76

156 33 4
                                    


"Kak Changmin meninggal,"


"Apa?"

Eric mengangguk lemah "Tadi, Pangeran Juyeon memberitahuku,"


Hyunjae berusaha tegar, mati matian menahan air mata agar tidak meluncur ke pipinya "Lalu, Younghoon dan Haknyeon sudah ditemukan?"


"Belum,"

"Darimana Pangeran Juyeon tahu Changmin meninggal?" tanya Hyunjae, kepalanya tertunduk. Tidak mau menatap wajah Eric untuk sementara.

Tapi Eric tahu, ada setetes air mata yang jatuh ke lantai.


"Eum, Kak Hyunjae tidak apa apa?"

Sejenak, terdengar isakan lirih.


"Kak Hyunjae?" tanya Eric sekali lagi, memastikan. Hyunjae memang meminta Eric memanggilnya Kakak kalau sedang berdua saja.

Eric memapah Hyunjae, mendudukkannya di ranjang.


"Tadi pagi, Pangeran Juyeon menghampiriku. Mengajakku ke suatu tempat, dan ternyata disanalah mayat Kak Changmin," Eric mulai bercerita "Pangeran Juyeon yakin, pasti pihak pemberontak itu yang membunuhnya,"

"Lebih baik kita pulang, Eric. Tinggal kita berdua di sini," kata Hyunjae lirih di sela tangisannya "Younghoon dan Haknyeon sudah tidak ada, Sunwoo dan Changmin meninggal. Kita... tidak punya siapa siapa lagi,"

Eric tercekat mendengar kata kata Hyunjae. Belum pernah dia mendengar Hyunjae seterpuruk ini.

Eric memutar memorinya, mengais ngais ingatan tentang Hyunjae selama ini.


Sebelum ini, Hyunjae memang selalu bergantung kepada Sunwoo. Walau Sunwoo lebih muda dari Hyunjae, dia selalu bisa diandalkan. Dalam keadaan apapun, Sunwoo pasti punya cara untuk menyelesaikan masalahnya.

Changmin juga. Dia selalu memberi gagasan di saat saat yang dibutuhkan. Changmin juga sangat perhatian. Kadang dia membuatkan sesuatu untuk mereka di waktu senggang.

Haknyeon juga, Younghoon -dibalik sikap dinginnya- juga seperti itu. Semuanya, sukses membuat Hyunjae merasa kehilangan.


"Kalau begitu, baiklah. Kita bersiap siap, sebelum ada salah satu diantara kita yang pergi. Aku yakin, para pemberontak itu mengincarku,"


***

Juyeon terkekeh melihat Eric dan Hyunjae menaiki kereta kudanya. Barusan, mereka berdua pamit kepada Juyeon, Sangyeon dan Jacob.


Rencananya berhasil.


Pesan terakhir Hyunjae, menyerahkan tahta kepadanya.


Memangnya siapa lagi yang berhak selain Juyeon? Hyunjae sudah menyerah, dan pewaris tahta yang sebenarnya sudah tidak ada.

***

Hari ini hari penobatan raja baru. Setelah satu purnama lebih berlalu dengan perebutan tahta yang diakhiri dengan salah satu pihak yang menyerah.

Penobatan ini dilakukan dengan sederhana, Juyeon yang memintanya sendiri.

Beberapa wajah rakyat tampak tidak senang, bahkan Juyeon mendengar bisikan bisikan yang melibatkan namanya dan nama Pangeran Hyunjoon.


Juyeon tidak mempedulikannya.


Sekarang, kenapa jabatan yang dulu direbutkan dengan darah ini terasa hampa?

"Juyeon," Juyeon menoleh, makhota di kepalanya terasa berat.

Itu Jacob, dengan Sangyeon di sampingnya.


"Seharusnya kau memanggilnya dengan sebutan Raja, sekarang Lee Juyeon ini sudah memiliki tahta," senyum bangga tertera jelas di wajah Sangyeon.

Dan entah kenapa, Juyeon sama sekali tidak senang dengan itu.

***

"HAI KAKAK KAKAK SEMUANYAAAA!" Hongseok buru buru fokus kepada piring yang yang dicucinya.

Itu suara dari bocah tengil yang baru saja muncul dari pintu kamar Wooseok.


Bahkan Kino yang memungut atau menemukan anak itu tidak mau menoleh kearahnya.

Kino tidak ingat, bahwa sebenarnya Kangmin yang melepaskannya dari perbudakan.


"Kak Jinho, Kungman mau tanya," Kangmin menarik narik baju Jinho yang baru saja lewat.

"Kungman saha?" Jinho bertanya.

"Kungman siapa? Saha apa?"

"Sini deketan sama aku, biar tepat sasarannya," Hongseok mengangkat tinggi tinggi piring yang dibawanya.


"Hahaha, maklum saja karena Hongseok bukan petarung jarak jauh. Sehingga lemparannya tidak tepat," Hyojong menertawakan Hongseok.

"Diam kau manusia pencuri nama!" seru Wooseok yang baru saja bangun.


"Kalau kata Kak Gyehyeon, itu namanya Kebo," Kangmin memasang wajah seakan akan dia adalah manusia terpintar di muka bumi.

"Kebo apaan? Gyehyeon saha?" tanya Wooseok.


"Kan kebo itu Kak Wooseok, terus saha itu apaan?" Kungman, eh Kangmin bertanya balik.

"Nggak tau, aku cuma ikut ikut Kak Jinho hehe,"

Ucapan Wooseok sontak membuat Jinho yang sedang minum tersedak, dan Hongseok ingin kembali melempar piring karena kata "Hehe" yang terucap.


"Ahahaha, Kak Jinho sudah seperti kakek kakek," Kino tertawa tawa.

"Kalian ribut sekali lagi ini piring ini bakal kena wajah Yuto," Hongseok mengangkat piringnya tinggi tinggi untuk kesekian kalinya.



"Kok aku? Lagipula Hongseok mencuci piring nggak bener ih," sahut Yuto tidak terima sekaligus menyindir cara mencuci piring ala ala Hongseok yang sedikit sedikit diangkat untuk mengancam.

"Ya itu karena kau baru saja masuk ke dalam," Hongseok membalas, Yuto memang baru saja masuk ke dalam dengan sekeranjang apel hasil kerja kerasnya sebelum mendengar seruan seruan gila ini.

"Baiklah aku keluar lagi," Yuto membalikkan badannya dan keluar dengan sekeranjang apel miliknya.


"Kak Yuto jahad, nggak bagi bagi apelnya!" Wooseok berseru.

Lalu Wooseok menarik rambut Yuto, "Minta dong Kak,"


Kangmin yang melihat keranjang apel itu menjauh berseru, "Kak Yuto sama Kak Wooseok jahat nggak mau bagi bagi apelnya! Yaudahlah Kangmin mau bunuh diri aja!"

Hongseok, berduka citta atas kondisi telinganya sekarang.

***

Mau double up kalau sempat, soalnya kemarin belum Up.

Babnya kehapus karena belum di simpan sama Author satunya, yang bodoh. Terus Author yang ini semalaman bilang, "Kau bodoh! Bodoh banget HIIIIIH,"

Ya - yamaap - Author satunya yang bodoh. Semoga aja dia nggak liat ini...

Road To KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang