11(Revisi)

6.9K 382 1
                                    

Mudah-mudahan stori yang ini bisa selesai tepat waktu dan bisa tembus jutaan view dan vote 🙏🙏🙏🙏

Hari ini adalah hari Minggu, waktu yang seharusnya Tea masih bergelung dengan selimut tebalnya. Kenyataannya  malah terjebak di taman dengan Rumi yang saat ini sedang melahap bubur ayam di pinggir taman.

Keduanya memang selesai lari pagi atas paksaan Rumi yang entah darimana bisa tahu alamat rumahnya.

"Sudah nggak usah cemberut begitu mukanya," kata Rumi sambil mengunyah bubur dalam mulutnya.

Tea tak menggubris ucapan Rumi, lebih memilih  mengaduk buburnya dengan bibir yang tak berhenti mengomel.

"Astaga mulutnya bisa diem nggak, sih?" Rumi bertanya balas menatap Tea dengan jengkel.

"Kamu, sih pake ngajakin lari pagi segala, padahal seharusnya aku masih tidur tahu!" cibir Tea.

Rumi mendelik. "Berkeringat itu sehat, loh. Lagian kamu juga butuh olahraga soalnya badan kamu itu dudah kecil plus kerempeng lagi," ujar Rumi santai.

Tea memberikan tatapan tajam pada Rumi, seandainya jika Rumi bukanlah sahabatnya pasti sudah Tea pastikan kalau Rumi akan berakhir di segitiga bermuda.

Enak saja dirinya dikatakan kecil dan kerempeng sedangkan aslinya tubuhnya memang tak terlalu tinggi agak sedikit kurus, bukan kerempeng seperti yang dikatakan Rumi.

"Sudah jangan kelamaan makannya! Aku sudah keringetan banget, nih," kata Tea kesal.

"Iya ini juga sudah mau habis, kok," ujar Rumi sambil menegak teh hangatnya hingga tandas.

Setelah menikmati bubur ayam, keduanya berjalan pulang ke rumah Tea karena Rumi akan menginap malam ini bersama Tea.

"Eh, itu bukannya pak Daffa sama Mbak Stella?" tanya Rumi sambil menunjuk ke arah pasangan di seberang jalan yang kelihatan juga sedang berlari.

Mata Tea memicing melihat ke dua sosok manusia yang ditunjuk oleh Rumi. Daffa dan Stella memang sedang berlari bersama sesekali keduanya tertawa bersama.

Entah apa yang membuat Tea merasa tak suka dengan apa yang dilihatnya. Ia memilih berjalan cepat meninggalkan Rumi yang hanya berdecak sebal karena ditinggal.

                                           **********

"Aku dengar-dengar kamu akan ke Bali selama seminggu," ucap Stella mengusap peluh di dahinya.

Daffa mengangguk. "Aku ada proyek besar di sana."

"Sama siapa ke sana? Mau aku temani?"

Daffa menatap Stella dari samping.

"Memang kamu nggak ada jadwal pemotretan?"

Stella tersenyum manis. "Aku bisa ijin sekalian aku mau habisin waktu sama kamu," ucapnya.

Ucapan Stella tak berpengaruh apapun terhadap Daffa. Ia sampai bingung dengan perasaannya sendiri, kenapa sekarang tak ada rasa deg-degan lagi ketika ia bersama Stella.

Bukankah Wanita di sebelahnya ini first lovenya?

"Kok diam?" rengek Stella.

"Nggak usah ijin hanya karena buat nemanin aku! Pekerjaan kamu lebih penting dari segalanya."

"Aku 'kan  mau nemanin kamu." Stella berujar manja membuat Daffa sedikit geli mendengarnya.

"Nggak usah Stell, Kita bisa lain kali jalan bareng lagi. Lagian aku cuman seminggu di sana," bujuk Daffa.

"Terus kamu berangkatnya sama siapa?"

"Aku sama Tea."

"Apa? Sama asisten kamu?" tanya Stella berang.

"Iya, aku jalan sama Tea."

"Enggak! Enggak bisa pokoknya," ucap Stella sambil menggeleng kepalanya.

Ia tidak suka dengan ucapan Daffa yang dengan santainya ingin mengajak asistennya ke Bali?

Berduaan? Oh tidak! Itu tidak akan ia biarkan.
Kehadiran Tea sebagai asisten Daffa saja sudah membuat Stella geregetan sendiri. Ia merasa posisinya akan tergeser dengan kedatangan gadis itu dan itu tidak akan terjadi.

"Kenapa nggak bisa? Bukannya dia asisten aku? Jadi, nggak salah dong kalau dia ikut aku ke mana saja," kata Daffa.

"Bukan  berarti kamu ngajak dia, Daff. Kamu bisa saja ngajak Aron daripada gadis itu."

"Nggak bisa Stell. Aron sibuk dengan kerjaannya dan aku rasa nggak ada salahnya ngajak Tea. Dia asisten aku 'kan?"

Stella menatap marah Daffa. "Aku bilang nggak, ya nggak! Pokoknha kamu nggak boleh jalan sama Tea!"

"Kamu kenapa, sih?" tanya Daffa menatap Stella yang sepertinya sedang frustasi saat ini.

"Aku nggak mau kamu pergi sama Tea!" teriak Stella.

Keduanya sudah menjadi pusat perhatian sekarang, apalagi ditambah Stella yang sering keluar masuk layar kaca.

Daffa menghela napasnya pasrah, menarik tangan Stella berjalan menuju mobilnya yang memang ia sengaja parkir dekat taman sebelum keduanya berlari tadi.

"Aku minta jawabannya sekarang!" tuntut Stella saat mobil Daffa sudah meninggalkan taman.

Daffa melirik Stella sekilas. "Jawaban apa lagi Stell?"

"Tentang kepastian hubungan kita, bukannya kamu sudah bilang kalau kamu akan ngasih jawabannya?"

Daffa terdiam baru ingat kalau ia memang harus memberi jawaban pada Stella, tentang permintaan Stella yang meminta keduanya berhubungan kembali.

"Kenapa kamu diam? Aku butuh jawabannya sekarang!" tuntut Stella.

"Kita bisa bicarakan ini nanti Stell! Sekarang aku antar kamu pulang!" kata Daffa datar

"Jangan selalu mengelak Daffa! Aku mau jawabannya sekarang! Aku wanita dan aku benci menunggu ketidakpastian dari kamu."

Daffa menghela nafasnya pasrah, tangan kirinya menggenggam tangan Stella, membuat wanita itu sedikit terkejut ketika tangannya disentuh.

"Aku akan kasih jawabannya setelah aku pulang dari Bali aku janji," ucap Daffa.

Entah kenapa melihat wajah murung Stella membuat ia tak tega terhadap wanita yang pernah singgah dihatinya itu.

Stella tersenyum ikut membalas genggaman tangan Daffa. "Aku pegang janji kamu."

Daffa mengangguk kecil berharap keputusannya tidak berdampak buruk terhadap apa pun.

Berbeda dengan Stella yang tersenyum miring. Ia tak bodoh memahami sifat Daffa sekarang, apalagi semenjak kedatangan asisten barunya itu.

Ia terlalu mengenal Daffa, pria itu tidak gampang mempercayakan orang untuk menjadi asistennya. Apalagi gadis tak jelas seperti Tea dan Stella yakin pasti ada sesuatu yang terjadi antar keduanya sehingga Daffa mati-matian meminta gadis itu menjadi asistennya.

"Kapan kamu berangkat?" tanya Stella setelah keheningan cukup lama melanda keduanya.

"Aku berangkat lusa."

"Aku harap kamu nggak lama-lama di sana, karena aku sudah nggak sabar dengar jawaban dari kamu." Stella terlihat bersemangat.

Daffa hanya tersenyum tipis tidak tahu kenapa ia merasa bimbang sekarang. Sebelum Tea datang iamemang sudah mempertimbangkan akan menerima Stella kembali meski keduanya harus backstreet lagi.  Sekarang rasanya begitu berat, ia sudah menjatuhkan hatinya lagi untuk Tea dan kemungkinan besar akan menjadikan Tea kekasihnya.

Mengingat Stella?

Ia sudah tak bisa bersama Stella dan  sudah tak merasakan lagi hal yang menurutnya nyaman bersama wanita disampingnya ini. Lagian walaupun ia menerima Stella tidak mungkin bukan Pamannya akan menyetujuinya?

Something(Sekuel you Are Mine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang