9(Revisi)

7.7K 449 6
                                    

Lancar update

Sore ini begitu dingin, hujan deras yang mendadak hadir, terus mengguyur tiada henti.
Jalanan terlihat basah dan licin, banyak genangan air yang sudah Tea pastikan memenuhi jalanan yang berlubang.

Tea duduk di pos satpam perusahaan tempatnya bekerja. Jam pulang sudah hampir setengah jam yang lalu, tetapi masih kelihatan ramai. Banyak karyawan yang belum pulang, mungkin menunggu hingga hujan reda yang entah kapan berhenti.

Tea duduk sambil mengusap tangannya akibat dingin yang sudah menyusup hingga ke tulang.
Ini yang ia benci dari hujan yang mendatangkan kedinginan dan selalu menjebak membuat aktifitas orang terhenti.

Ingin sekali dirinya segera tiba di rumah menggulung tubuhnya dengan selimut sambil bermimpi bukanlah hal yang buruk. Akan tetapi kenyataannya ia malah terjebak di sini.
Sebenarnya Tea bisa saja menelpon pak Wayang untuk menjemputnya, hanya ponselnya dalam keadaan mati.

Ia juga tak bisa pulang bersama Rumi, gadis bermata sipit itu terpaksa harus lembur hari ini karena laporan keuangan yang harus diselesaikan oleh divisinya.

Sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di depan pos satpam. Tea hanya melihat sekilas lalu kembali membuang pandangannya pada rintikan hujan yang sedang mengguyur.

"Tea!"

Suara itu terdengar membuat Tea menoleh ke samping. Pupil matanya seakan membesar ketika menemukan Daffa sudah duduk manis di sampingnya.

"Pak kenapa di sini?" tanya Tea bingung.

"Ayo pulang! Biar kakak antar," ujar Daffa.

"Tidak usah Pak, saya bisa menunggu hujan reda."

"Hujan semakin deras kemungkinan besar redanya agak lama, lagian sudah mau malam."

"Tapi Pak..."

"Ayolah Tea, jangan keras kepala seperti ini!kakak tunggu di mobil," ujar Daffa sebelum dirinya kembali ke mobil.

Tea belum bergerak sedikit pun, ia masih betah menatap hujan. Beberapa kali Daffa sudah membunyikan klakson meminta Tea agar segera masuk.

Tea menghela napas pasrah, menggunakan tas ia menutup kepalanya lalu berjalan ke arah mobil Daffa dan duduk di samping kemudi.

Hening, hanya suara gemericik hujan yang masih terdengar. Daffa sibuk menyetir mobilnya sesekali melirik Tea yang lebih memilih memandang hujan di balik jendela.

"Apa kabar kamu, Tea?"

Tea menoleh, sedikit terkejut dengan pertanyaan yang Daffa ajukan. "Kabar saya baik, Pak."

"Berhenti bersikap formal, kita sedang tak di kantor."

"Tetap saja Bapak adalah atasan saya."

"Dulu kita tak seperti ini Tea. Apa kamu tak lelah menghindari kakak terus?" tanya Daffa frustasi.

"Kak Daffa tahu kalau setiap pilihan yang diambil pasti disertai alasan bukan?" tanya Tea lirih.

Daffa mengangguk mengiakan dan Ia mengerti maksud dari ucapan gadis di sampingnya ini.

" Aku melalukan hal yang menurutku baik bukan?"

Daffa menghentikan mobilnya di pinggir jalan dekat taman kota, sepertinya keduanya harus berbicara sekarang.

"Kenapa berhenti, Kak?" tanya Tea terlihat gelisah.

Matanya menatap keliling taman yang tak terlalu ramai mungkin efek hujan yang belum reda hingga sekarang.

"Kakak perlu bicara sama kamu!" Suara Daffa terdengar serius membuat Tea merasa tak nyaman dan takut.

"Bicara apa, Kak? Tea nggak punya urusan apa-apa lagi sama kak Daffa. Urusan Tea sama kak Daffa hanya urusan pekerjaan, " ucap Tea,m yang sedang menahan kegugupannya.

Something(Sekuel you Are Mine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang