Selamat malam readers, maaf baru nongol🙏
Soalnya sbuk Persiapan UAS ditambah tgas full Skali🙏
Skali lagi maaf, dan kemungkinan besar Minggu depan nggak bisa up🙏Matahari begitu menyengat siang ini, walaupun begitu tak menyurutkan semangat Daffa yang sedang menunggu Tea di depan Ara Cakes. Rencananya hari ini, ia akan memulai memperjuangkan kembali Tea.
Beberapa kali Daffa menyibukkan dirinya dengan ponsel, mengecek email dari sekretaris atau pesan penting lainnya dari kantornya. Lalu setelah itu matanya akan beralih ke arah pintu Ara cakes, berharap gadis yang dinantinya segera keluar.
Tak lama berselang, sosok yang ditunggu pun keluar. Dengan blouse biru muda, ditambah celana bahannya gadis muda itu berdiri di parkiran sambil menelpon seseorang. Sepertinya Tea sedang menunggu seseorang.
Tanpa menunggu lebih lama, Daffa segera keluar dari mobilnya dan menghampiri Tea.
Ia dapat menangkap raut terkejut dari Tea saat dirinya sudah berada di hadapan mantan kekasihnya itu.Daffa tersenyum getir, mengingat hubungan keduanya sudah berakhir dengan kata mantan.
" Tea." panggil Daffa.
Tea merasa canggung, ia tak menjawab. Matanya memandang lekat ke arah Daffa yang terlihat kurus dari biasanya. Jambangnya seperti belum dicukur, bahkan penampilan Daffa jauh dari penampilan seperti biasanya.
Ada rasa rindu yang entah kenapa malah menyergap hatinya, saat mata yang sering membuatnya terluka kini menatapnya dengan lembut. Tetapi, Tea segera menggeleng, mengusir pikiran konyol yang tiba-tiba hadir tanpa diminta.
"Kamu mau pulang?" Daffa bertanya lagi, meski ia sedikit malu apalagi Tea tak meresponnya sedikit pun.
Tea tetap tak acuh, gadis itu malah sibuk melemparkan pandangannya ke arah jalanan.
Mencari spot lain daripada harus berurusan lagi dengan pria brengsek seperti Daffa."Aku antarin yah," bujuk Daffa berusaha untuk bersabar menghadapi sikap cuek Tea.
Tea terlihat risih, ia sedikit menjauh dari Daffa apalagi sedari tadi Daffa tak lepas memandang dirinya.
Hingga sebuah mobil sport berwarna hitam berhenti tepat di depan keduanya. Sosok pria dengan kemeja biru muda langsung tersenyum menatap Tea yang juga menatapnya.
Daffa yang melihat itu merasa heran, ia tak mengenal pria yang saat ini sedang melempar senyum pada Tea. Pria itu terlihat asing, dan semoga apa yang ia pikirkan tidak benar soal pria ini adalah kekasih baru Tea.
"Kamu udah nunggu lama?" Pria itu bertanya sambil menatap teduh ke arah Tea.
Tea melirik Daffa, dapat ia lihat ada raut amarah dari wajah Daffa. "Nggak juga, habis ini kita makan kan?" tanya Tea dengan suara yang terkesan manja. Bahkan ia dengan santainya menggandeng tangan Gerald membuat pria itu tersentak kaget. Berbeda dengan Daffa yang sudah mengepalkan tangannya erat.
Ya, pria tadi adalah Gerald. Ia memang sudah janjian dengan Tea untuk mengajak gadis cantik itu makan siang bersama. Dan Tea dengan senang hati menerimanya, mungkin ini juga adalah salah satunya untuk melupakan Daffa.
"Yuk, berangkat!" ajak Gerald sambil menggandeng tangan mungil Tea. Tetapi, sebuah tarikan pada sebelah tangan Tea membuat langkah Gerald dan Tea terhenti.
Keduanya menoleh dan menemukan Daffa yang menatap tajam ke arah Gerald."Loe siapa?" Tanya Gerald dingin, sebenarnya ia sudah merasa tak nyaman dengan pria yang sedari tadi di samping Tea. Tapi, ia berusaha tak perduli toh ia tak ada urusannya dengan pria ini.
"Loe yang siapa? Ngapain loe bawa Tea?" geram Daffa, jujur saat ini ia sudah berada pada tingkat kecemburuan di atas rata-rata. Apalagi saat Pria itu dengan santainya menggenggam tangan yang sering kali ia genggam.
Gerald melirik Tea sekilas lalu kembali menatap tajam Daffa. "Gue pacarnya, Tea." Gerald menjawab dengan santai, tangannya langsung merangkul pundak Tea. Sedangkan yang dirangkum hanya merasa canggung, dan tak nyaman. Ia merasa seperti seorang artis yang sedang diperebutkan sekarang. Tea hanya bisa berharap agar kedua pria matang ini tak membuat keributan di toko kue kakaknya ini. Ia tak mau kakaknya mengetahui kedatangan Daffa, apalagi kalau sampai terdengar oleh Kak Rian. Sudah pasti Daffa akan kembali babak belur dibuat Rian.
"Apa benar itu Tea?" tanya Daffa lirih, ia memandang Tea berusaha menemukan jawaban dari Tea.
Tea terdiam, entah kenapa raut wajah Daffa saat ini membuatnya tak tega. Tetapi Tea tak bisa berbuat apa-apa. Hubungan keduanya sudah selesai, dan ia tak mau Kembali terluka pada lubang yang sama.
Tea menarik napasnya lalu tersenyum tipis " Iya Gerald adalah pacarku sekarang," Jawaban Tea begitu melukai hati Daffa. Pria itu menggeleng tak percaya mendengar pernyataan dari bibir gadisnya.
"Kamu bohong kan?" Lirih Daffa, matanya sudah berkaca-kaca.
Tea membuang wajahnya, ia tak bisa menatap Daffa saat ini. Ia tak ingin membuang waktunya menghadapi pria itu lagi.
"Aku nggak bohong kak, Gerald adalah pacarku. Dan tak lama lagi kami bakalan bertunangan," jawab Tea berusaha menahan agar dirinya tak menangis sekarang.
Daffa terdiam, kakinya terasa lemas. Apa ini artinya hubungan keduanya benar-benar sudah selesai. Apa tak ada kesempatan lagi untuknya kembali bersama Tea. Apa hati gadis itu sudah bukan miliknya lagi?
Daffa tersenyum getir, beriringan dengan air mata yang mengalir deras dari kelopak matanya.
"Tea," panggil Daffa serak, membuat Tea menoleh lalu membeku sesaat. Pria di depannya sudah berurai air mata sekarang, dan hatinya terasa tercubit sekarang.
"Semoga kamu bahagia. Kakak tau, mungkin kesalahan yang kakak buat takkan pernah termaafkan." Suara Daffa terdengar parau z dan begitu menyakitkan di telinga Tea
"Tapi asal kamu tau, kamu gadis yang kakak cintai dan mungkin untuk selamanya," lanjut Daffa.
Daffa melirik Gerald yang masih memasang wajah datar. Pria itu menepuk pelan pundak Gerald lalu tersenyum tipis. "Gue titip Tea, jagain Tea. Gue mungkin bukan pria yang baik buat dia, tapi gue yakin Loe bakalan bisa bahagiain Tea. Gue titip Tea," pesan Daffa lalu berlalu dari hadapan Tea dan Gerald.
Pria itu berjalan lesu ke arah mobilnya, sepertinya tak ada lagi ruang untuknya kembali bersama Tea. Ternyata perjuangannya harus berakhir disini, meski ia baru memulainya.
Daffa masuk ke dalam mobilnya dan berteriak keras. Tangannya memukul setir mobil menyalurkan rasa menyesal serta cemburunya pada Gerald.
Ia kembali menatap ke arah parkiran, dimana sosok Tea yang dirangkul Gerald sambil tertawa masuk ke mobil Gerald.
Daffa mengusap wajahnya kasar, lalu menumpukan kepalanya pada dashboard mobil. Sepertinya semuanya sudah berakhir, dan sebaiknya ia pergi dari kehidupan Tea.
Ia membutuhkan waktu untuk melupakan, dan menghilang dari kehidupan Tea adalah hal yang dipilihnya sekarang.
Daffa pergi dengan sebuah harapan, jika memang keduanya berjodoh maka ia berharap disatukan lagi.
Dan kalaupun tidak, Daffa hanya bisa berdoa agar Tea bisa hidup berbahagia dengan pria yang akan menemaninya hingga tua nanti.
"Aku pamit," lirih Daffa lalu menghidupkan mobilnya memecah jalanan siang yang begitu macet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something(Sekuel you Are Mine)
ChickLitSTORY 2 Bisakah kamu membedakan mana yang harus jadi prioritas? Aku yang sebagai kekasihmu? Atau dia yang hanya merupakan sepupu angkatmu? Kenapa harus selalu aku yang mengalah Sedangkan dia selalu diutamakan Apakah ada sesuatu yang tak pernah kutah...