25(Revisi)

8.5K 330 7
                                    


Tea menunduk berusaha menghindari tatapan Daffa, yang sedari tadi tak lepas memandangnya.
Atas permintaan Daffa lewat pesan singkat siang tadi sekarang keduanya sudah duduk di salah satu private room restoran bintang lima yang dipesan Daffa.

Sudah genap seminggu keputusan Tea yang meminta break dari Daffa. Sebenarnya Tea sudah pasrah jika Daffa tak mengingat kesepakatan keduanya, lantaran Tea lebih meyakini kalau Daffa tak akan kembali bersamanya. Apalagi saat melihat Daffa memeluk Stella, rasanya ia sudah berada pada titik mengalah.

"Apa kabar?"  Daffa membuka percakapan dengan mata yang belum lepas menatap Tea.

"Baik, Kak," jawab Tea membalas tatapan Daffa.

"Baik? Tetapikamu kurusan Tea."

Tea hanya tersenyum menanggapi. Ia memang kehilangan berat badannya seminggu ini. Napsu makannya berkurang ditambah pikiran soal hubungannya yang terombang-ambing membuatnya susah untuk terlelap.

"Kamu nggak mau pesan makan, Tea?" tanya Daffa lagi.

"Nggak, Kak. Aku sudah makan tadi," jawabnya berbohong.

"Sebenarnya ada hal apa yang ingin Kakak katakan?" tanya Tea.

Daffa memperbaiki posisi duduknya lalu menatap serius Tea.

"Kakak tahu kalau selama ini, kakak sudah berlaku nggak adil sama kamu."

"Jadi, kakak mau minta maaf. Kakak nggak bisa jauh dari kamu karena jujur kakak sudah jatuh sejatuh-jatuhnya sama kamu Tea," lanjut Daffa.

Tea menaikkan alisnya lalu tertawa miris. "Kak Daffa nggak usah sok puitis begitu! Ucapan Kak Daffa itu basi."

"Tea kakak janji sama kamu, kakak bakalan atur waktu hanya sama kamu."

"Kak Daffa boleh janji, boleh minta maaf juga dan besoknya lagi kak Daffa bakalan ngelakuin kesalahan yang sama. Kak Daffa bakalan berpihak ke Mbak Stella dan aku harus selalu jadi pihak kedua di sini."

"Apa kak Daffa nggak tahu perasaanku? Sakit, Kak, terlalu sakit."  Tea meluapkan semua rasa sakit dan cemburu yang sudah ia pendam selama ini. Bahkan ia sendiri tak menyadari kalau wajahnya sudah basah dengan air mata.

Daffa tahu dirinya memang salah, berselingkuh dengan sepupu sendiri dibelakang gadis yang ia cintai,mungkin bukanlah kesalahan yang patut dimaafkan. Untuk itu ia memang akan tetap merahasiakannya dari Tea. Jujur ia tak ingin kehilangan Tea hanya karena masalah ini. Mungkin setelahnya ia harus menjaga jarak dari Stella meski keduanya masih tetap berhubungan.

"Kakak bahkan janji mau jauhin Stella, tetapi pada akhirnya kalian berpelukan di depan apartemen," lirih Tea kembali membayangkan Daffa yang memeluk Stella saat itu.

Daffa membeku ditempatnya. Bagaimana Tea tahu kalau dirinya memeluk Stella. Apa Tea melihatnya?

"Kenapa? Kaget kalau aku ta u?" tanya Tea dengan senyum remehnya.

"Sebenarnya kalian itu sepupuan atau bukan sih ?"

Kali ini Tea bertanya dengan nada yang terdengar tajam. Daffa bahkan beberapa kali meneguk ludahnya secara kasar.

"Kenapa diam, Kak? Ayo bicara! Aku rasa kita harus menyelesaikan malam ini juga. Aku nggak mau kasih kakak kesempatan jika pada akhirnya Kakak mengulangi kesalahan yang sama."

Daffa berdehem meletakan tangannya diatas meja. "Kakak akui apa yang kamu katakan soal pelukan itu memang benar adanya, hanya kamu jangan salah paham dulu."

Tea hanya menatap datar, telinganya masih setia mendengarkan ucapan Daffa yang mungkin sudah ia anggap sebagai sebuah omong kosong.

"Saat itu memang menjadi pelukan terakhir kami. Kakak sudah bilang sama dia kalau kakak nggak bisa selalu dua puluh empat jam sama dia. Kakak punya kerjaan dan punya kekasih yang harus kakak utamakan," Lanjut Daffa kembali menciptakan kebohongan hanya untuk menyelamatkan hubungannya.

"Maksudnya kakak bilang kalau kita pacaran?" tanya Tea.

"Iya Tea, kakak bilang kalau kakak pacaran sama kamu dan kakak nggak mau kamu cemburu karena kakak selalu dekat sama dia."

"Terus?"

"Dia awalnya nggak percaya sampai kakak nunjukin foto-foto kebersamaan kakak sama kamu. Setelahnya dia percaya dan mungkin dia agak keberatan dengan permintaan kakak buat jaga jarak sama kakak."

"Kakak yakin sama ucapan Kakak barusan?"

Daffa mengangguk lemah.  Dia memang laki-laki pengecut sekaligus brengsek. Melakukan perselingkuhan dengan sepupu sendiri, menciptakan kebohongan yang sudah ia pastikan sebelumnya, akan menjadi boomerang baginya suatu saat nanti.

Hanya ia sudah tak perduli karena ia tak ingin merasakan tersiksa tak bertemu Tea selama masa break seminggu ini. Apalagi ia harus dihadapi dengan perpisahan keduanya.

Tidak !

Ia tak siap itu !

"Kakak mohon Tea, kita kembali seperti semula. Kakak sangat mencintai kamu dan kakak nggak bisa kehilangan kamu," kata Daffa tulus.

Tea menghela napas pasrah lalu mengangguk, membuat seulas senyum terbit pada bibir Daffa.

"Aku sudah kasih kesempatan buat kakak. Jadi aku harap tolong jaga kepercayaan yang aku kasih buat kakak. Jujur Kak, aku juga berat buat break apalagi kalau suatu hari nanti kita pisah. Akan tetapi aku hanya mau yang terbaik buat aku sama kak Daffa."

"Aku nggak mau punya hubungan yang dilandasi sebuah kebohongan karena aku sadar, kebohongan itu yang bakal merusak fondasi sebuah kepercayaan."

Daffa menunduk, ucapan Tea merupakan ultimatum yang  kapan saja bisa menghancurkan hubungan keduanya. Daffa sadar semuanya adalah awal dari dirinya dan  di sini Tea tak bisa disalahkan. Gadisnya hanyalah korban kebohongan yang dibuatnya.

"Kak Daffa bisa jaga kepercayaan aku?" ulang Tea.

Daffa mendongak menatap Tea. " Kakak bisa jaga kepercayaan yang kamu kasih. Kakak nggak main-main dengan permintaan kakak soal ini. Kakak mencintai kamu Tea dan sampai kapan pun akan selalu seperti itu "

Tea tersenyum mendengar ucapan Daffa yang kembali menggetarkan hatinya. Raut wajah Daffa benar-benar mengucapkan sebuah ketulusan.

Tea merentangkan tangannya membuat Daffa hanya bisa tertawa kecil. Daffa beranjak bangun meminta Tea berdiri dan langsung mendekap tubuh mungil yang ia rindukan selama seminggu.
Daffa juga beberapa kali mengecup puncak kepala Tea dan menggumamkan terima kasih.

"Kakak ke mana seminggu ini?" tanya Tea mendongak menatap dagu Daffa.

Daffa menunduk matanya bertabrakan dengan mata Tea. Keduanya saling berpandangan dan saling melempar senyum.

"Kakak di apartemen saja.Kakak nggak bisa ke kantor buat ketemu kamu karena mau kasih waktu buat kamu nenangin diri dulu."

"Kenapa harus segitunya, sih,kak?" cibir Tea.

Daffa terkekeh. " Kamu rindu?" tanyaDaffa sambil menarik hidung Tea.

"Ishhh! Sakit tahu, Kak." Tea memegang hidungnya sambil mendumel.

Bak anak kecil, keduanya saling berlarian. Syukurlah setidaknya keduanya tak menjadi bahan tontonan dalam private room ini.
Kalaupun iya, Daffa tak perduli. Kapan lagi bisa menikmati masa pacaran sambil berkejaran seperti ini dengan gadis masa depannya.
Menikmati tawa Tea yang begitu indah di telinganya dan menikmati pelukan hangat yang selalu menjadi impiannya suatu saat nanti.

"Tea," Panggil Daffa sambil memeluk Tea dari belakang

"Iya Kak."

"I love you," bisik Daffa membuat bulu kuduk Tea meremang.

Tea tersenyum, membalikan badannya lalu mengalungkan tangannya di leher Daffa.

"Love you more honey." balas Tea dibalas senyuman bahagia Daffa.

Something(Sekuel you Are Mine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang