64

151 33 4
                                    

"Bagaimana?"

Chan masih bersedekap, tangannya dilipat di depan dada. Pandangannya ke arah bumi, tepatnya di sebuah rumah di tengah hutan. Kyungho yang ada disampingnya menunggu jawaban.

Ah, keadaan Para Penjaga akhir akhir ini tidak baik baik saja. Banyak masalah bermunculan di berbagai belahan bumi. Namun yang paling penting sekarang adalah di tempat dimana pandangan Chan tertuju.

Karena itulah, sekarang semua penjaga berkumpul di Altar Langit Utara. Beberapa waktu belakangan mereka sudah tidak mempedulikan pembagian tugas mereka. Tidak ada kata Penjaga Kebaikan dan Penjaga Kejahatan lagi. Semuanya sama.

Kecuali Sang Penengah.

Woonggi bukannya menutup mata atas kejadian akhir akhir ini, dia justru sedang mencari solusinya. Dia menjadi lebih dewasa dari sebelumnya. Apakah ini efek samping dari gelar Sang Penengah?

Yang lainnya seperti Minsu, Jaeyun dan Jerome masih melakukan tugasnya seperti biasa. Banyak masalah di bumi, bukan hanya di kerajaan itu saja.

Namun, tetap masalah kerajaan yang paling parah.

"Entahlah, aku juga bingung," sahut Jungsang.

Jungsang juga bingung, dia baru saja menjadi penjaga. Dan langsung disambut dengan masalah sebesar ini.

"Dua duanya tidak ada yang berhak. Dan penerus asli sudah tidak ada. Bagaimana menurutmu?" kali ini Donggeon yang berbicara.

"Kali ini aku benar benar tidak menemukan jalan keluar. Walaupun kita ikut campur, masalah tidak akan selesai semudah itu. Kalian ingat kejadian lima puluh tahun yang lalu?" Chihoon menghembuskan nafas, lalu duduk di kursi yang berada di sudut ruangan.

"Yang mana?" tanya Jungsang. Seakan dia tidak tahu apa apa.

"Ah, kau belum menjadi penjaga saat itu,"

"Dengar," kata Woonggi tegas "Untuk masalah yang satu ini, sepertinya percuma saja kita ikut campur. Lagipula, ini berbeda dengan masalah lima puluh tahun yang lalu. Saat itu, memang kita penyebabnya, berbeda dengan yang ini. Ini murni kesalahan manusia, dengan sederet sifat tamak mereka. Jadi, kita benar benar angkat tangan,"

Para Penjaga saling berpandangan. Mereda ucapan Woonggi benar.

"Baiklah,"

***

Masih tengah malam, namun Wooseok dan Yuto sudah bergerak. Merayap di tengah kegelapan, berusaha tidak menimbulkan suara sama sekali.

Karena mereka telah sampai di depan gerbang utama.

Penjagaannya masih ketat seperti biasanya. Seperti siang dan malam tidak ada bedanya. Yuto memutar otaknya, mencari jalan keluar.

"Kak Yuto," bisik Wooseok pelan, suara beratnya menggema.

"Kenapa?" Yuto berbisik tak kalah pelan, hingga Wooseok mendekatkan telinganya.

"Apakah kita harus menerobos pertahanannya?"

Yuto berpikir sejenak. Melihat arah timur, mencari tanda tanda matahari terbit.

"Bukankah lebih baik kita menunggu pagi?"

Wooseok mengerutkan dahi "Kenapa? Menunggu pagi sama saja bunuh diri. Istana pasti sudah beraktivitas, dan dengan mudah kita akan tertangkap. Kita berangkat malam agar tidak ketahuan,"

"Ssst, diam," Yuto menempelkan telunjuknya ke bibir Wooseok "Seingatku, pergantian penjaga saat pagi hari,"

Wooseok mengangguk tanda mengerti apa yang direncanakan Yuto. Dia merebahkan dirinya di belakang semak semak, meringkuk "Kak, bangunkan aku kalau sudah pagi,"

Yuto hanya menggelengkan kepalanya, tidak paham lagi dengan sifat Wooseok. Bisa bisanya dia tidur dalam keadaan berbahaya seperti ini.

Dan akhirnya terdengar suara dengkuran lirih dari bibir Wooseok yang setengah terbuka. Yuto hanya terdiam, sambil matanya mengarah ke timur. Menunggu fajar tiba.

Sedikit melamun, memikirkan awal semua ini. Dia tidak tahu apa apa, melepas dirinya dari kehidupan istana setelah Almarhum Paduka Bomin meninggal. Jinho yang memutuskan pergi dari istana, lalu semuanya mengikutinya. Mereka pergi ke hutan dan menemukan sebuah rumah yang mungkin sudah tua, namun masih bisa ditinggali. Dan sekarang, rumah itu menjadi markas mereka.

Dan kabar kematian Sungkyu membuat mereka lebih berhati hati, karena Bomin pernah berpesan untuk menjaga Hyunjoon baik baik. Bomin memberitahu semuanya, mulai dari rumah istrinya, beberapa pintu rahasia istana, hingga jalan keluar yang Bomin rahasiakan sejak dulu.

Dan sekarang dia merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Hyunjoon, seperti pesan terakhir Bomin pada mereka.

Setelah itu masalah mulai muncul satu per satu. Kedua putri Sungkyu terbunuh juga. Lalu beberapa kerabat Pangeran Hyunjae dan Pangeran Juyeon juga terbunuh.

Memang, pergantian kekuasaan pasti diwarnai dengan darah. Yuto tak habis pikir, apa yang sebenarnya mereka inginkan, hingga mengorbankan orang orang tak bersalah.

Namun, jika bukan mereka, siapa yang akan menduduki tahta? Pangeran Hyunjoon sudah tidak memiliki kerabat, darah kerajaan terputus begitu saja.

Paman Jaeseok yang notabenenya orang yang sudah mengenal Bomin sejak dulu pun tidak tahu tentang keluarga kerajaan yang lain. Sungkyu anak tunggal, tidak mempunyai saudara lagi. Baik itu saudara kandung ataupun sepupu.

Bomin juga, bahkan ibunya sudah meninggal saat dia masih kecil.

Dan Pangeran Hyunjoon...

Tunggu. Karena Bomin menikah dengan Dabin, pasti Dabin memiliki kerabat. Dan mereka lebih berhak menduduki tahta daripada Pangeran Juyeon ataupun Pangeran Hyunjae.

Tanpa sadar, sinar matahari pertama menerpa telah wajah Yuto.

***

Wattpad ngajak gelud. Kemarin mau publish tapi nggak bisa bisa.

Wattpad asem, sangat asem, hati Wattpad berwarna asem~

Road To KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang