Akhirnya ngaku juga

916 89 2
                                    

Gue harus sekarat dulu supaya bisa denger lo cinta gue?
~ Bryan

***

Leta berdiri termenung di tengah-tengah dua ruangan yang sedang menangani orang tercintanya. Di sisi kanan ada Bryan dan di sisi kiri ada Ravin, mantan suaminya. Keduanya sama-sama sedang ditangani dokter. Leta terus memanjatkan doa untuk keselamatan keduanya.

Ternyata mobil yang kecelakaan di jalan tadi memang benar mobil Ravin, tapi Bryan tidak terlalu memikirkannya karena keselamatan Leta dan Freya lah yang lebih utama.

"Ibu Leta, mari saya antar kembali ke ruangan. Ibu harus istirahat," ucap seorang perawat menghampiri Leta.

Leta menggeleng lemah, "Nggak, Sus. Saya mau disini."

"Tapi kondisi ibu masih lemah, ibu harus banyak istirahat."

"Anak saya sedang memperjuangkan hidupnya didalam sana, Sus, saya harus tetap disini." Leta mulai terisak, tiba-tiba seseorang memeluknya dari samping.

"Biar saya yang jaga, Sus." Bilqis menyuruh suster itu untuk kembali dan membiarkan Leta tetap menunggu disini.

"Bryan, Qis." Leta terus menangis di pelukan Bilqis.

"Bryan pasti selamat, Bun. Dia gak selemah itu."

Saat kejadian Bryan sempat mengetikkan sesuatu di ponselnya untuk mengabari teman-temannya, mereka yang memang menunggu di sekitar gedung bergegas masuk ke dalam dan menemukan Bryan yang sudah tergeletak bersimbah darah.

Samuel terduduk lemas di samping Bryan dengan Freya yang menangis kencang, kondisi Leta juga jauh dari kata baik.

Aksa langsung menggendong Freya dan menenangkannya, Devan dan beberapa anak lain membantu menyelamatkan Leta. Adrian mengepalkan tangannya kuat pada lelaki yang memegang pisau berdarah itu.

"BAJINGAN! PEMBUNUH LO!" maki Adrian lalu menonjok lelaki itu.

Mereka tidak tau siapa lelaki itu mungkin suruhan musuh untuk menghabisi Bryan.

Kaivan menahan Adrian yang terlihat begitu murka. "Udah, Dri. Keselamatan Bryan yang lebih penting, dia sudah kehilangan banyak darah."

"Kalian bawa dia ke kantor polisi," suruh Kaivan pada beberapa anak-anak lainnya.

Balik lagi ke rumah sakit.

Leta dan Bilqis merasa sedikit lega karena Bryan sudah melewati masa kritisnya. Sesaat kemudian Bilqis teringat akan mimpinya waktu itu.

"Semoga gak jadi kenyataan, bisa gila gue," gumam Bilqis. "Jangan tinggalin gue."

Gadis itu hanya bisa melihat Bryan lewat kaca yang berada di pintu, belum ada yang boleh masuk ke dalam ruangan itu.

Bilqis menghampiri teman-teman Bryan yang berada di taman rumah sakit, mereka sedang membicarakan pelaku penusukan Bryan.

"Menurut kalian, dia siapa? Mukanya asing, njir," tutur Devan.

"Iya, dia bukan anggota dari geng sebelah," sahut Aksa.

"Dia harus di hukum seberat mungkin!" murka Adrian.

Aksa menepuk-nepuk pelan pundak lelaki itu. "Sabar, Bro. Penjahat itu akan mendapat ganjarannya."

"Kalian bisa anter gue ke pelaku itu?" tanya Bilqis yang tiba-tiba datang dan bergabung bersama mereka.

Mereka semua diam. "Gak ada yang mau anter gue?"

Mereka masih diam, terlalu bahaya jika Bilqis menemui penjahat itu. Mereka tidak ingin terjadi sesuatu pada Bilqis, bisa nyawa mereka taruhannya.

Dibalik Rasa Seamin tak Seiman (Proses Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang