Chapter 11

4.1K 566 26
                                    

"Kamu tadi sangat hebat!"

Mata kedua anak itu berbinar sangat bahagia. Araya hanya mengabaikan mereka, dia sibuk mengerjakan tugas sejarah dari guru.

'tuliskan di catatan, lalu pindahkan ke buku tugas...ini guru minta di lempar dari Gedung, ya.'

Dia menarik pemikirannya tentang betapa bagusnya kembali ke masa sekolah. Untuk bagian 'Tugas' ini dia benar-benar frustasi. Jika jawaban soalnya ada dibuku itu akan muda, tetapi jika jawabannya malah harus mencari diberbagai website, dia ingin mengamuk detik ini juga.

"Araya...kamu marah pada kami?" Tanya Viona dengan wajah sedih.

"Menurutmu?"

Viona tersentak kaget. "Ini memang salahku. Awalnya sih aku cuma mau ajak kamu keliling blok itu sampai lelah, tapi tidak ku sangka para preman malah ada disana. Itu bukan perbuatanku, aku bersumpah!"

"Tidak perlu bersumpah, aku tahu itu bukan kamu."

"Benarkah? Jadi kita masih berteman, kan?"

"Entahlah. Berteman dengan orang yang seperti kamu lumayan berbahaya, aku benci masalah."

"Tapi...aku benar-benar menyesal dan serius ingin berteman dengan kamu. Tolong terima aku kembali."

Araya menaruh bolpoin miliknya dan berbalik memandang wajah gadis itu. "Baik, tapi ini kesempatan terakhir."

"Terima kasih," ucap Viona bersemangat.

Sam hanya berdiri disamping sebagai penonton. Tidak mungkin dia memeluk gadis itu juga, itu tidak sopan.

Viona memindahkan kursi dan tasnya ke samping Araya, jadi mereka bisa duduk dengan posisi yang dekat. Sam duduk di bagian depan meja Araya, jadi posisi ketiga orang itu cukup bagus.

Setelah belajar seharian itu. Jam pulang datang, Araya diseret oleh Viona untuk pulang bersama. Di depan gerbang, mobil yang akrab sudah terparkir didepan sana.

"Itu mobil keluarga Aditya, kan?" Viona menyenggol lengan Sam didekatnya.

"Iya. Tapi yang ku tahu, anak keluarga Aditya hanya ada satu dan masih di sekolah kanak-kanak."

"Lalu kenapa mereka disini? Seperti sedang menunggu seseorang."

"Terlihat begitu."

Araya mengabaikan diskusi mereka dan langsung berjalan didepan pintu. Jendela didepannya perlahan turun dan menunjukkan kepala seseorang. Alexi mendongak dan tersenyum lebar pada gadis itu.

"Kakak!" Bocah itu langsung mengulurkan tangannya dan memeluk leher Araya, gadis itu tidak menunjukkan perasaan kesal karena dirinya dalam posisi itu.

"Alexi."

"Kakak, mereka siapa?" Tanyanya sambil menunjuk ke arah dua orang dibelakang gadis itu.

Alexi tidak suka jika Kakak perempuan cantik-nya berada didekat orang lain. Matanya dengan tajam menatap kedua orang itu, sayangnya Araya tidak melihatnya.

"Teman."

"Teman?" Bocah itu mengulangi kata yang sama. "Teman Kak Araya adalah teman ku juga."

Araya mengusap kepala anak kecil itu. "Pintar."

Alexi tidak berniat melepaskan dirinya dari leher gadis itu. Araya juga tidak masalah, berat anak ini tidak terlalu membebankan dia. Dia hanya menggendongnya dan berjalan ke arah dua orang yang masih terkejut.

Viona dan Sam tahu bahwa keluarga mereka sering membicarakan tentang keluarga Aditya yang memiliki banyak aset di berbagai bidang. Termasuk orang terkaya di dunia dan terkenal.

Keluarga Aditya hanya memiliki satu pewaris tunggal yang akan menjadi Kepala keluarga berikutnya.

[Alexi Aditya]

Walau baru berumur beberapa tahun, ada berita yang memberitahu bahwa Alexi mampu menyelesaikan perhitungan rumit yang bahkan profesor terkenal tidak tahu caranya. Dia dianggap anak jenius. Tetapi Alexi memiliki sifat tertutup dan tidak suka bergaul.

Sekarang keduanya di hadapkan dengan Alexi yang itu. Mereka mengigil ketakutan saat melihat sepasang mata yang dingin, bukan seperti anak kecil.

'Dia monster!!'

"Apa yang sedang kalian lihat? Wajah kalian terlihat aneh," ujar Araya perihatin. Anak-anak seperti mereka pasti kurang makan dan akhirnya lemas. "Pulang dulu dan makan dengan baik. Anak-anak masih harus tumbuh."

"I-Iya...kami pamit pulang dulu!"

Viona menarik tangan bocah itu dan melarikan diri dari sana. Araya hanya melihat mereka pergi dan sedikit bingung.

"Jangan lihat lagi, aku cemburu!"

Alexi menutup mata gadis itu. Saat Araya menurunkan tangannya, bocah itu mengerucutkan bibirnya cemberut.

"Ayo pulang."

Araya membawanya masuk ke dalam mobil. Mereka pergi meninggalkan area sekolah. Di dalam mobil, Araya tertidur karena tenaganya cukup terkuras dalam beberapa hari ini.

Alexi tetap patuh di pangkuannya. Sambil tangannya memainkan rambut atau jari gadis itu.

"Kakak hanya bisa jadi milikku saja."














Bersambung....

You Are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang