Tea tertawa saat mendapati wajah April yang sudah dipenuhi coretan bedak, akibat ulah Dio yang sengaja mencoreti wajah April yang sedang tertidur pulas di atas karpet."Aunti kenapa tertawa?" tanya April seraya mengusap matanya.
Tea meredakan tawanya. "April lihat wajah April di cermin, ya," kata Tea sambil menyodorkan cermin kecil ke wajah April.
"Kok wajah April kayak begini?" tanya April polos.
"Ini ulah siapa?" tanya April lagi masih dengan cermin di tangannya. Wajahnya cemberut lucu, sehingga dengan gemas Tea mencubit bibir April.
"Pasti ulah Kak Dio 'kan?" tanya April menatap sang kakak yang berpura-pura dengan remote di tangannya.
"Kakak ayo jawab! " April mengambil bantal sofa dan melemparkannya ke arah Dio.
"Kak Dio cepat minta maaf!" rengek April dengan menangis.
"April sayang, sini sama aunti. Kita mandi, ya sudah sore juga," ajak Tea sambil meraih tangan April yang sibuk memukul kepala Dio dengan bantal di tangannya.
"April, Dio!"
Suara itu membuat ketiganya menoleh. April dengan sigap langsung berlari ke arah Daffa yang langsung digendong oleh Daffa. Bocah cilik itu kembali menangis sambil menyandarkan wajahnya pada dada Daffa.
Daffa menatap Tea yang dibalas tatapan datar dari gadisnya itu. Tea terlihat tak acuh dengan kedatangan Daffa, ia malah merapikan beberapa permainan April yang berserakan di lantai dan menyimpannya kembali dalam kotak permainan.
"April ayo mandi! Nanti dimarahi Bunda, loh," bujuk Tea.
April menggeleng, malah mempererat pelukannya pada Daffa.
"April mandi dulu, ya nanti setelah mandi om Daffa bakalan ajak jalan-jalan," bujuk Daffa lembut.
April menatap Daffa dengan wajahnya yang dipenuhi air mata "Benaran om?" tanyanya.
Daffa tersenyum lalu mengangguk.
April pun menurut lalu Daffa secara perlahan menurunkannya dari gendongannya.
"Mau Aunti mandiin atau sama bibi?" tanya Tea.
April bersedekap dada. "April mau sama bibi saja. Aunti sudah jahat jahilin April," tukasnya dengan bibir yang dimajukan kedepan.
Tea tertawa kecil, menatap punggung April yang telah berlari sambil berteriak memanggil Bibi.
Daffa pun ikut tertawa lalu matanya beralih ke arah Tea yang akan beranjak dari duduknya. Daffa dengan cepat menarik tangan Tea membuat langkah gadisnya berhenti.
"Tea, kakak mau bicara," lirih Daffa.
Tea menoleh melepaskan tangannya yang digenggam Daffa dengan sedikit kasar. "Bicara apa?"
Daffa melirik ke arah Dio yang masih begitu konsentrasi dengan acara nontonnya.
"Kita bicara di luar," ajak Daffa.
"Aku lagi nggak mood ngobrol sama kakak."
"Tea kakak mau jelasin kejadian tadi," lirih Daffa memelas, berusaha menarik kembali tangan Tea yang kembali ditepis gadis itu.
"Apaan, sih, Kak? Nggak usah maksa, deh! Tea nggak mau bicara sama kakak, jadi kakak nggak perlu maksa Tea sperti ini!" protes Tea kesal.
"Ada apa ini?" tanya Rian yang baru saja pulang dari diikuti Ara dari belakang.
Keduanya memandang Daffa dan Tea dengan penuh pertanyaan. Terlebih Ara menatap penuh ke arah sang Adik yang hanya mengedikkan bahunya tak acuh.
"Ngapain lo di sini?" tanya Rian pada Daffa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something(Sekuel you Are Mine)
ChickLitSTORY 2 Bisakah kamu membedakan mana yang harus jadi prioritas? Aku yang sebagai kekasihmu? Atau dia yang hanya merupakan sepupu angkatmu? Kenapa harus selalu aku yang mengalah Sedangkan dia selalu diutamakan Apakah ada sesuatu yang tak pernah kutah...