Jinkyung bener-bener berusaha ngedorong tangan Jinyoung yang nyodorin dia sendok berisi makanan yang rasanya aneh banget itu.
Lidahnya terlalu pahit dan juga perutnya udah penuh.
"Udah, Jinyoung," keluh Jinkyung. "Nanti aku muntah."
"Yaudah, iya," sahut Jinyoung ngalah terus nyodorin gelas berisi air. "Minum obatnya sekalian."
Jinkyung nurut. Dia langsung nenggak beberapa obat yang Jinyoung kasih.
"Gak enak 'kan?" Tanya Jinyoung begitu Jinkyung udah selesai minum obat. "Makanya jangan bandel. Jadinya malah sakit."
Jinkyung cuma ngehela napasnya. Ngeladenin Jinyoung yang bawel emang gak pernah ada habisnya.
"Jinyoung," panggil Jinkyung setelah ngelihat Pak Lee ngintip ke dalam kamar itu. "Kayanya Pak Lee nyariin kamu."
Setelahnya Jinyoung juga jadi ngelihat ke arah pintu, "biarin aja. Aku lagi gak mau diganggu."
"Dih? Kalau penting?"
"Apa yang lebih penting dari kamu?" Tanya Jinyoung dengan suara nantangin.
"Istri kamu?" Jawab Jinkyung tanpa ragu. "Emang enggak?"
"Lebih pentingan kamu," jawab Jinyoung naruh tangannya di helaian rambut Jinkyung. "Istirahat lagi gih."
Jinkyung bukannya nurut malah ngeraih tangan Jinyoung yang ada di rambutnya. "Kalau semisal aku sama Nahee dalam keadaan yang bahaya, kamu bakalan pilih siapa?"
"Kyung?" Seru Jinyoung ngeprotes. "Ck. Gak usah nanya pertanyaan yang udah tahu jawabannya kenapa sih?"
"Ya 'kan cuma nanya—"
"Emang sejak kapan aku pernah milih Nahee?" Sela Jinyoung. Dia natap lurus mata Jinkyung, berusaha ngeintimidasi cewek itu.
"Tapi kamu kenapa milih ngejemput Nahee ke Singapur waktu itu?" Lirih Jinkyung pelan tapi Jinyoung masih bisa denger. "Harusnya kalau kamu gak pernah sedetikpun milih dia, kamu gak akan ngejar dia ke sana, Jinyoung. Harusnya pernikahan kamu sama dia gak dipercepat. Harusnya kalian berdua gak pergi bareng dan berujung malah kecelakaan. Harusnya Nahee gak lupa ingatan. Harusnya kamu ngebuktiin janji kamu ke aku. Kamu bilang kamu bakalan cuma milih aku dari pada apapun. Tapi apa?"
"Itu spontan. Aku kesel. Aku gak suka dia ngelanggar aturan yang aku buat sama dia. Aku cuma mau ngasih dia pelajaran biar gak ngelanggar lagi. Udah," jelas Jinyoung berusaha gak emosi. "Aku gak tahu kalau ujungnya bakalan kaya gini. Siapa yang mau sih, Kyung? Hm?"
"..."
"Just believe me, I love you. I really do. Sabar, sebentar lagi, oke?"
***
"Ma?" Panggil Nahee dengan suara serak begitu dia siuman dan sadar kalau ada di rumah sakit dengan infus di tangan dan alat bantu pernapasan di sekitar mulut serta hidungnya. "Aku haus."
Nyonya Kang yang awalnya lagi mangku Hana langsung buru-buru ngasih Hana ke Minji dan beranjak ngedeketin Nahee. Setelahnya Minji juga bangkit dari duduknya buat manggil suster jaga sesuai perintah dokter 2 hari yang lalu.
Iya, Nahee tidur 2 hari.
"Bisa?" Tanya Nyonya Kang ngebantu masukin sedotan ke mulut Nahee.
Nahee cuma minum satu tegukan setelahnya dia ngehela napasnya buat ngelemesin badan. Sekujur badannya kayanya mati rasa karna terlalu lama tidur. "Aku tidur berapa lama?"
"2 hari," jawab Nyonya Kang yang dibalas Nahee dengan pejaman mata. Beneran masih lemes.
Selang beberapa saat, dokter masuk dengan 2 orang suster. Nyonya Kang langsung ngasih ruang buat dokter meriksa keadaan Nahee. "Ada yang sakit?" Tanya sang dokter.
Nahee ngegeleng sekilas.
"Atau Nyonya mengingat sesuatu?"
"Aku kecelakaan sama Jinyoung," lirih Nahee. "Setelah kita berdebat masalah aku yang gak tahu harus pulang sama siapa." Dan juga dia yang bilang gue nyusahin.
"Ada lagi?"
"Kim Yonghee, aku kabur sama dia" lirih Nahee lagi yang langsung ngebuat napas Nyonya Kang dan Minji kecekat. "Jinyoung nyebut nama perempuan—tapi aku gak inget siapa namanya," lanjut Nahee yang beneran cuma inget hal-hal yang udah dia sebutin. Ingatan di otaknya masih pecah-pecah.
Dia sendiri bahkan kaget kenapa dia inget Jinyoung yang ngatain dia nyusahin. Dia kira ada alasan lain kenapa Jinyoung selalu natap dia dengan pandangan kosong. Tapi ternyata ya—suaminya itu emang gak pernah cinta sama dia.
"Nyonya tolong jangan berusaha mengingat lagi. Kalau semisal teringat sesuatu lagi, biarkan saja teringat sendiri. Jangan dipaksa seperti 2 hari yang lalu."
"Iya, Dokter. Terima kasih."
"Saya pamit dulu," izin Dokter itu yang langsung beneran pamit diikuti sama Nyonya Kang di belakangnya.
"Kak," panggil Nahee ke Minji. "Jinyoung kemana?"
"Jinyoung—" Minji nyebut nama Jinyoung dengan ragu-ragu. Dia takut ngebuat Nahee kesakitan lagi.
Nahee ngulas senyumnya, "gapapa, bilang aja."
"Belum ke sini sama sekali," jawab Minji dengan raut wajah aneh.
"Masih di Makau?" Tanya Nahee lagi.
"Dia bilang dia gak mau diganggu sama sekali."
Nahee langsung ngerutin dahinya, tapi malah langsung senyum lagi. "Boleh aku minta hape aku buat hubungin dia?"
"Tapi—hapenya beneran mati, Na."
"Gapapa, Kak. Aku coba telepon Pak Lee."
Akhirnya Minji jalan ke arah tasnya dan ngambil hape Nahee yang emang dia bawa. Nahee yang udah nerima hapenya langsung nyari kontak Jinyoung dan bener aja, mati.
Gak berhenti di situ, Nahee langsung nelepon Pak Lee. "Pak Lee," panggil Nahee. "Jinyoung kemana ya? Pergi kerja ke luar negeri mendadak dan gak bisa dihubungi sama sekali."
"Nyonya—" Pak Lee seolah gak punya keberanian sama sekali buat ngejawab pertanyaan Nahee.
"Saya gak boleh ngomong sama suami saya sendiri, Pak?"
"Bukan begitu, Nyonya. Tapi Tuan—"
Kebetulan Jinyoung emang ada di hadapan Pak Lee langsung ngerasa ada yang aneh. Dia langsung ngasih isyarat buat nutup teleponnya. "Nyonya—nanti Tuan akan menghubungi sendiri. Saat ini Tuan sedang menyelesaikan pekerjaannya dan benar-benar tidak bisa diganggu."
Nahee mejemin matanya sekilas, "segera setelah dia selesai, tolong sampaikan jika saya mencari dia."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Hate - Bae Jinyoung
Fanfiction-you make me fall in love, but you hate me too. ©slrmoon - Januari, 2020