79

141 33 3
                                    


"Jadi, aku punya rencana. Walau mungkin tidak sehebat rencana Changmin, tapi aku yakin ini berhasil. Kalian bisa membantu?"

Yang lain terdiam, saling memandang setelah Younghoon  berkata seperti itu. Semudah itu? Walau mereka yakin Younghoon adalah Panglima tertinggi, namun dia tidak punya pasukan sama sekali.

Ada sih, walau hanya satu orang. Haknyeon.

"Kita... akan memberontak?" tanya Shinwon pelan pelan.

Younghoon menggeleng "Bukan memberontak. Lebih tepatnya, mengembalikan tahta kepada orang yang berhak,"

"Memangnya kau sudah tahu siapa yang berhak? Bukannya Pangeran Hyunjoon itu pewaris terakhir?"

"Jadi, bagaimana? Kita siap kapanpun kau menginginkannya," kata Jinho.

Younghoon mengangguk, menyakinkan yang lain "Besok saja kita bahas. Sekarang, kalian belum makan, kan? Ayo makan dulu,"

"Tapi Yanan mengajak pulang tadi, tidak jadi berburu," keluh Shinwon.

"Aku habis berburu tadi, nanti Haknyeon yang masak," kata Younghoon.

"Hei! Kenapa harus aku?" Haknyeon berseru tidak terima.

***

"Masakan sudah siap!" Teriak Haknyeon dari arah dapur. Semuanya bergegas ke sana, duduk melingkar di karpet yang telah terhampar.

Jinho menatap mereka satu per satu. Entah karena kelaparan atau masakan Haknyeon memang enak.

Namun, tunggu sebentar. Seperti ada yang kurang.

"Bocah tengil itu kemana?"

Ah, iya. Kangmin tidak ada.

"Masih tidur, mungkin? Wooseok, coba cek di kamarmu. Siapa tahu dia belum bangun," kata Hui kepada Wooseok.

Namun Wooseok menggeleng "Sedari tadi dia tidak tidur, bahkan ke kamar,"

"Tenang. Habiskan dulu makanannya, baru mencari bocah tengil itu. Kalian butuh tenaga. Kangmin tidak tahu daerah sini, dia pasti tidak pergi jauh jauh," Hongseok berkata pelan, menenangkan yang lain.

"Mungkinkah dia pulang?" terka Kino. Seingatnya, dulu dia tiba tiba datang ke istana begitu saja. Kino yakin, dia pasti masih punya keluarga yang mencarinya.

Pandangan Haknyeon mengarah ke mangkuk sup yang masih utuh, jatah Kangmin "Kalian pernah menanyakan asalnya dari mana?"

Yeo One mengangguk "Dia lupa. Padahal usianya sudah bisa dibilang dewasa, namun kelakuannya masih seperti anak kecil,"

"Dia juga pelupa, pikun," tambah Hyojong.

"Ada sesuatu yang disembunyikan dari kita, mungkin. Aku tidak tahu, hanya menduga," ucap Jinho lirih.



"Kita mulai dari hutan. Yuto, Shinwon, dan aku ke arah timur. Yanan, Wooseok dan Hongseok ke arah selatan. Hui, Hyojong dan Yeo One ke utara. Younghoon, Haknyeon dan Kino ke barat," Jinho membagi bagi tugas.

Karena rumah ini benar benar di tengah hutan, tidak menutup kemungkinan kalau Kangmin bisa pergi kemana saja. Dan, tersesat.

Kino berjalan terlebih dahulu, dengan obor di tangannya "Ayo, ikuti aku," ajaknya kepada dua orang yang sedari tadi diam saja.

Empat cahaya obor itu menjauh dari titik asalnya, bergerak ke arah yang berbeda. Walau Kangmin bukan siapa siapa bagi mereka - hanya sekedar bocah tengil yang suka merusuh- namun rasanya sudah menjadi tanggung jawab mereka sampai kembali ke tangan orang tuanya. Lagipula, karena Kangmin juga Kino bisa bebas dari dekapan istana.

"Eum, Kino?"

Haknyeon membuka suara. Sejak tadi dia hanya diam, tidak berbicara apapun.

"Ya, kenapa?" Kino tidak menoleh, masih melanjutkan jalannya.

"Bisakah kita berbelok ke sana?"

Kino menoleh ke arah yang yang ditunjuk Haknyeon. Dia tahu, itu arah ke mana.

Kerajaannya, yang sekarang dipimpin oleh kakak pertama Hyunjae.




***

"Kenapa aku bisa ada di sini?"

Kangmin terduduk di tengah hutan. Rasanya tadi dia masih berada di rumah, namun mengapa tiba tiba dia ada di hutan?

Hutan ini tidak familiar. Apakah Kangmin sudah pergi terlalu jauh dari rumah?

Ah, Kak Wooseok pasti mencarinya. Dia harus segera pulang.

Tapi, Kangmin benar benar tidak tahu jalan pulang. Jangankan jalan, dimana dirinya sekarang pun, Kangmin tidak tahu.

Langit sudah mulai gelap, pertanda malam akan datang. Dan senja memeluk bumi.

Sempurna gelap. Tidak ada cahaya sedikitpun di sekitar Kangmin. Bahkan, bulan pun enggak menampakkan diri, seakan membuat Kangmin sengaja tersesat.

Semesta sedang memusuhinya kali ini.

Kangmin ingin menangis, namun dia tahu itu percuma. Tidak ada yang tahu kondisinya saat ini.

Hingga seberkas cahaya menyilaukan matanya, membuatnya terpejam beberapa saat.

Tunggu. Dia teringat saat pertama kali mendatangi Kino. Senternya terlalu terang. Kino yang marah marah karena Kangmin yang bandel.

Hingga sebuah suara menyadarkannya.

"Kangmin?"

Kangmin menoleh, tidak ada siapa siapa. Mungkinkah dia tadi hanya berhalusinasi?

Namun suara itu terlalu nyata untuk dianggap sekedar khayalan. Kangmin kenal suara itu, walau dia baru mendengarnya beberapa hari terakhir ini.

"Kangmin!"

Sekali lagi, suara itu terdengar. Semakin jelas, meyakinkan Kangmin.

Dan Kangmin tahu, dia harus mencari asal suara itu. Demi keselamatan dirinya sendiri.

"Kangmin! Kangmin!"

Kangmin merasa suara suara itu mendekat, semakin mendekat. Dan...

Kangmin tersungkur. Tidak sadar apa yang terjadi.

***

Hola! Ngga jadi hiat, hehe.

Road To KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang