Di dalam ruangan gelap. Araya menatap dirinya yang berdiri seorang diri dari lapisan cermin. Sosoknya yang penuh dengan noda darah musuhnya masih segar menetes di lantai.
'ini alam bawah sadarku rupanya,' batin gadis itu.
Dia bisa merasakan dirinya tidak berpijak pada lantai atau tanah. Badannya ringan dan dia tidak bernafas.
Alam bawah sadar setiap orang berbeda yang menunjukkan seperti apa mereka. Dia hanya kegelapan di setiap sisi memandang. Apalagi sekarang tubuhnya penuh noda darah dari musuhnya, di tangannya belati yang masih meneteskan darah.
Saat dia memejamkan matanya dan membukanya sekali lagi. Dia kembali melihat langit-langit kamarnya.
"Kakak sudah bangun?"Alexi menunjukkan senyum lebar. "Ayo sarapan bersama!"
Araya mengusap matanya dan perlahan bangun. Dia mengusap kepala Alexi lembut dan masuk dalam kamar mandinya.
Di dalam kamar mandi, dia menyaksikan dirinya dari pantulan dan menyentuh cermin. "Tidak berdarah."
••
Sarapan bersama sudah menjadi kegiatan rutin setiap orang dalam rumah ini. Tuan dan Nyonya Aditya akan menyempatkan waktu mereka untuk makan bersama di sela-sela kesibukan mereka sebagai pengusaha.
Alexi memakan sarapannya dengan lahap di bawa suapan Araya. Bocah itu semakin lengket dengannya setiap hari.
Tuan Aditya melihat hal itu hanya diam. Dia tidak bisa melarang putranya karena anak itu setelah sekian lama akhirnya menunjukkan senyum bahagia tidak seperti dulu.
Alexi sepertinya sudah mengukir dalam alam bawah sadarnya bahwa Araya adalah kakaknya.
"Aku kenyang." Alexi berkata dan mengusap perutnya.
"Jangan lupa minum susu." Ucap Araya. Dia mengambil piringnya dan makan setelah memberi makan Alexi.
Setelah sarapan pagi. Keduanya naik ke mobil dan pergi ke sekolah. Di dalam mobil, Araya memejamkan matanya yang sedikit berat karena kurang tidur. Selama beberapa hari misi yang diberikan padanya, dia harus pulang pagi-pagi buta dan besoknya pergi ke sekolah lagi.
"Nona terlihat lelah," ujar sopir yang melihat dari kaca.
"Iya. Tugas menumpuk dan tidur tengah malam." Ujar gadis itu berbohong.
"Belajar itu baik, Nona. Tetapi anda juga harus memastikan kesehatan anda sendiri." Ujar Sopir.
"Terima kasih atas perhatian, Paman." Ucap Araya.
Mobil lebih dulu singgah mengantar Alexi di TK dan mengantar Araya ke sekolah. Setelah sampai di sekolah, gadis itu turun dan masuk ke dalam sekolah.
Tiba-tiba Alvian datang dan memberikan beberapa buah untuknya. "Makan ini dulu. Kamu terlalu kurus."
Araya menatap kantongan plastik berisi buah di tangannya dengan teliti.
[Racun tidak terdeteksi!]
Gadis itu lalu mengambil buah anggur dan memakannya. Rasa asam dan manis menyatu ke dalam mulutnya.
"Ini enak."Alvian Baskara, salah satu dari anak pengusaha terbesar di dunia dan ketua kelas di kelasnya. Dia tinggi dan tampan dengan mata kecoklatan yang jernih.
"Bagaimana tentang ajakan Les Matematika?" Tanya Alvian saat keduanya memasuki area lorong sekolah.
"Tidak ikut." Jawab Araya singkat.
"Kenapa?" Alvian masih bertanya.
"Itu membosankan. Lagipula Ayah angkat ku itu dokter dan keahlian matematika dia lebih baik." Ujar gadis itu berbohong.
"Begitu yah.." Alvian akhirnya mengalah dan tidak bertanya lagi.
Keduanya memasuki kelas dan langsung duduk di tempat mereka masing-masing. Araya melipat kedua tangannya di atas meja dan langsung tidur.
Tidak ada yang mencoba mengganggunya karena kelihatan sekali kalau gadis itu sangat kurang tidur.
•••
Setelah jam istirahat berbunyi. Araya membuka matanya dan bangkit dari kursinya. Gadis itu keluar kelas dan melewati beberapa murid. Langkah kakinya berjalan menuju ke gedung belakang.
Sesampainya di sana, gadis itu melipat kedua tangannya menunggu. Tidak butuh lama, beberapa sosok berpakaian hitam dengan senjata berupa pistol dan belati di tangan mereka mulai keluar dari kegelapan.
Araya mengangkat tangannya ke depan dan sebuah tombak hitam segera muncul. Ujungnya yang tajam berkilau di bawah cahaya matahari.
"Beraninya kalian datang membawa nyawa kalian padaku."
Salah satu orang yang menjadi pimpinan kelompok itu langsung maju lebih dulu.
"Serahkan batu ajaib itu pada kami!!""Batu Ajaib?" Araya mengerutkan keningnya. Dia tahu soal batu yang di teliti oleh kedua orang tuanya itu. Batu itu sudah tidak ada fisiknya karena kedua orang tuanya memasukkan batu merah yang mengandung kekuatan dahsyat itu ke dalam tubuh anak kandung mereka sendiri.
"Rupanya kalian tahu soal identitas ku." Araya langsung melompat ke depan saat seseorang diam-diam menembak jarum bius padanya.
Bam!
Sebuah ledakan segera muncul yang mengejutkan para murid dan guru yang ada di dekat sana.
"ADA TERORIS!!" Teriak seorang murid yang ketakutan dan panik.
Segera Araya muncul dengan rambut sedikit berantakan dan membawa botol lab di tangannya.
"Maaf itu tadi ledakan karena uji coba ku gagal." Ucapnya dengan senyum bersalah."Benarkah? Kamu tidak apa-apa kan, nak?" Tanya guru yang datang dan memeriksa keadaan.
"Iya. Maafkan saya sudah membuat semua orang panik."
"Untunglah jika kamu baik-baik. Semuanya bisa tenang dan bubar." Ucapnya pada murid-muridnya yang lain.
Araya melambaikan tangannya hingga tidak ada lagi orang di area belakang. Dia berbalik dan berjalan ke gedung belakang. Beberapa mayat sudah berserakan dan beberapa lagi sekarat.
Araya datang dan menginjak punggung penyerangnya itu. "Harusnya tuan kalian tahu bahwa batu itu sudah tidak ada karena sudah di olah oleh kedua orang tua ku."
"Uhuk... bagaimana kamu bisa tahu?!" Tanyanya.
"Karena benda itu ada dalam diriku." Setelah mengatakan itu dia langsung membunuh orang itu cepat.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Mine
FantasyPria itu Terlalu Gila! Alexi Aditya, seorang bos berat atau tiran menakutkan yang mengikatnya. Alexi selalu berpikir bahwa Ara akan menghilang dan meninggalkannya, jika dia sedikit saja melepaskan ikatannya. **** Ara. Hanya Ara saja. Gadis yang dite...