70

165 35 6
                                    

Seusai mengendap endap dengan Yuto yang memandangnya seakan akan dia akan ditemukan dengan mudah oleh prajurit.

Entah kenapa, Kino merasa seakan akan diremehkan. Kino tidak suka itu, dan tanpa sadar dirinya melangkah lebih cepat sedikit.



Yuto masih memandang cemas Kino tanpa melakukan apapun, dia bingung tentang hal itu. Keadaan ini tidak memungkinkan untuk anggota lain agar menyusul Kino untuk berjaga jaga, untuk Yanan mungkin secara dirinya adalah petarung jarak dekat.

"Aish, Kino jangan bertindak ceroboh begitu," Yuto menggerutu, Kino memiliki memampuan yang baik dan lengkap. Kekurangannya adalah Kino yang tidak pernah berpikir panjang.

Dia selalu melakukan apa yang terlintas di pikirannya.



Yuto memandang Kino cemas, terlebih lagi tadi Kino tersandung akibat tidak terlalu memperhatikan jalannya.

***

Kino tersenyum lebar, dirinya sudah berada di depan gerbang tinggi yang rapat. Tidak ada celah disini, jika ada itu pasti sudah tertutup oleh benda lainnya seperti semak semak di depan gerbang itu.



Kino tidak peduli, dia tahu apa yang harus dilakukan olehnya.

Sekarang Kino menyumpahi Wooseok yang tidak melarikan diri melalui jalan ini. Ah, Kino lupa kalau Wooseok jarang mendengarkan orang berbicara.

Wooseok selalu menyebut orang lain dengan kata, orang yang bernama Kino, orang yang bernama Yuto dan semacam itu.

Wooseok terkadang akan serius pada waktunya, tapi itu jarang sekali.




Kino meraba raba ujung gerbang bagian bawah. Disana ada sesuatu, Kino menekannya dan semak semak di sebelahnya bergerak.



Kino mengangguk angguk paham, keadaan sudah berganti. Kino sering menyelinap di istana, tetapi dirinya tidak pernah mengunjungi tempat ini lagi.

Entah karena tidak ingin atau tidak ada misi yang berkaitan dengan tempat ini.

Yah, Kino sedikit trauma dengan tempat ini.

Seingat Kino bukan ini lokasinya, tapi ini benar.

Kino menghitung langkahnya, tujuh langkah! Ini benar.


Akhirnya Kino melangkah masuk ke dalam tempat suram itu.

***

Di dinding batu itu, sebuah cat merah tertulis. No 108, dan seseorang terdiam di balik jeruji menatap Kino tajam.


"Wooseok, itu kau?" Kino berkata pelan, takut ada yang mendengar selain dirinya dan Wooseok.

"Iya, ada apa?"

Kino membelalakkan matanya, "Ada apa kau kata? Kau tidak ingin keluar dari sini?"


Wooseok menggelengkan kepalanya, "Tentu saja tidak, jika kau menanyakan kenapa,"

"Karena sekarang seseorang bernama Kino akan memaksaku untuk keluar, benar?"



Kino tertawa pelan, "Tentu saja, beruntung aku tadi tidak memukul kepalamu karena terhalang jeruji ini,"

Wooseok tersenyum senang, itu juga keberuntungan menyenangkan untuk dirinya.

Kino mengeluarkan sebuah pisau dari sakunya, Wooseok membelalak. "Hei, kau tidak mungkin melepaskanku menggunakan pisau,"


"Tapi, jika ini pisau buatan Hongseok akan berhasil. Kau tidak lupa Hongseok kan?"

"Wow, aku terkejut dengan fakta itu. Seingatku terakhir kali, seseorang bernama Hongseok sedang marah padamu," Wooseok mengernyitkan dahinya.

"Ingatanmu tidak benar, lagipula kau juga tidak tahu apa yang terjadi akhir akhir ini. Yah, kau tahu sendiri? Kak Jinho yang memintanya untukku," Wooseok mengangguk paham, saat mereka berbicara ringan.

Tangan Kino yang menggesekkan pisau milik Hongseok itu ke lubang kunci.



"Doar!" itu meledak, tentu saja menimbulkan suara yang cukup keras untuk setengah istana mendengarnya.

Wooseok menganga, itu terlihat hebat sekali. Wooseok berjanji tidak akan meragukan orang yang bernama Hongseok itu.

"Hei kalian!" Kino dan Wooseok menoleh, itu Yuto yang baru saja menyusul Kino tadi.


Yaa, bukan hanya Yuto saja. Lihatlah barisan prajurit menyebalkan itu yang muncul di belakang Kino.


Wooseok yang menyadarinya langsung berlari, dengan Yuto. Sedangkan Kino tertangkap terlebih dahulu, pisau yang tadinya berada di genggamannya terjatuh.

Wooseok dan Yuto tidak menoleh ke belakang, mereka tidak bodoh. Jika mereka memedulikan Kino, maka mereka akan ditangkap. Bagaimana kabar anggota lainnya? Hongseok akan marah marah karena pisaunya yang tidak di kembalikan.

***

"Arrgh, kenapa jadi seperti ini?" Yeo One berseru frustasi, biasanya dia hanya diam saja dan memantau. Sifat rata rata seorang mata mata adalah pendiam,

Shinwon menepuk pundak Yeo One, "Tenanglah, berpikirlah dengan tenang,"

Nafas Yeo One perlahan menjadi tenang.



Hui sudah tidak paham lagi, sebelumnya Wooseok tertangkap dan sekarang Kino. Besok siapa lagi hah?

Hongseok sedari tadi terdiam, tapi wajahnya tidak bisa dibilang baik baik saja.



"Besok kita akan menjemput Kino," Jinho menyela hening.

Semua mata menatap tidak percaya kepadanya.



"Tapi-"


"Semuanya tanpa terkecuali, paham?"

"Untuk menutup kemungkinan gagal, Hongseok akan membawa sesuatu yang meledak,"

"Ledakkan saja setengah istana,"


Senyum terulas di wajah Jinho.

"Dan jika ini masih gagal lagi, satu pihak istana akan tumbang sebagai gantinya,"





Itu artinya, jika Kino tidak berhasil dijemput.

Maka salah satu diantara pihak Juyeon atau Hyunjae akan terbunuh, mungkin.

***

Heeei, ini author yang satunya. Makannya hasilnya jelek.

Sekolah online gimana? Tugas lancar?

Aku sendiri aja nulis ini disela sela nugas :)

Road To KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang