71

149 33 11
                                    


Tempat Kino ditahan bukan tempat Wooseok yang kemarin. Karena para prajurit istana sudah pasti mengira yang lain pasti akan membebaskannya, Kino dipindahkan. Ke belakang istana, dalam keadaan pingsan.

Memang, daya tahan tubuh Kino tidak cukup kuat untuk menahan cambukan cambukan yang mengenai punggungnya. Dia berusaha menahan teriakannya, namun sia sia. Darah perlahan menetes dari sudut bibirnya, lalu pandangannya menggelap. Dan tiba tiba saja dia sudah ada di tempat yang tidak dikenalnya ini.

Kino tidak yakin mereka akan menemukannya disini. Tempat ini hanya seperti gubuk di area belakang istana, semacam pos penjagaan darurat. Kalau dilihat sekilas, orang pasti sulit percaya kalau ada seseorang yang ditahan disana.

Ah, sekarang Kino tahu kenapa di punggung Wooseok kemarin banyak bekas kemerahan.

Punggungnya terasa sakit. Dia diikat di sebuah tiang bambu, dengan tangan di belakang. Tempat ini benar benar jauh dari keramaian, tidak ada gunanya berteriak meminta tolong. Lagipula, tenaga Kino sudah habis. Tidak kuat untuk berteriak.

Dan sekarang, Kino pasrah. Kalau kalau sebentar lagi hidupnya akan berakhir.

***

Jinho menatap teman temannya satu per satu. Pandangannya berhenti di wajah Wooseok.

"Kemarin, saat kau ditangkap, kau diapakan oleh mereka?"

Wooseok tertunduk. Bibirnya terbungkam, tidak ada sepatah kata pun yang terucapkan.

Jinho yakin, pasti ada sesuatu yang disembunyikan dari Wooseok.

Yang lain sudah memasang wajah khawatir. Pasalnya, diantara mereka fisik Kino paling lemah. Berbeda jauh dibandingkan Wooseok.

Wooseok adalah definisi dari petarung jarak dekat yang sebenarnya. Tangguh, tidak mudah goyah. Mampu menahan luka seperti apapun, tetap melanjutkan pertarungan walaupun terluka parah. Hingga titik darah penghabisan.

Berbeda dengan Kino. Mata mata mengandalkan strategi, tidak buruk fisik sekuat yang lain. Karena kunci mata mata hanya satu. Penyamaran.

Maka dari itu, Kino lebih memilih menjadi mata mata. Selain karena otaknya yang cerdas dan kritis, fisiknya tidak mampu menahan rasa sakit berkepanjangan.

"Kak Jinho," ucapan Hongseok membuyarkan semua yang ada di ruangan itu dari lamunannya "Apakah kita akan membebaskan Kino juga?"

"Pasti. Secepatnya,sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dengan Kino," kata Hui tegas.

"Tunggu, Hui. Kita tidak tahu apa yang ada di sana. Istana sudah banyak berubah, kita tidak siap mengatasi mereka. Aku yakin, setelah kejadian kemarin, para prajurit menyiapkan penjagaan yang lebih ketat,"

Shinwon mengangguk setuju "Kita harus menyusun rencana yang matang. Kita semua tidak mau kan, kejadian kemarin terulang lagi?"

Semua terdiam, mengingat sesuatu. Biasanya kalau begini, Kino dengan cepat mengusulkan idenya. Pikirannya yang kritis selalu membuat mereka tercengang dengan gagasannya.

***

Entah sudah berapa lama Kino tertidur. Matahari sudah terbenam, padahal singkatnya tadi sebelum dia tidur, langit masih terang. Sepertinya dia benar benar kelelahan.

Namun, sebuah siluet cahaya membuatnya penasaran. Dari luar gubuk, ada bayangan seseorang yang datang. Mungkinkah dia adalah Yuto, atau Yeo One? Tapi kini hafal perawakan mereka. Orang itu lebih kecil dari mereka.

Walau kini hanya melihat dari cahaya obor yang remang remang, dia bisa jamin itu bukan salah satu dari temannya.

Dan pastinya bukan prajurit istana. Tidak mungkin malam malam begini mereka berkeliaran. Apalagi di tempat yang tidak akan dicurigai orang seperti ini. Buang buang waktu saja.

Mata Kino yang sedang mengamati sosok itu terpaksa terpejam karena sebuah cahaya yang menyilaukannya. Cahaya sangat terang, hampir seperti cahaya matahari siang.

Tapi ini malam hari. Kalaupun itu cahaya obor, tidak akan seterang itu. Kecuali kalau gubuk ini terbakar.

Sosok itu masuk ke dalam, memperlihatkan wujudnya kepada Kino.

"Ah, kamu siapa?"

Kino tidak yakin, orang ini baik atau tidak. Pakaiannya aneh, dan dia membawa sesuatu di tangannya. Seperti tongkat besi, namun tidak terlalu panjang. Mungkin hanya sepanjang lengan.

Dan anak itu... Kino yakin dia masih remaja. Walau cara bicaranya masih seperti anak kecil. Sekitar, 17 tahun? Mungkin.

"Kamu kenapa diikat kaya gini? Memangnya kamu penjahat?"

Kino menggeleng, namun dia tidak mau menjawab. Masalah ini terlalu rumit untuk anak sepertinya.

"Mau aku buka ikatannya nggak? Tapi aku nggak tau aku bisa apa nggak,"

Anak itu membuka tas kecilnya, mengeluarkan sebilah pisau yang bisa dibilang kecil. Tidak yakin dengan tambang di tangan Kino yang besar.

Setelah lama mencoba, anak itu berhasil membuka ikatan tangan Kino. Lalu Kino membuka ikatan di kakinya sendiri, sedangkan anak itu mengeluarkan botol minum. Menyodorkannya ke Kino.

"Ini, minumlah,"

"Ah, ngomong ngomong, kau siapa?" tanya Kino, mengembalikan botol itu ke pemiliknya. Jujur, dia agak aneh dengan barang barang yang dibawa anak itu.

"Aku? Aku... siapa ya? Aku lupa, hehe,"

Kino menggelengkan kepalanya. Tidak paham lagi dengan anak ini. Dia berhasil masuk ke dalam istana, padahal penjagaannya sangat ketat. Bahkan Kino saja pernah tertangkap.

Dan anak ini? Seperti meragukan. Kino mulai berpikir aneh aneh, siapa tahu dia adalah salah satu petinggi istana, mungkin?

"Kalau dilihat lihat, kau bukan orang sini, kan?"

Anak itu mengangguk, masih berpikir siapa namanya.

"Ah, aku ingat! Namaku Yoo Kangmin, salam kenal," serunya sambil menyodorkan tangan, mengisyaratkan Kino untuk menjabat tangannya.

***

Welcome, Verivery!
Akhirnya cast lengkap juga😌

Road To KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang