"Dear otak: Semoga lekas tidak
peduli kepada hal-hal yang
bisa melukai".🦋🦋🦋
Hari ini adalah tanggal merah, tepat di hari jumat. Mentari sudah kembali menjalankan tugasnya, menyinari bumi dan segala isinya. Sengatannya memberikan semangat baru bagi tiap insan. Berharap hari ini lebih baik dari hari kemarin.
Vania sudah siap untuk lari pagi di taman yang berada tak jauh dari perumahan rumah nya. Rambut yang biasanya ia gerai kini ia kuncir kuda. Garis bibirnya tertarik menatap bantulan dirinya di depan cermin kamar nya, dengan celana jogger dan baju berwarna hitam.
Vania mengeluarkan sepede mini berwarna pink milik nya. Kemudian gadis itu menggoes sepeda nya menuju ke taman.
Setelah kurang lebih sepuluh menit, akhirnya Vania sampai di taman yang di tuju nya. Suasana taman terlihat sangat ramai pagi ini, udara di taman membuat siapapun betah untuk berlama-lama disana.
Vania memasang airpods di telinga nya. Setelah meletakkan sepeda nya, ia beranjak untuk lari mengelilingi taman.
Baru saja diri nya mendapat dua kali putaran, kaki nya sudah terasa sangat lelah. Ia menyadari bahwa diri nya sudah lama
tidak berolahraga semenjak pindah ke jakarta.Vania duduk di tepi taman, mengusap peluh dengan baju nya. Vania memperhatikan sekeliling nya, ia jadi teringat susana di Bandung saat dimana setiap hari libur ia akan menyempatkan lari pagi bersama teman-teman nya. Gadis itu merindukan teman-teman nya di Bandung.
"Sedih banget, dulu kalau lari pasti ramean sama teman-teman. Sekarang cuma sendirian." gumam Vania.
"Gua temenin." sahut seseorang dari arah belakang.
Vania menatap laki-laki yang sekarang ikut duduk bersama nya di tepi taman.
Dimanapun, tuhan seakan menakdirkan mereka untuk bertemu.
Hari ini, untuk kesekian kali nya jantung Vania berdebar di dekat laki-laki itu. Laki-laki dengan sejuta rahasia yang bisa membuatnya tersihir dalam hitungan detik. Laki-laki itu adalah Zaki.
"Sejak kapan lo di sini?" tanya Vania.
"Sejak lo markirin sepeda." jawab Zaki.
"Emang boleh keluar pondok hari libur?" tanya Vania.
"Siapa yang nggak bolehin?" tanya Zaki.
"Abah." ucap Vania.
Zaki cengengesan mendengar Vania mengucapkan nama Abah. Ternyata gadis itu sudah mulai mengenal ustadz nya.
"Hari ini gua kebagian jatah masak, jadi ini lagi anterin Bu Nyai ke pasar." ucap Zaki.
"Enak ya kalau dekat dengan orang dalam, bisa keluar seenaknya." ledek Vania.
"Harus pinter-pinter aja sih sebenarnya."
"Terus Bu nyai nya mana?" tanya Vania ketika tak melihat siapapun di dekat mereka berdua.
"Gua tinggal di pasar." celetuk Zaki.
"LAH?!"
Zaki mengangguk, "Lama kalau gua tunggu di parkiran, jadi gua ke taman aja. Lagian jarak taman sama pasar nggak jauh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Waktu (on going)
Novela JuvenilAku menulis cerita ini untuk seseorang yang akhir akhir ini selalu menghantui pikiran ku. Seorang laki-laki yang memiliki hidung mancung, kulit bersih, dan potongan rambut andalan nya yang selalu membuatku semakin menyukai nya. Aku tidak bisa menyeb...