Nahee udah pergi ke alam bawah sadarnya dari setengah jam yang lalu dan Jinyoung masih aja bertahan di posisinya, ngegenggam tangan Nahee. Matanya juga gak kelepas sama sekali dari wajah damai Nahee.
Berkali-kali dia muji istrinya itu dan berulang kali dia tanya sama dirinya sendiri yang gak pernah bisa jatuh cinta sama istrinya itu.
"Nahee udah tidur?" Minji masuk dan bener-bener berusaha meminimkan suara yang dia buat. Dia mau ngambil barangnya karna udah malem juga, kasian Hana.
"Iya, udah, Kak," jawab Jinyoung. "Kakak mau pulang?"
"Iya," jawab Minji. "tapi—"
"Jinyoung bisa keluar nggak?" Daniel tiba-tiba muncul di ambang pintu. Jinyoung bahkan gak sadar kapan pintu yang awalnya ketutup, udah dibuka lagi sama Daniel.
"Kak, nitip Nahee dulu ya, bentar," Jinyoung meminta ke Minji. Dia tahu pasti hal ini bakalan terjadi, Daniel gak akan tinggal diam sama sekali.
"...iya," jawab Minji terus natap suaminya dan ngegelengin kepalanya samar. Ngasih kode ke Daniel biar jangan sampai berlebihan ke Jinyoung.
"Di luar aja, Bang, sekalian," Jinyoung jalan mendekat ke Daniel setelah ngerapihin selimut Nahee. "Kasihan Nahee kalau sampai kebangun."
"Iya 'kan gue nyuruh lo keluar," sahut Daniel.
"Keluar gedung maksudnya."
Daniel nyunggingin senyum remehnya, "oke kalau maunya gitu."
Akhirnya mereka berdua jalan keluar gedung. Jinyoung sengaja nyari tempat yang sepi karna dia tahu Daniel bakalan ngeluapin emosinya ke dia.
"Lo tahu seberapa sayangnya gue ke Nahee?" Tanya Daniel ngeberhentiin langkahnya beberapa langkah di belakang Jinyoung. Suasananya kelihatan temaram banget karna sekitar mereka cuma ada penerangan dari beberapa tiang lampu lahan parkir. "Lo tahu berapa banyak orang yang sayang sama Nahee?"
"...banyak, gue yakin," jawab Jinyoung tanpa ragu karna emang itu faktanya setelah dia berbalik ke arah Daniel.
Daniel menyeringai. "Bagus kalau lo sadar," katanya sebelum ngelayangin satu pukulan tepat di rahang kiri Jinyoung.
Keras banget, bahkan Jinyoung sampai kehempas ke tanah. "Bangun," Daniel narik kerah kemeja Jinyoung sampai badannya tegak berdiri lagi. "Kemana aja lo? Hah? Mana janji lo ke Papa?" Seru Daniel. "Mana janji lo yang bilang bakalan ngejagain Nahee, ngebuat Nahee bahagia, selalu ada buat Nahee? Mana?!"
Berkali-kali tangan Daniel ngehantam wajah Jinyoung. Bahkan gak cuman wajah, bagian tubuh yang lain juga kaya perut. Punggungpun nggak luput dari amukan Daniel.
Jinyoung sama sekali gak ngebela dirinya.
"Jinyoung!" Telinga Daniel bisa denger suara Nahee yang tiba-tiba masuk ke pendengarannya. Tapi Daniel sama sekali gak mau berhenti.
Nahee langsung lari ke arah mereka berdua dan langsung bersimpuh ke tanah buat ngelindungin Jinyoung yang udah beneran gak berdaya. Suaminya itu cuma bisa ngelindungin bagian kepalanya, supaya Daniel gak mukul ke bagian kepala lagi. "Abang!! Udah, udah!!" Seru Nahee.
Daniel langsung berhenti. Matanya nangkap Nahee yang udah berlinangan air mata sambil ngebantuin Jinyoung duduk. "Ngapain kamu ke sini?!"
"Suami aku Abang pukulin, kenapa aku gak boleh ke sini?" Balas Nahee sengit.
"Dia aja gak peduli kalau kamu sakit!" Seru Daniel marah. "Kenapa masih dibelain?!"
"Jinyoung bukan gak peduli, dia kerja. Kenapa sih harus dibesar-besarin?"
"Dibesar-besarin gimana?! Gak ada yang ngebesar-besarin. Itu masalah serius, ya, Kang Nahee," ujar Daniel masih dengan emosi yang meluap-luap. "Kamu udah bilang waktu kamu bangun kemarin, kamu inget dia nyebut nama perempuan lain walaupun kamu gak inget siapa namanya, kamu juga inget kenapa kamu kabur. Gak perlu ingatan yang lainpun kamu udah bisa simpulin, 'kan, kalau dia gak pernah cinta sama kamu? Kenapa kamu masih percaya dia ke Makau buat kerja?!"
"..."
"Dia gak kerja! Dia nemuin perempuan yang namanya gak perlu kamu inget jelas itu," lanjutnya.
"Daniel," panggil Minji yang baru sampai. Tadi dia juga ikut ngejar Nahee, tapi Nahee larinya kenceng banget. Dia sama sekali gak bisa ngejar. "kamu—"
"Apa? Kamu mau ngebelain dia juga?!"
"Bukan gitu, tapi gak seharunya kamu sampai mukulin dia kaya gini," sahut Minji keikut kesel ke Daniel.
Jinyoung yang ngedenger itu cuma bisa makin nundukin kepalanya. Sedangkan mata Nahee makin bergetar lagi, tiba-tiba dia ngerasa dibodohi habis-habisan sama Jinyoung.
Tapi di sisi lain, dia gak mau Jinyoung pergi. Dia udah terlanjur jatuh cinta sama suaminya yang bersikap selalu manis ke dia itu. "Ayo bangun," kata Nahee. "Obatin dulu lukanya."
"Kang Nahee!" Bentak Daniel yang langsung narik kasar Nahee. "Apa-apaan sih kamu?!"
Nahee natap Daniel marah, "dia bilang dia kerja. Dia ke Makau buat kerja!"
"Dia gak kerja, dia nemuin pacarnya! Kamu kenapa masih kaya gini sih?!"
"Daniel," sela Minji yang ngerasa harus turun tangan juga. Dia berusaha ngelepasin tangan Daniel dari Nahee pelan-pelan. "Udah."
Akhirnya Daniel ngalah dan langsung pergi dari sana. Dia bahkan nggak peduliin Minji sama sekali.
Nahee bersimpuh ke tanah lagi terus nyentuh lengan Jinyoung, "ayo bangun."
"...yang dibilang Bang Daniel bener, kamu kenapa malah kaya gini?" Lirih Jinyoung gak beranjak sama sekali. Matanya natap Nahee yang masih berlinangan air mata.
"Nanti kita omongin lagi, ayo kamu bangun dulu," sahut Nahee berusaha ngebantu Jinyoung lagi.
"...kamu udah inget 'kan? Kenapa masih kaya gini, Kang Nahee?"
Nahee langsung ngeberhentiin usahanya dan natap Jinyoung lekat-lekat, "kenapa kalau aku udah inget? Kamu udah jadi suami aku. Aku udah anggap kalau aku bener-bener lupa sama semua itu. Aku udah gak mau inget-inget itu lagi dan aku gak bakalan berusaha inget-inget apa yang aku lupain tentang kamu."
"...tapi nggak harusnya kaya gitu..."
"Bangun dulu, tolong," lirih Nahee memohon, lirih banget. "Jangan kaya gini, Jinyoung..."
"..."
"Kak Minji, tolong bantuin aku."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Hate - Bae Jinyoung
Fanfiction-you make me fall in love, but you hate me too. ©slrmoon - Januari, 2020