Senin. Hari yang paling dihindari banyak murid. Selain harus mengikuti upacara bendera, biasanya Babe, satpam sekaligus menjabat sebagai petugas razia murid akan berkeliling sekolah mencari mangsanya.
"Al gimana kita masuk?" tanya Entong memandang pagar sekolah yang sudah tertutup rapat.
"Babe kayaknya gak ada." sambung Bagas.
"Emang kagak ada tapi itu pagar dikunci pake gembok." ujar Leo.
"Lewat belakang aja." ujar Alden.
"Tapi Al ntar diciduk Babe gimana?" tanya Leo.
"Kalian mau masuk atau dihukum Bu Dian?" tanya Alden.
"Ya mending masuk lah Al." jawab mereka kompak.
Mereka berempat melangkah menuju belakang sekolah. Ternyata tak sia-sia Alden mengajak mereka kesana, karena di tembok belakang sekolah itu terdapat pintu kecil yang sudah lapuk. Alden menendang pintu itu dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara ribut.
"Wih. Alden makin pintar aja."
puji Bagas."Yuk masuk sebelum terciduk."
ujar Leo.Mereka berempat berhasil masuk kedalam sekolah. Kini mereka sedang berjalan di lorong kelas X. Lorong kelas ini memang tidak terlalu terlihat dari lapangan karna tertutupi oleh perpustakaan.
"Kok gue merinding ya." keluh Entong.
"Gue juga Tong. Apa jangan-jangan tempat ini angker." balas Bagas yang bergidik takut.
"Al lo ngerasa gak?" tanya Leo.
"Ya." Jawab Alden pendek.
"Tong terakhir kali lo merinding pas kita diciduk Bu Dian di warung belakang kan?" sambung Leo. Entong mengangguk.
Spontan saja mereka berempat memutar tubuh. Mereka terkejut melihat Bu Dian yang sudah berkacak pinggang.
"Ikut saya!!" ujar Bu Dian dingin.
***
Melody mengibaskan topinya.
Udara hari ini sangat panas terlebih lagi upacara berlangsung lama karena kepala sekolah menyampaikan ceramah sangat panjang."Sumpah kaki gue pegel banget."
oceh Sophia."Gue laper lagi." sambung Nala.
"Pak Amri kok lama banget ceramahnya ya?" tanya Melody.
"Kayak kagak tau kepsek aja kalo ceramah gimana." jawab Sophia.
"Sepanjang yang gue denger Pak Amri selalu ngomong 'Untuk Itu' 'Untuk itu'." ujar Nala sambil menirukan gaya bicara kepsek mereka.
Sophia dan Melody menahan tawa. Jika mereka kelepasan, bisa-bisa Bu Dian akan menarik mereka menuju barisan khusus. Barisan anak yang tidak tertib. Anak yang telat, tidak pakai dasi/topi ataupun anak yang bolos upacara.
"Mel itu bukannya B Boy ya?" ujar Nala sambil menunjuk ke arah barisan khusus. Benar. Di barisan itu sudah hadir Alden dan ketiga sahabatnya.
"Kayak gak tau aja mereka gimana." sambung Sophia.
Melody memperhatikan Alden beberapa saat. Kenapa cowok itu? Apa mereka melanggar tata tertib? Tentu saja. Mereka tidak pernah mematuhi aturan dan dengan senang hati melanggar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDEN
Teen Fiction[SELESAI] Melody Kevinda Purnama. Gadis cantik juga pintar yang bersekolah di SMA PANCASILA di Bandung. Siapa sangka ia harus berurusan dengan seniornya karena telah membuat seniornya marah. Tidak lain adalah Alden Putra Wijaya. Seorang most wanted...