Hallo guys 😂
Author kembali menyapa untuk menuju pada ending yang akan hadir sebentar lagi.
Tetap setia menanti, guys🙏
Tanpa kalian, author bukan apa-apa♥️Daffa menatap nanar undangan berwarna gold dengan pita merah yang terselip di bagian sudut undangan. Matanya berkaca-kaca terlebih saat Nama Tea Damaris dan Gerald tertera dalam undangan pernikahan yang akan di gelar lusa.
Sedangkan di hadapannya ada Sang paman dan Bibi, Stella dan Alex serta Aron dan Mira yang menatapnya iba. Mereka bisa merasakan bagaimana sakitnya berada pada posisi Daffa saat ini juga . Saat gadis yang dicintai harus berakhir di pelaminan dengan pria lain.
Ratna yang tak tahan melihat Daffa seperti itu menghampiri ponakannya dan memeluknya. Seketika itu pun Daffa menangis, menumpahkan perasaan sakit hatinya pada pelukan sang Bibi yang begitu menyayanginya.
Suasana ruang keluarga itupun mendadak penuh air mata. Stella dengan rasa bersalahnya pun terisak dalam pelukan suaminya, Alex. Tidak jauh berbeda dengan Mira yang memeluk Aron sambil menangis.
"Sakit Bi," keluh Daffa terisak.
Ratna semakin menangis, dan tangannya tidak lupa mengusap punggung rapuh Daffa. Ini kali kedua ia melihat Daffa seperti ini, yang pertama setelah kematian sang Ibunda.
"Jangan seperti ini, Daff! Kalau kamu sayang Tea biarkan dia bahagia bersama pilihannya," saran Ratna.
"Ini semua salah aku, Bi. Seandainya aku tidak membuat Tea kecewa, pasti tidak seperti ini, Bi." Suara Daffa begitu memilukan menyapa indera pendengaran semua yang berada di ruang itu.
"Bi, maaf kalau setelah ini aku harus pergi dan memilih untuk tidak menetap di sini. Aku akan semakin sakit jika berada di kota ini dengan penyesalan yang semakin membuatku merasa bersalah."
Daffa menarik napas sebelum melanjutkan. "Aku ingin kembali ke Jepang, Bi. Memulai semuanya dari awal tanpa ada bayang-bayang Tea lagi. Aku tahu semakin aku menghindar, aku sangat layak disebut pengecut. Akan tetapi, aku tak bisa lebih lama lagi di sini dan menjadi pria yang menyedihkan," lirih Daffa.
Ratna mengangguk ia akan memberikan ijin pada Daffa untuk pergi, jika itu adalah jalan yang tepat buat Daffa. Ia juga tak ingin Daffa semakin terpuruk di sini. Ratna tahu jika di sini memang semuanya adalah kesalahan Daffa dan Stella, hanya saja ia sedikit menyayangkan jika gadis yang dicintai Daffa tak bisa memberi kesempatan bagi keponakannya itu.
"Kalau memang itu buat kebaikan kamu, Bibi ijinin. Nanti biar bibi dan paman yang akan mengunjungi kamu di sana," kata Ratna sembari tersenyum.
Daffa mengangguk lesu, perjuangannya sudah selesai di sini. Sebagai pria yang kalah dan itu akibat dari perbuatannya sendiri.
"Apa kamu tak ingin menemuinya dan mengucapkan selamat terlebih dahulu?" tanya Darman.
"Nggak usah paman, aku langsung pergi saja, lagian tanpa adanya kehadiranku pun Tea sudah bahagia. Justru aku tak ingin merusak acara sakralnya dengan kedatanganku." Ucap Daffa berusaha mengulas senyum menutup wajah terlukanya.
"Sampaikan saja dalamku pada Tea dan Gerald!" pinta Daffa
"Kapan kamu berangkat?" Kali ini Aron yang bertanya.
"Mungkin besok pagi, karena aku telah memesan tiket dan semua urusanku di sini sudah beres," jawab Daffa mantap.
Semua yang berada di ruangan itu hanya bisa mengangguk pasrah. Mereka tak bisa melarang lagi keputusan Daffa, karena menurut mereka ini memang sudah menjadi jalan yang terbaik.
🔥🔥🔥🔥🔥
Di dalam kamar, gadis itu menatap kosong langit-langit kamarnya. Sudut matanya mengalir cairan bening yang entah sejak kapan mengalir membasahi pipinya.
Sejak pulang melakukan fitting baju untuk akad dan resepsi bersama Gerald, Tea memang belum beranjak keluar dari kamarnya.
Sedari tadi pikirannya kacau dengan beban berat yang ia tanggung sendirian. Akan tetapi ada rasa sakit yang lebih membuat dirinya berurai air mata seperti ini, yaitu mengenai wanita cantik yang diakui sebagai calon istri Daffa.
Ada rasa tak terima dalam dirinya dan Tea tak mengerti kenapa masih seperti itu. Ia sudah menerima Gerald dan lusa adalah pernikahan keduanya, tetapi kenapa ia harus merasa cemburu lagi.
Tea tak mengerti dengan jalan pikirannya sendiri, kenapa sosok Daffa sangat sulit ia lupakan. Begitu besarkah rasa cintanya pada sosok Daffa?
Begitu dalamkah Daffa mengambil tempat di hatinya?
Tea terisak menahan gejolak kesedihan yang semakin menderanya. Ia sudah tak bisa berbuat apa-apa sekarang, selain ikhlas dan berjanji pada dirinya agar bisa mencintai Gerald nantinya.
Ia tak ingin Ara dan Rian kecewa lagi terhadap keputusannya. Semuanya sudah di ambang kepastian dan memang sudah seharusnya kisah keduanya berhenti di tahun lalu bukan malah melanjutkan dan melukai banyak hati.
Tea tersenyum berusaha meyakinkan dirinya baik-baik saja. Lusa adalah pernikahannya dan merupakan awal dari kehidupan barunya bersama Gerald tentunya.
Tea hanya berharap semoga Daffa juga bisa berbahagia bersama kekasihnya dan ada setitik dari doanya agar bisa melihat Daffa untuk terakhir kalinya, sebelum ia benar-benar melepaskan semua tentang Ia dan Daffa.
Tea memilih memejamkan matanya, rasa lelah dan kantuk sudah menghampirinya. Ia butuh lelap dan siap melangkah untuk masa depan yang baru.
Huhuhu, tinggal satu part semua selesai, guys🙏🙏🙏🙏
Penasaran sama endingnya???
Ditungguin, yah🙏🙏Daffa tetap sama Tea? Atau
Tea sama Gerald 🙄
KAMU SEDANG MEMBACA
Something(Sekuel you Are Mine)
ChickLitSTORY 2 Bisakah kamu membedakan mana yang harus jadi prioritas? Aku yang sebagai kekasihmu? Atau dia yang hanya merupakan sepupu angkatmu? Kenapa harus selalu aku yang mengalah Sedangkan dia selalu diutamakan Apakah ada sesuatu yang tak pernah kutah...