43

194 43 5
                                    

Malam ini, Hyunjoon memutuskan untuk menginap disini. Dia membuka jendela lebar lebar, memandangi bulan yang bersinar terang. Membuat beberapa bintang di dekatnya meredup, merasa kalah.

Hyunjoon teringat ayahnya. Bomin dulu pernah bercerita, cerita ini turun temurun dari kakek moyangnya. Tentang beberapa bintang yang mereka namai sendiri.

Setelah mengedarkan pandangannya beberapa kali, Hyunjoon menemukannya.

"Itu gagal, lalu yang itu gagal lagi, dulu sampingnya menggagalkan, yang itu Loser," Hyunjoon merasa bangga, kata ayahnya bintang itu susah ditemukan. Paman Donghyun dan Paman Jibeom sering salah.

Ah, tadi Hyunjoon juga ke makam ayah dan kakeknya. Di samping makam mereka, ada makam Paman Donghyun, Kakek Youngtaek, dan yang lainnya. Kata Bomin, mereka adalah orang orang yang berperan penting. Ada sebuah peristiwa di masa lalu yang melibatkan mereka. Bisa dibilang, mereka mengubah sejarah.

Tapi Bomin tidak menceritakannya kepada Hyunjoon. Biarlah itu menjadi rahasia sejarah, katanya.

Merasa mengantuk, Hyunjoon membaringkan diri ke atas ranjang. Memejamkan mata, berusaha tidur.

Namun perasaannya tidak enak. Rasanya akan ada sesuatu terjadi.

Benar saja. Baru beberapa saat Hyunjoon memejamkan mata, ada seseorang masuk melalui jendela yang masih terbuka. Membawa pedang panjang, melekatkannya ke leher Hyunjoon.

Hyunjoon tidak terkejut, dia sudah mengiranya.

Tangannya memegang pangkal pedang itu, membuatnya terbalik. Mengarah ke orang yang membawanya.

Dan sekarang orang itu terpojok di sudut ruangan, dengan pedang yang mengarah padanya. Keadaan berbalik.

Tanpa aba aba, Hyunjoon menghunuskan pedangnya ke perut orang berseragam prajurit itu. Membuatnya berteriak kesakitan sebelum nyawanya melayang.

" Maaf, tapi aku tidak menyuruhmu untuk mengganggu malamku,"

Hyunjoon mencabut pedang yang menancap itu. Bentuknya minimalis, ringan dibawa. Namun tidak terlalu tajam, jadi kurang efektif untuk pertempuran. Hyunjoon tahu, pedang semacam ini hanya untuk patroli prajurit, tidak untuk peperangan.

Tunggu. Hyunjoon baru sadar, seragam yang digunakan orang itu berbeda dengan seragam prajurit kerajaan. Garis  melintang dari bahu kanan hingga pinggang kiri itu sama sekali bukan ciri khas kerajaan.

Dan malam ini, Hyunjoon mulai mencurigai Hyunjae dan Juyeon. Hyunjoon telah memiliki bukti yang kuat untuk menuduh mereka.

Ah, Hyunjoon sedikit menyesal. Seharusnya dia menanyai orang itu sebelum membunuhnya. Apa boleh buat, Hyunjoon harus membunuhnya daripada dia yang terbunuh. Memang seperti itu peraturannya, kan? Membunuh atau dibunuh.

Kali ini, Hyunjoon menutup jendelanya sebelum merebahkan badan. Dia tidak mau ada kerusuhan yang mengganggu tidurnya.

***

Namun, saat Hyunjoon bangun, mayat itu hilang. Hanya menyisakan jejak darah di lantai yang tentunya sudah dibersihkan.

Sang pelaku itu, siapapun orangnya, pasti telah memperhitungkan semuanya.

Sekarang semakin susah saja menemukan pelakunya. Ditambah dengan hilangnya orang itu, Hyunjoon sudah tidak memiliki barang bukti lagi. Tapi Hyunjoon tahu pasti, dalangnya diantara Hyunjae atau Juyeon. Siapa lagi kalau bukan mereka.

Hanya mereka berdua yang bisa tertuduh.

Ah, terserah. Sekarang Hyunjoon lapar, dan makanan semalam tidak meyakinkan. Lebih baik dia makan langsung dari dapur istana. Dia dulu sering kesana daripada makan bersama di ruang makan, semoga saja bibi dapur masih mengenalinya.

"Salam, Pangeran Hyunjoon,"

Di tengah jalan, dia berpapasan dengan seseorang yang menyapanya. Mukanya asing, Hyunjoon tidak mengenalnya.

"Saya Pangeran Hyunjae,"

Pantas saja Hyunjoon tidak kenal.

"Panggil saja kak, sekarang kita keluarga," Hyunjoon berusaha tersenyum ramah.

"Kak Hyunjoon mau kemana?"

Hyunjoon tidak menjawab, dia memperhatikan seragam prajurit yang ada di belakang Hyunjae.

Mungkinkah Hyunjae orang yang ada dibalik pembunuhannya tadi malam?

"Kak Hyunjoon?" tak mendapat respon, Hyunjae mengulang pertanyaannya sekali lagi.

"Ah, iya. Aku mau ke dapur,"

Setelah itu Hyunjoon segera berbalik, melanjutkan langkahnya menuju dapur istana yang terletak di bagian belakang.

"Bibi, Hyunjoon lapar!"
Bukannya mengucap salam atau apa, dia malah berteriak.

Bibi dapur menggelengkan kepalanya "Nak Hyunjoon ini bikin kaget, jangan teriak teriak,"

Hyunjoon hanya meringis.

"Mau makan disini? Bibi siapkan dulu, ya"

Hyunjoon mengangguk, lalu duduk di salah satu kursi.

"Nak Hyunjoon kapan datang?"matanya bibi sambil mengambil piring.

"Kemarin sore, bi. Saya baru tahu Kak Sungkyu meninggal saat saya dipanggil prajurit untuk datang,"

"Ratu Dabin sehat?"

Hyunjoon mengangguk, lalu bibi meletakkan makanan di atas meja.

"Sebenarnya, saat Raja Bomin meninggal, bibi heran mengapa kalian pergi. Padahal kalian masih bagian dari istana walau Raja Bomin sudah wafat," bibi menarik kursi, lalu duduk di samping Hyunjoon.

"Tidak apa apa, hanya sungkan," kata Hyunjoon dengan mulut penuh.

"Itu makanannya ditelan dulu, jangan sambil bicara,"

Hyunjoon cemberut "Kan bibi yang mengajak mengobrol,"

"Baiklah, bibi diam,"

Hyunjoo memang dekat dengan seluruh penghuni istana. Mulai dari penjaga gerbang,bibi dapur sampai paman yang bertugas di istal. Tak heran jika banyak yang menanyakannya saat dia pergi.

Dabin sungkan untuk tinggal di istana, toh dia bukan siapa siapa jika tidak menikah dengan Bomin.

Sedang asyik makan, ada suara ketukan pintu yang mengganggu Hyunjoon. Bibi berdiri, membuka pintunya.

"Maaf, Pangeran Hyunjoon, Pangeran Juyeon ingin menemui anda," kata bibi.

Terpaksa Hyunjoon menghentikan makannya. Padahal Hyunjoon rindu masakan bibi, walau masakan bundanya tak kalah enak.

"Dimana?"

"Di aula istana,"

Tunggu. Tadi yang menyampaikan pesan prajurit pribadi Juyeon, kan?

Road To KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang