CHAPTER 22

2.4K 349 17
                                        

Araya membuka perban di bahunya. Saat perban itu jatuh ke lantai, luka tembakan di bahunya sudah sembuh total. Hanya bekas kemerahan saja yang terlihat.
"Apa sistem mu tidak punya obat untuk luka begini?" Tanyanya.

[Luka anda tidak terlalu mengancam nyawa anda, kan. ]

Araya mendengus marah dan memakai pakaiannya kembali. Dia berjalan keluar dari kamar mandi dan melihat Alvry yang sedang duduk di atas kasurnya.

"Lukanya sudah sembuh?" Alvry terkejut saat tidak melihat ada bagian perban di tubuh gadis itu. " Kamu benar-benar manusia,kan?"

"Diam saja." Ujar Araya dan duduk disampingnya. "Aku harus kembali ke rumahku. Bos pasti akan curiga jika kamu sering tidak terlihat hadir di sela-sela pertemuan kalian."

"Bagaimana denganmu?"

"Aku sudah sehat."

"Kalau begitu aku akan mengantarmu."

"Terima kasih."

Alvry membawa Araya masuk ke dalam mobilnya. Mereka segera meninggalkan halaman rumah Alvry yang letak rumahnya berada di pinggiran laut dengan hutan yang menutupi sebagian areanya.

Di dalam mobil Araya mengambil ponselnya yang sudah beberapa hari tidak dia pakai, karena Alvry berkata orang sakit butuh banyak istirahat dan jauh dari radiasi ponsel.

Saat ponselnya di aktifkan berbagai jenis notifikasi masuk. Araya melihat panggilan tidak terjawab entah berapa banyak yang setiap jam di lakukan oleh Alexi.

'Anak itu sepertinya sangat khawatir karena dia tidak di rumah.' batin Araya sedikit tersentuh.

Dia juga melihat pesan dan panggilan dari Nyonya Aditya.

(Dimana kamu? Bukankah perkemahan mu masih beberapa waktu?)

(Kamu harus segera pulang! Alexi tidak mau makan jika kamu tidak ada!)

(Maaf, aku baru tahu kalau suamiku memberikanmu misi.)

(Jika kamu sudah membaca pesan ku nanti. Segeralah pulang,  Alexi mulai kehilangan kendalinya!)

Araya mengerutkan keningnya dengan pesan yang diberikan untuknya. Perasaannya mulai berubah menjadi buruk.
"Percepat!" Ucapnya keras pada Alvry.

"Ada apa?" Tanya pemuda itu sedikit kaget.

"Ada sesuatu yang terjadi di rumah. Aku harus segera pulang!" Seru gadis itu.

"Aku mengerti!"

Gadis itu segera mengambil sweater di kursi belakang milik Alvry untuk menutupi bagian lukanya yang akan terlihat jika ada saat dia membungkuk. Dia takut jika Tuan Aditya akan curiga padanya.

•||•

Di dalam kamarnya, Alexi memegang pisau yang penuh darah karena dia telah melukai banyak pelayan yang mencoba mendekatinya beberapa saat lalu. Mata anak itu kini terlihat kosong dan hampir ke arah gila dengan senyum iblis di wajah tampannya.

"Dimana kamu...aku benar-benar akan membunuh semua orang disini, loh."  Ujar anak itu pada foto yang ada di tangannya. Foto Araya yang memeluk Alexi di taman bunga samping Mansion.

Tok!

"Baby? Ini ibu, nak. Bisakah kamu keluar dan makan? Kamu sudah mengurung diri 3 hari ini!" Ujar sang ibu dari balik pintu.

"JANGAN COBA-COBA KAMU MASUK KE DALAM SINI JIKA TIDAK AKU AKAN MEMBUNUHMU!" Teriak Alexi kesetanan.

"Alexi?! Kamu jangan buat ibu sedih nak. Araya akan segera pulang, kamu tidak mau kan dia lihat kamu berantakan?" Ibunya segera menggunakan nama Araya untuk membujuk putranya.

"Ibu bohong! Kak Ara sudah pergi meninggalkan ku!! Dia sudah tidak sayang sama aku!" Teriak Alexi marah.

Sesaat dibalik pintu tiba-tiba menjadi tenang. Alexi mendengar suara pintu di buka dan seseorang masuk ke dalam.

"Aku kan sudah bilang jangan ada yang berani masuk!!" Saat dia berbalik. Tubuhnya seketika membeku bahkan pisau di tangannya jatuh ke lantai hingga terdengar suara dentingan.

Sosok yang masuk itu melangkah ke depan dan menendang pisau di lantai menjauh. Dia menarik tubuh Alexi ke dalam pelukannya.
"Aku pulang, Lexi."






Bersambung...

You Are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang