Mohon maaf kalau jelek ceritanya
Dibaca yah guys🙏Tea sudah duduk manis di ruang kerjanya. Hari ini ia datang lebih awal, sekaligus menjadi hari keduanya bekerja.
Suara hentakan sepatu membuat Tea menoleh. Dari ujung pintu Daffa muncul sambil menelpon seseorang.
"Pagi, Pak!" ucap Tea mengulas senyum manisnya.
Daffa menghentikan langkahnya melirik Tea sebentar.
"Pagi, ikut ke ruangan saya sekarang!" ujarnya formal lalu berlalu.
Tea mendengkus, lalu mengikuti Daffa ke ruangan pria itu. Ini pertama kalinya menginjakan kakinya di ruangan Daffa. Bersih dan rapi adalah hal pertama yang bisa ia simpulkan.
Ruangannya lebih didominasi warna gelap, tetapi tidak meninggalkan kesan monoton. Di sepanjang jendela ada beberapa deret tanaman hias yang diletakan.
Tea duduk di depan Daffa, terhalang sebuah meja lebar yang merupakan meja kerja Daffa.
"Maaf soal kemarin, saya meninggalkan kamu di sini tanpa memberitahu apa pekerjaan yang harus kamu lakukan," ujar Daffa, wajahnya terkesan datar membuat Tea merasa seperti asing dengan pria itu.
"Kenapa, Kak Daffa seformal ini?" batin Tea.
"Iya, Pak tak masalah," balas Tea tak kalah datar.
"Baiklah, ini berkas yang harus kamu pelajari. Semuanya sudah direvisi oleh mantan asisten saya. Di situ hanya berisi jadwal-jadwal tugas serta agenda yang harus saya lakukan," jelas Daffa sambil membuka lembaran-lembaran yang terbungkus map berwarna biru.
"Baiklah, Pak. Saya akan mempelajarinya."
"Kalau begitu saya permisi," pamit Tea.
"Oh iya! Hari ini saya nggak ada jadwal ke mana-mana, jadi saya bakalan stay di kantor."
Tea mengangguk mengerti. "Baiklah, saya permisi," pamit Tea.
Daffa memandang punggung Tea yang telah hilang di balik pintu dan meremas rambutnya kasar. Sebenarnya ia tak ingin berbicara dan berlaku seformal ini, hanya saja ia sendiri bingung harus berekspresi seperti apa ketika berhadapan dengan gadis itu.
Jantungnya selalu berdetak kencang dan Ia terlalu takut untuk mengartikannya. Ia takut kalau ucapannya yang menganggap Tea sebagai adik bisa menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Apalagi melihat Tea yang semakin dewasa dan bertambah cantik.
Daffa menyalakan laptopnya membuka sesuatu yang sudah menjadi hobinya sejak dua hari ini. Apalagi kalau bukan sebuah gambar yang memperlihatkan Tea sedang mempelajari map yang baru diberinya tadi.
Ia memang memasang sebuah kamera kecil di ruangan Tea. Katakan Ia gila, akan tetapi itu adalah hal yang sangat menyenangkan. Pastinya Darman dan Tea tidak mengetahui ide gilanya itu.
Raut wajah Tea yang sedang serius membuatnya merasa gemas ditambah pipi chubbynya yang sengaja ia kembungkan, membuat ia ingin mencubitnya seperti yang biasa ia lakukan di London kala itu.
Daffa menghela napas, mengingat beberapa tahun belakangan ini ia sering ke London.Bahkan dalam sebulan, Ia bisa pergi dua kali alasannya karena perjalanan dinas. Akan tetapi sebenarnya Daffa mempunyai alasan yang lebih penting, apalagi kalau bukan bertemu Tea.
Pertemuan terakhir antara keduanya memang saat resepsi Ara dan Rian. Saat itu besar harapan Daffa untuk bertemu Tea, berhubung Tea selalu berusaha menghindarinya.
Akan tetapi Tea tak bisa dijangkau. Jangankan hanya untuk mengajaknya berbicara, bertatapan saja, sepertinya gadis itu enggan. Gadis itu benar-benar merealisasikan ucapnnya untuk menjauhi dirinya. Itu seakan-akan ada sesuatu yang hilang dari kehidupan Daffa yang pada saat itu susah untuk Daffa jabarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something(Sekuel you Are Mine)
ChickLitSTORY 2 Bisakah kamu membedakan mana yang harus jadi prioritas? Aku yang sebagai kekasihmu? Atau dia yang hanya merupakan sepupu angkatmu? Kenapa harus selalu aku yang mengalah Sedangkan dia selalu diutamakan Apakah ada sesuatu yang tak pernah kutah...