58

154 41 1
                                    


Kemarin ada pembaca yang kurang nyaman karena saya menambahkan unsur kekerasan di dalamnya, mulai sekarang saya akan memberi peringatan kalau chapter tersebut mengandung hal negatif, jadi kalau ada pembaca yang kurang nyaman bisa langsung skip chapter tersebut.

Terima kasih.



***

Hyunjoon kembali ke rumah di tengah hutan itu. Selain karena dia belum selesai dengan tumpukan perkamen yang membingungkan itu, dia penasaran dengan sosok yang melemparkan pisaunya ke arah Sunwoo

Bisa dibilang, orang itu menyelamatkan hidupnya. Kalau orang itu tidak ada, entah bagaimana nasib Hyunjoon.

Seusai menambatkan kudanya di pohon depan rumah, dia masuk dengan hati hati. Siapa tahu dia mengincar Hyunjoon kan?

Benar saja, ada sebuah pisau yang sama meluncur, menancap tepat di depan kaki Hyunjoon. Seakan menyuruhnya berhenti, tetap di situ.

Sesaat kemudian, seseorang muncul dari dalam ruangan, menghampiri Hyunjoon.

Tunggu. Ini bukan Hui atau Shinwon maupun yang lainnya, Hyunjoon tidak mengenalnya. Wajahnya tegas namun berwibawa, menandakan usianya sudah tidak lagi belia.

"Kau Hyunjoon, ya? Aku telah mendengar beberapa hal tentangmu. Kau cukup tangkas untuk menghindari serangan orang tadi, dengan cepat membalik situasi. Kau putra Bomin, kan?"

Sepertinya orang ini lebih tua dari ayahnya. Bahkan dia memanggil Bomin tanpa sebutan apapun.

"Ah, yang lainnya semudah menunggu di belakang. Ayo,"orang itu menarik tangan Hyunjoon, membawanya ke halaman belakang yang bersebelahan dengan istal.

Disana, sudah ada banyak yang datang, seperti Yeo One, Hongseok, dan yang lainnya.

Semua terkejut melihat keberadaan Hyunjoon disini.

"Ah, barusan Shinwon menyusulmu ke istana," kata Hui sedikit kecewa.

Eh? Memangnya Hyunjoon siapa, hingga harus disusul? Hyunjoon kan sudah besar, bukan anak kecil lagi. Walaupun diantara mereka memang Hyunjoon paling muda.

"Ya sudah, langsung mulai saja," kata Kino membuka percakapan.

"Pertama, walau sebenarnya kalian sudah kenal siapa saya, namun tamu kita hari ini masih belum tahu siapa saya," orang itu melirik ke arah Hyunjoon yang masih kebingungan.

"Saya Park Jaeseok, mungkin Hyunjoon sudah pernah mendengar nama saya,"

Hyunjoon tercengang. Pantas saja Bomin sangat menghormati Jaeseok, lemparan pisaunya tidak meleset.

"Dan katanya, nak Hyunjoon ingin belajar juga, ya?"

Hyunjoon mengangguk antusias. Dia mengira Jaeseok adalah orang yang tegas, karena didikan Bomin memang tidak main main. Ternyata berbeda jauh dengan ayahnya.

Kalau dilihat lihat, harusnya Paman Jaeseok ini -eh, Hyunjoon harus memanggilnya apa? Kakek, mungkin? Mengingat Jinho dan kawan kawannya seumuran Bomin dan mereka memanggil Jaeseok dengan sebutan paman.

Tapi memang Jaeseok sudah tua. Rambutnya sudah banyak yang memutih, sepertinya usianya sudah lebih dari lima puluh tahun. Namun kemampuannya sama sekali tidak berkurang.

"Nak Hyunjoon dulu pasti pernah diajari Bomin, kan? Coba saya lihat, seberapa tepat nak Hyunjoon mempelajarinya,"

Seketika terdengar derap kuda dari depan rumah.

"Ah, itu pasti Shinwon," celetuk Wooseok "Dia pelempar pisau terbaik diantara kami, kau bisa menantangnya,"

Setelah Shinwon mengikat kudanya, dia segera mengambil seperangkat pisaunya di dalam.

Hyunjoon terkejut, memang pisaunya sebanyak itu. Berbagai macam ukuran, namun hanya satu yang membuat mereka sama; Gagangnya terbuat dari kayu, dengan ukiran nama Shinwon.

"Kau pasti bertanya tanya, kenapa gagangnya hanya seperti ini, kan?" tebak Shinwon.

"Begini, ciri khas pisau lempar itu satu. Ujungnya lebih berat dari gagangnya," Shinwon mengambil salah satu pisaunya, menimangnya dengan satu tangan "itu membuat hasil lemparan nya lebih akurat,"

Hyunjoon mengangguk tanda paham, lalu mengeluarkan dua bilah pisau dari sakunya "Kalau yang ini, paman?"

Shinwon mengambil pisau yang diserahkan Hyunjoon "Tunggu, aku mengenal pisau yang ini. Ini milik Bomin, kan?"

Hyunjoon mengangguk untuk kesekian kalinya.

"Tidak pernah dipakai, ya? Pantas saja terlihat masih baru. Dulu Bomin membuatnya, hingga tangannya terluka,"

Sekarang Hyunjoon tahu, kenapa pisau itu sangat berharga. Bomin dulu memberikannya kepada Hyunjoon sambil berpesan, jaga baik baik.

Tiba tiba Shinwon melempar pisaunya ke salah satu batang pohon yang ada di sekitarnya. Menancap tepat di tengah tengah batang pohon.

"Lihat? Pisaunya menancap tidak terlalu dalam. Ini salah satu kelemahan pisau lempar. Kalau ujungnya tajam, sekali menancap akan dalam, namun keakuratannya kurang. Sebaliknya, kalau ujungnya tidak terlalu tajam, tapi keuntungannya, dia akan menancap tepat di tempat yang kau inginkan," jelas Shinwon panjang lebar.

"Namun, ada satu lagi kendala. Karena semakin sering digunakan, ujung pisau yang awalnya tajam menjadi tumpul, lalu beratnya berkurang. Pisau seperti itu sudah tidak bisa digunakan, bahkan sebagai pisau dapur,"

Sekarang tinggal mereka berdua yang ada di belakang. Lainnya sudah masuk, meneruskan kegiatannya masing masing.

"Paman, nama Paman Kino itu bukan nama asli, kan?" tanya Hyunjoon tiba tiba.

"Kau pintar. Untuk para mata mata, mereka tidak menggunakan nama asli mereka, karena sekali mereka tertangkap, identitas mereka dalam bahaya," kata Shinwon panjang lebar "Paman bukan mata mata, jadi paman tetap memakai nama asli,"

"Hyunjoon, Shinwon! Ayo masuk, makan siang!"

Percakapan mereka terhenti karena teriakan Wooseok dari dalam, memanggil mereka untuk makan siang.

Road To KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang