5(Revisi)

10.7K 591 2
                                    

Dibaca donk guys🔥🔥🔥🔥

Tea mengikuti Daffa dari belakang. Ia merasa enggan berjalan berdampingan dengan pria yang sudah menolak perasaannya.

Ia bukan membenci Daffa karena Daffa hanya menganggapnya adik. Justru ia sedang melatih dirinya seperti beberapa tahun yang lalu, di mana ia harus bisa melupakan perasaannya.
Masa usahanya bertahun-tahun yang mulai berhasil harus gagal karena sekarang ia harus terjebak menjadi asisten Daffa.

"Ini ruangan kamu!" kata Daffa menunjuk sebuah ruangan berkaca tanpa pintu.

Tea  mengamati ruangan yang akan menjadi tempatnya bekerja nanti. Tempatnya kelihatan nyaman karena dibelakangnya langsung berhadapan dengan balkon yang dihiasi berbagai bunga hidup.

Di samping ruangannya ada ruangan terpisah yang ia yakini merupakan ruangan Daffa, bosnya.

"Semoga kamu betah bekerja di sini," ucap Daffa menatap Tea yang masih sibuk mengamati ruangan kerjanya.

"Ah ya! Tentu, Pak," jawab Tea formal.

Ia merasa canggung dengan situasi formal antar keduanya. Oh ayolah! Dulu keduanya selengket lem dan kertas, lalu kenapa sekarang jadi begini?
Apa karena ungkapan perasaannya saat itu?

Ah, kalau tahu begitu ia tak akan nekat mengungkapkan perasaannya, walau sudah terjadi tanpa sengaja, karena pria itu sendiri yang mendengar pembicaraannya dengan Ara.

"Tea!" panggil Daffa.

Tea menoleh, menaikan alisnya saat melihat Daffa yang berdiri sambil menggaruk tengkuknya .

"Iya, Pak."

Daffa terdiam, kata-kata yang sudah ingin ia ucapkan mendadak hilang. Apalagi saat melihat Tea yang kini semakin cantik dan terlihat dewasa.

"Pak..." panggil Tea membuyarkan lamunan Daffa.

Daffa tersenyum malu. " Semoga kamu betah," ucapnya lalu berlalu masuk keruangan, meninggalkan Tea yang kelihatan bingung dengan sikapnya.

                                  ***********

Daffa berjalan mondar-mandir di ruangannya, sesekali ia mendengkus merasa malu dengan tingkahnya tadi. Daffa sampai bingung dengan dirinya sendiri yang terlarut menatap wajah Tea. Mata hitam Tea, seolah-olah membawanya pada sebuah perasaan yang Daffa saja tak mengerti apa artinya.

Daffa tak bisa menyangkal hanya dengan melihat Tea sekilas jantungnya berdetak tak normal. Ia ingat perasaan yang ia rasakan saat ini hampir sama saat ia menatap Ara dan saat ia mencintai seorang wanita pada masa lalunya.

Akan tetapi kenapa perasaannya muncul pada Tea?
Apa ia kembali jatuh cinta pada gadis yang sudah ia anggap sebagai adik?
Atau mungkin ini hanya hal biasa bagi seorang pria, ketika melihat seorang gadis cantik?

"Arghh!" Daffa terlihat frustasi sebaiknya ia segera ke ruang rapat daripada harus mendapat omelan dari Pamannya.

Daffa keluar dari ruangan, melewati Tea yang terkejut karena Daffa membanting pintunya secara kuat.

"Astaga," ujarnya sembari mengelus dada.

Syukurlah ia tak punya riwayat penyakit jantung, kalau tidak mungkin Ia sudah berakhir di brankar rumah sakit.

Tea bersandar pada kursinya,  sedang berpikir apa yang harus ia kerjakan saat ini. Daffa bahkan belum memberikan file atau apa pun itu yang berhubungan dengan tugasnya.

Ia jadi merasa bosan sendiri seperti ini, bahkan tidak ada yang biasa diajak ngobrol akibat ruangannya yang berada di lantai empat. Lantai teratas yang ada hanya Pak Darman dan sekretarisnya seorang pria.

Something(Sekuel you Are Mine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang