Tea masuk ke ruangan Daffa, diikuti Daffa yang menyusulnya dari belakang. Setelahnya Daffa langsung mengunci pintu ruangannya, lalu berjalan menuju ke sofa yang sudah diduduki Tea.
"Jangan dekat-dekat, kak," kata Tea.
"Memangnya kenapa kakak nggak boleh dekat sama kamu?" tanya Daffa mengerling jahil.
Tea ingin menjawab tetapi Daffa terlebih dulu memeluk dirinya.
"Biarkan seperti ini dulu, kakak rindu saat-saat seperti ini," lirih Daffa mengeratkan kembali pelukannya saat Tea meronta minta dilepas.
"Diam Tea! Kakak benaran kangen seperti ini sama kamu." Tea akhirnya mengalah dan membiarkan dirinya terkurung dalam pelukan Daffa.
"Kak jangan seperti ini, aku nggak mau kita ketahuan."
Daffa melepas pelukan, memindahkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah sang kekasihnya. "Nggak bakal ada yang tahu soalnya pintu sudah kakak kunci."
Tea menggeleng. "Nanti orang curiga, Kak saat mejaku terlihat kosong."
"Sstttt!" Daffa meletakkan telunjuknya pada bibir mungil Tea.
"Kakak nggak perduli soal itu! Sekarang kakak mau ngajak kamu makan siang dan kamu mau 'kan?" tanya Daffa.
"Baiklah, Kak, tetapi kita makannya di warung satenya bang Miun, ya. Sudah lama nggak makan di sana."
"Boleh, kakak juga lagi pingin makan sate."
"Ya sudah aku tunggu di halte, ya. Kakak lepasin dulu pelukannya biar aku nggak sesak napas!" omel Tea.
Daffa tertawa kecil menarik hidung mancung Tea dengan gemas. "Habisnya kamu selalu buat kakak gemas, sih."
Tea menghindar saat Daffa ingin mencubit pipinya lagi. "Apa'an, sih? Cubit mulu!"
"Ya sudah, kamu tunggu di halte, setelah itu kita berangkat."
"Sip komandan," kata Tea antusias dengan tangan yang menirukan gerakan saat hormat.
"Benar-benar menggemaskan," ucap Daffa .
**********
Tea sudah duduk manis di samping kemudi sambil sesekali bersenandung lagu korea dari boyband yang disukainya. Di sampingnya Daffa hanya tersenyum sambil sesekali mengusap rambut Tea dengan sayang.
"Tea kakak mau ngomong sesuatu tetapi kamu nggak marah 'kan?" tanya Daffa saat mobilnya berhenti pada perempatan lampu merah.
Tea berhenti bernyanyi. " Tergantung dari apa yang ingin dibicarakan."
"Kita makan siangnya bareng Stella bisa nggak?" tanya Daffa bertepatan dengan lampu yang sudah berubah hijau.
Tea menatap Daffa berang. "Bukannya ini quality time kita?" lirih Tea menahan rasa sakit yang perlahan menyusup akibat ucapan Daffa.
"Iya Tea, hanya tadi Stella ngajak buat makan siang bareng sama dia."
"Dia bisa 'kan makan siang sendiri atau sama kru-nya? Kenapa harus sama kita? Atau tujuannya memang hanya mengajak kakak?" Suara Tea berubah naik, rasa emosi itu menjalar dengan sendirinya akibat Daffa yang selalu memprioritaskan sepupunya itu.
Daffa menghentikan mobilnya ke pinggir jalan.
"Bukan begitu, Tea. Kita juga akan makan siang sekalian saja kakak mengiakan ajakan Stella."
Tea menggeleng. "Kakak ngerti nggak, sih? Ini waktunya aku sama kakak, dan aku maunya cuman sama kakak bukan ditambah sepupu kakak itu!" kata Tea penuh penekanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something(Sekuel you Are Mine)
Literatura FemininaSTORY 2 Bisakah kamu membedakan mana yang harus jadi prioritas? Aku yang sebagai kekasihmu? Atau dia yang hanya merupakan sepupu angkatmu? Kenapa harus selalu aku yang mengalah Sedangkan dia selalu diutamakan Apakah ada sesuatu yang tak pernah kutah...