(2)Daffa Erlangga (Revisi)

17.2K 733 3
                                    

Daffa menatap malas, layar ponselnya yang berisi pesan dari sang Paman. Pesan yang memintanya untuk turut mewawancarai para pelamar pekerja hari ini. Padahal sudah berulang kali ia menolak mentah-mentah permintaan pamannya itu. Akan tetapi, Darman terus menerus meneror dirinya sehingga Daffa hanya bisa mengelus dada dengan sabar.

Daffa menyampirkan jas di tangan, mengunci pintu apartemennya lalu bergegas ke mobil. Ia harus berangkat lebih cepat agar  bisa mewakili Pamannya untuk memberi interview. Daffa berharap semoga saja tidak ada kemacetan pagi ini walau itu adalah hal yang mustahil bagi keadaan ibukota.

Daffa mengumpat memukul setir mobilnya dengan keras, melampiaskan emosinya saat harus terjebak macet yang begitu panjang seperti ini. Ia tak punya waktu lagi untuk melakukan wawancara apalagi dirinya sudah terlambat dari waktu yang dijadwalkan.

Daffa hanya cukup mempersiapkan telinga dan mengelus dadanya nanti, mendengar omelan Pamannya yang tak lain adalah Kakak kandung dari almarhum Papanya.

Perusahaan yang dikelola Pamannya adalah perusahaan keluarga dari Kakeknya Daffa yang tak lain adalah Seno Erlangga. Diambil alih oleh Darman Erlangga, sebagai yang sulung dan Daffa mewakili almarhum Papanya sebagai manager perusahaan.

Kemungkinan besar, perusaahan akan di serahkan pada Daffa ketika Darman sudah mengundurkan diri atau meninggal. Darman dan istrinya tidak dikaruniai seorang anak, mereka hanya mempunyai seorang putri angkat yang berprofesi sebagai model.

Daffa membelokkan mobilnya, masuk ke halaman parkiran setelah terjebak macet satu jam lebih. Langkahnya bgtu cepat ke lobi, berharap kegiatan wawancara belum selesai sambil sesekali melirik ke jam tangan yang ia pakai.

Brakkk........

Daffa terkejut saat merasakan dirinya menabrak seseorang. Ia melihat sosok wanita yang sedang bersimpuh sambil mengambil ponselnya yang sudah hancur.

Ia hendak berniat meminta maaf, tetapi sekali lagi ia dikejutkan dengan sosok yang berhadapan dengannya saat ini. Sosok yang sedang memandangnya dengan amarah sebelum berganti dengan raut terkejutnya.

Degup jantung Daffa kembali berdetak kencang, bahkan dirinya tak tahu apa yang penyebabnya. Keduanya berhadapan, saling bertukar tatapan. Daffa sangat merindukan gadis didepannya ini, gadis yang menjaga jarak dengannya selama 6 tahun belakangan ini.

"Hai, Tea, apa kabar?" sapa Daffa terdengar kaku dan tidak dibalas oleh gadis itu

Lidahnya kelu untuk mengajak Tea untuk berbicara lebih. Bahkan hingga gadis itu berlalu dari hadapannya, Daffa hanya bisa memandang punggung Tea sambil menghela napas berat.

Daffa tak mengungkiri, Tea semakin cantik dengan blouse peachnya. Wajah gadis itu bertambah dewasa ditambah dengan riasan yang melekat pada wajah bulatnya.

Daffa mengulum senyum, sepertinya Ia tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Apalagi saat melihat Tea berada di perusahaannya ini.
Ia segera berlari menuju ke ruangan Pamannya yang berada pada lantai atas. Dirinya terlalu semangat sampai menghiraukan beberapa sapaaan dari para karyawan.

Pintu lift terbuka, langkah kakinya dipercepat membuka pintu ruangan Pamannya, membuat sang pemilik terkejut dengan tamu tak sopannya.

"Tak bisakah kamu mengetuk pintu dulu?" tanya Darman lebih ke sindiran pada sang ponakan.

Daffa mendengkus, mengambil duduk dihadapan sang paman sambil mengatur nafas yang tersengal-sengal akibat berlari.

"Apa Paman yang mewawancarai para pelamar tadi?" tanya Daffa tak sabaran.

Darman mendengkus, mengabaikan pertanyaan Daffa dengan sibuk membaca berkas-berkas pentingnya.

"Astaga Paman, apa salahnya dijawab." Daffa terlihat frustasi.

Something(Sekuel you Are Mine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang