57

140 34 7
                                    


Gimana gimana kemarin? Hah?


Hyunjae terkejut melihat Hyunjoon datang dengan darah yang masih menetes. Awalnya Hyunjae kira dia terluka, namun dia sadar kalau darah Hyunjoon mengalir sederas itu pasti dia sudah meninggal karena kehabisan darah.

Dan seperti yang Hyunjoon sangka, Hyunjae benar benar terkejut melihat Sunwoo yang sudah tidak bernyawa di belakang Hyunjoon.

Hyunjae tak mampu menahan air matanya melihat kondisi Sunwoo. Keadaannya mengenaskan, tengkorak kepalanya hampir terbelah. Memperlihatkan beberapa bagian dalam kepalanya, seperti otak dan saluran pernafasannya.

Tak hanya itu, bagian perutnya sudah tidak berbentuk. beberapa organ dalamnya terlihat, ususnya terurai. Dadanya juga, mungkin tulang rusuknya patah.


Hyunjoon ingin menjelaskan semuanya kepada Hyunjae, namun Hyunjae buru buru mengambil alih mayat Sunwoo dari gendongan Hyunjoon. Mengelus kepalanya yang hampir hancur. Bagaimanapun juga, Sunwoo adalah salah satu orang paling berharga di hidupnya. Teman Hyunjae sejak kecil, mungkin. Tidak, lebih dari sekedar teman, Hyunjae sudah menganggapnya seperti saudara sendiri. Apalagi setelah ayah Sunwoo meninggal.


"Pangeran Hyunjoon," kata Hyunjae patah patah, sesenggukan "Saya undur diri sebentar, ada urusan yang perlu saya tangani,"

Sebelum Hyunjoon mengangguk, Hyunjae sudah pergi setengah berlari. Hyunjoon yakin, Hyunjae membawa Sunwoo kembali ke kerajaannya. Panglima pasukan khusus mereka harus mendapat penghormatan terakhirnya.

Mungkin akan memakan waktu tiga hari untuk menunggu Hyunjae kembali ke sini. Membuat Hyunjoon sedikit lega, artinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari keadaan istana. Hanya ada Juyeon, itu jauh lebih baik.


Sekarang, Hyunjoon menarik tali kekang kudanya, kembali ke rumah tua di tengah hutan tersebut. Dia masih mempunyai urusan yang belum diselesaikan disana.

***

Eric dan Changmin yang sedang mengurusi surat surat  yang barusan datang, diantar dari kurir kerajaannya kaget mendengar suara tangisan Hyunjae yang semakin kencang. Mereka menoleh bersamaan, dan terkejut mendapatinya.


Changmin segera meletakkan pena bulu angsanya, tak peduli dengan tinta yang tercoret di dokumen pentingnya. Buru buru menghampiri Hyunjae yang berlutut di depan pintu, air matanya menetes ke wajah Sunwoo yang sudah tidak bisa dikenali lagi. Tapi Changmin tahu, karena Hyunjae sedari tadi terus menggumamkan namanya disela tangisannya.

Eric tidak tahu apa yang terjadi, karena itu dia kebingungan melihat Sunwoo dalam keadaan sudah tidak bernyawa lagi. Eric ingin meminta penjelasan, namun dia tidak bisa berbicara. Tenggorokannya tercekat, seperti suaranya telah berhenti disana.

Eric tahu, ini pasti ulah seseorang dari pihak Juyeon. Eric tahu, kemarin Sunwoo sempat memancing emosi Juyeon, namun sekejam ini mereka membalasnya? Eric tak habis pikir.


Dia menghembuskan nafas, berusaha menenangkan diri. Lalu berbicara pelan pelan ke Hyunjae yang masih berlinang air mata.

"Pangeran Hyunjae, aku akan menyiapkan keperluan untuk membawa pulang mayat almarhum Sunwoo, Kak Changmin juga, ya? Aku akan tetap disini, bersama Kak Haknyeon. Kalau Panglima Younghoon, aku akan menanyakannya,"

Setelah berkata seperti itu, Eric menyadari sesuatu. Pedang kutukan itu sudah tidak ada, jadi tadi Sunwoo membawanya. Entah sekarang dimana, Eric harus mencarinya. Dia tahu cara menghancurkannya.

Tunggu. Bekas luka yang menganga di perut Sunwoo cukup besar, jadi pasti pedang kutukan itu yang membunuhnya. Pedang itu dibuat dengan kualitas terbaik, buktinya kepala Sunwoo bisa hancur karenanya.

Dan Eric tahu, siapapun yang membunuh Sunwoo menggunakannya, dia akan terbunuh dengan pedang yang sama.

Tapi Eric tidak mau menunggu. Walau dia tidak terlalu pandai menggunakan pedang, dia akan tetap mencarinya, sekaligus membalaskan dendam atas nama Kim Sunwoo, atasannya yang sangat dia hormati.


"Kak Haknyeon, boleh aku meminta tolong? Bantu aku membawakan beberapa barang untuk dinaikkan ke atas kereta kuda," kata Eric saat masuk ke ruangan Haknyeon yang auranya sedikit suram.

Haknyeon menoleh "Kenapa? Kalian mau pulang?"


"Tidak. Kak Sunwoo meninggal, akan dimakamkan disana,"

Haknyeon tidak terkejut sama sekali, ekspresi wajahnya tidak ada yang berubah.

"Kau tidak ikut pulang?" tanya Haknyeon, kembali fokus ke buku yang sedang dibacanya.


Eric menggeleng "Aku tetap disini, banyak hal yang harus aku urus,"

"Serius, kau tidak ikut? Kau orang kepercayaan Sunwoo, siapa tahu kau menjadi Panglima Pasukan Khusus setelahnya,"


"Mau aku beritahu sesuatu?" kata Haknyeon sambil menepuk kursi di sampingnya, mengisyaratkan Eric agar duduk disampingnya.

"Kau pernah membaca buku ini?" Haknyeon mengacungkan bukunya, bersampul ungu tua. Judulnya Festival Air Mata.

"Aku belum membacanya, tapi aku tahu sedikit tentang isinya," Eric mengambil buku itu dari tangan Haknyeon, membuka halaman pertamanya "Intinya tentang rantai dendam yang tak kunjung usai, kan? Hingga beberapa generasi, namun yang menjadi masalahnya masih sama,"

"Aku tahu, Sunwoo pasti dibunuh, kan? Terakhir kali aku melihatnya, dia masih baik baik saja, kecuali ada yang meracuninya. Menurutmu, siapa yang membunuhnya?"


Eric berpikir sejenak "Pihak Pangeran Juyeon, Sangyeon mungkin? Aku jarang melihat mereka. Hanya pernah bertemu Sangyeon dan Chanhee,"


"Nah, siapapun yang membunuh Sunwoo, kau tidak boleh membalaskan dendamnya, oke? Rantai dendam itu biasanya panjang, entah berakhir kapan,"


"Maaf, Kak Haknyeon. Tapi aku tidak berjanji,"

Eric tertunduk, masih merenungi ucapan Haknyeon.

***

Road To KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang