sebagai penyelamat hatimu, Tea."Gerald berusaha menyakinkan Tea, bahwa ia sangat serius menemani kehidupan gadis itu kedepannya. Terlepas dari apa yang akan terjadi nantinya, Gerald tak perduli.
Tea berdehem pelan. Matanya terpejam, stelahnya ia menghembuskan nafas beratnya. Seulas senyum tanpa paksaan terbit dari bibir kecilnya.
"Aku akan menerima kamu Gerald. Bantu aku untuk melupakan semuanya, dan bantu aku sebagai penawar luka yang sedang menganga saat ini." Jawab Tea mantap
Gerald hampir saja melonjak kegirangan, jika ia tak mengingat kalau keduanya saat ini sedang di warung makan yang dipenuhi pelanggan. Pria itu hanya menggumamkan terima kasih berulangkali dengan mengecup punggung tangan Tea.
"Aku janji sama kamu, nggak bakal nyakitin kamu. Aku akan berusaha untuk selalu menjadi sumber bahagia kamu Tea,"
Mata Tea berkaca-kaca, ia mengusap air matanya lalu tersenyum bahagia. Mungkin sudah saatnya ia menggali lubang untuk masa lalu, dan mengucapkan salam perpisahan untuk kenangannya dengan Daffa.
Sekarang dirinya harus fokus kepada kehidupan asmaranya yang baru. Bersama pria yang baru saja dikenalnya bahkan menjadi pria yang begitu nekat mengajaknya mengejar kebahagiaan di masa depan.
Tea tau tak akan mudah untuk keduanya melangkah kedepannya. Ia cukup menjadi sosok yang kuat, menjadi wanita yang harus bisa berdiri melangkah tanpa bayang-bayang masa lalu, dan menjadi sosok yang lebih baik lagi demi Gerald.
Untuk soal perasaanya pada Gerald, Tea tau ia membutuhkan waktu. Semuanya butuh proses apalagi tentang mencintai sosok baru yang baru dikenalnya itu.
Tea hanya berharap dalam hitungan waktu ke depan, Tuhan sudah menumbuhkan benih-benih cinta untuk pria bernama Gerald ini.
"Aku sayang kamu," ujar Gerald yang hanya dibalas senyuman Dari Tea.
Gerald tak marah atau kecewa, karena dirinya terlalu tau Tea masih asing dengan awal hubungan keduanya. Dan Gerald akan pastikan nanti, Tea bakal menjadi sosok wanita yang akan bahagia bersamanya.
Jreng jreng jreng
Lagi mood buat Up nih malam
Silahkan penuhkan komentar!
Jika tidak berkomentar, jangan harap dikasih part selanjutnya.Tamat or No?
KAMU SEDANG MEMBACA
Something(Sekuel you Are Mine)
ChickLitSTORY 2 Bisakah kamu membedakan mana yang harus jadi prioritas? Aku yang sebagai kekasihmu? Atau dia yang hanya merupakan sepupu angkatmu? Kenapa harus selalu aku yang mengalah Sedangkan dia selalu diutamakan Apakah ada sesuatu yang tak pernah kutah...