Bagian 21

5.4K 314 28
                                    

"Jadi foto anak perempuan di ruang keluarga lo itu Keysha? Juga kamar yang lo larang gue masuk itu kamar Keysha?" tanya Melody. Setelah kejadian tadi, mereka beristirahat sejenak. Duduk di rooftop memandang langit malam. Yang entah kenapa bintang di langit tampak sepi. Seperti tahu akan keadaan hati Alden.

"Hmm... Waktu itu Keysha jatuh sakit. Singkat cerita dia udah di fase kritis. Dokter pun sudah berusaha sekuat tenaga mereka. Gue masih kecil waktu itu. Gue hanya bisa nangis sambil mengelus rambut adek gue..." Alden menarik napas dalam. Masih terngiang dikepalanya kejadian beberapa tahun silam.

"Kalo lo belum siap untuk cerita gak papa kok Al. Gue bakal tunggu sampe lo mau cerita. Yaa walaupun gue gak bantu banyak. Tapi setidaknya dengan lo cerita hati lo bisa lega." ujar Melody menatap Alden yang sedang bersedih.

"Gue tau kalo Keysha gak bakal lama lagi disamping gue. Dia.. Dia nyebut nama gue, papa, mama. Gue marah. Kenapa bokap nyokap gue gak pulang ke Indonesia.. Kenapa mereka ninggalin Keysha disaat-saat terakhirnya.. Gue cuma bisa kasih alasan ke adek gue.. Bilang kalo papa mama sedang di jalan.. Padahal gue sendiri gak tau mereka dimana saat itu.. Dan sampai akhirnya.. Keysha nyuruh gue meluk dia.. Gak lama.. Key.. Keysha udah gak ada.." Alden mengusap wajahnya kasar. Ada sesuatu yang tertahan di tenggorokannya. Kenangan pahit yang menghantuinya sejak kecil. Hanya sepi yang menemani kala itu. Tanpa peluk kedua orang tuanya.

"It's okay. Gue yakin Keysha udah tenang disana Al. Gue yakin dia bangga punya kakak yang sayang sama dia. Bahkan sampai akhir hayatnya." ujar Melody menghibur hati Alden.

"Dan gue juga yakin bokap nyokap lo ada alasan sendiri. Lo harus bicara sama mereka. Hati ke hati." sambung Melody menunjuk hatinya dan hati Alden.

....

Cukup lama Melody memandangi Alden. Sinar rembulan malu-malu menerangi wajah tampan Alden.
Detak jantung Melody tak karuan. Aneh. Tidak biasanya Melody seperti ini. Dengan cepat gadis itu memalingkan wajahnya. Sebelum Alden menyadari bahwa wajahnya sudah memerah.

"Thanks" ujar Alden pendek. Benar kata Melody. Bercerita memang sangat ampuh. Semakin lega hati Alden saat ini.

"So?  Gimana pertemuan keluarga lo malam ini?" tanya Melody.

"Bodo. Gue gak peduli." jawab Alden setengah hati.

"Al.. Gue memang bukan siapa-siapa lo. Tapi gue saranin lo untuk pulang. Ikut pertemuan keluarga lo. Gue yakin bokap nyokap lo nyariin lo Al. Walaupun lo gak suka tapi setidaknya lo udah menghargai tamu orangtua lo." saran Melody. Entahlah. Sebenarnya Melody sendiri pun sedikit merasa gundah. Pertemuan keluarga ini.. Cindy. Hmmm sudahlah.

Alden diam. Tidak menjawab. Tapi cowok ini sedikit menyetujui perkataan Melody. Walaupun ia tak suka dengan pertemuan keluarga itu, setidaknya ia menghargai kedatangan kedua orang tua Cindy, orang tua sahabat kecilnya.

Hening.. Alden dan Melody tenggelam dalam pikiran masing-masing. Menatap langit kosong tanpa bintang.

"Lo gimana?" tanya Alden memecah keheningan.

"Hem? Gue?"

"Lo udah denger cerita gue. Giliran lo cerita ke gue." ujar Alden.

"Lo.. Lo udah sedikit berubah ya. Hahahaha. Gaya bicara lo lebih santai dan kalimat lo udah gak sependek dan sedingin dulu." alih Melody sambil tertawa.

Alden hanya memandangi tawa Melody. Tawa gadis ini berhasil menarik senyum Alden, si cowok dingin. Sekali lagi,  senyum Melody mempengaruhi Alden.

"Ekhm.. Kayaknya kalian harus kebawah. Om Bara nyariin lo Mel." suara khas ini, suara Fajar. Fajar baru saja menginjakkan kaki di rooftop. Sebenarnya Fajar tidak ingin mengganggu mereka. Apa boleh buat. Om Bara menyuruhnya memanggil Melody.

ALDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang