"Itu, rumahnya yang warna putih." Adiba menunjuk rumah bercat putih, terlihat rumah paling besar di deretan kompleks itu.
Motor Artha berhenti di depan rumah yang Adiba tunjuk tadi, lalu Adiba pun turun dari boncengan dengan belanjaan di tangan.
"Makasih ya Kak, udah nganterin sampe rumah. Mau mampir dulu, nggak?" kata Adiba ramah.
Artha membuka kaca helm nya. "Enggak."
Adiba meringis ketika luka lebam di bawah pelipis mata Artha terpampang.
Ia menunjuk bagian bawah pelipisnya sendiri. "Itu, lukanya nggak diobatin dulu?"
Artha menggeleng. Ia hendak menutup kaca helm nya kembali, tapi terhenti.
Artha membuka kaca helm, menaruh benda itu di stang, berlanjut melepas jaket hodie yang ia pakai.
Kemudian turun dari motor ninja yang ia naiki. Berjalan dua langkah ke arah Adiba.
Awalnya sih, dia pengen langsung pergi dan rebahan santuy di kasur, tapi ada satu hal yang mendorong dirinya untuk berbuat demikian.
"Pake," ia menyodorkan jaket nya kepada Adiba.
"Hah?"
Artha berdecak. "Pa.ke," tekan-nya.
"Buat apa, Kak? Kan gue udah di depan rumah."
"Buat bahu lo,"
Adiba melirik bahunya, lalu membenarkan letak cardigan-nya yang melorot.
"Udah gue benerin."
Melihat respon gadis ini yang lemot, Artha langsung menaruh jaketnya di atas kepala Adiba.
Tanpa mengizinkan Adiba mengeluarkan protes, cowok ganteng itu langsung naik ke motor, memakai helm, dan kembali menyalakan mesin motornya hendak pergi.
"LOH, KAK?!" pekik Adiba, "INI JAKETNYA GIMANA?!"
Sayang, cowok itu keburu ditelan angin. Adiba berdecak kesal. Ia lalu membuka pagar rumahnya dan masuk.
Dan tanpa keduanya sadari, sedari tadi ada yang memperhatikan dari kejauhan.
"Itu, Artha kan? Dia sama siapa?" kata orang itu.
☠️☠️☠️
"Assalamualaikum, Adiba pulang." Adiba berujar sembari menutup pintu.
"Dari mana aja kamu? Jam segini baru pulang. Indomaretnya pindah ke Eropa?" serang Avanya.
Adiba menghela napas. "Aduh Mama, ceritanya itu panjang. Panjangggg.. bangettt."
"Dih, alesan." cibir Agil yang tengah bermain game di ponsel sambil sandaran di sofa.
"Heh, gue ga alesan ya!"
"Kalo ga alesan, jelasin dong. Palingan tadi mampir buat ngapelin pacarnya,"
Ni bocah minta di uleg ya!
"Pacar mata lo katarak! Gue tadi hampir di culik, tolol! Untung aja ada Kak Artha yang nolongin." sentak Adiba.
Avanya yang mendengar penuturan anak gadisnya mendelik. "Kamu mau diculik?"
Adiba mengangguk. "Iya Ma. Piama Adiba aja sampe robek. Nih liat,"
Adiba memperlihatkan kain piama bagian bahu yang robek.
"Ya allah! Kamu nggak diapa-apain kan?" Avanya panik.
Ia menggeleng. "Enggak. Untung Kak Artha dateng buat nolong Adiba."
"Artha? Siapa?" sahut Amar yang tiba-tiba muncul dan melangkah turun dari lantai atas.
"Kakak kelasnya Adiba, Pa."
Amar mengangguk. Lalu menempatkan dirinya di samping Agil.
"Syukurlah, yang penting kamu selamat." Avanya membelai rambut pirang kecoklatan putrinya.
Adiba tersenyum.
"Sini belanjaan, Mama." Adiba menyodorkan kantung plastik berisi pesanan Avanya dua puluh menit yang lalu.
"Mama ke dapur dulu," kata Avanya lalu beranjak pergi.
Adiba beralih kepada kedua lelaki yang sedang duduk manis di sofa.
Aliasnya mengkerut. "Ngapa lo liatin gue segitunya?" tanya Adiba kepada Agil dengan nada tak santai.
Agil menaruh ponsel, bangkit, lalu berjalan mendekat ke arah sang Kakak.
"Widihhhh, jaket siapa nih?" Agil mencomot jaket hodie milik Artha yang digelung Adiba di tangan.
"Eh, itu punya temen gue balikin!" Adiba berusaha menggapai jaket yang diacungkan tinggi-tinggi oleh Agil.
Maklum, Agil lebih tinggi daripada Adiba.
"Gilak! Holkay banget temen lo, Kak."
"Holkay apanya?"
"Ini kan jaket yang harganya uwow. Gue aja pengen beli, tapi sama Papa ga dibolehin tuh,"
Agil mengarahkan dagu ke arah Amar.
"Mubazir. Buang-buang duit," jawab Amar, "lagian jaket kamu udah banyak."
"Yah, Papa.." Agil melas.
"Hahaha.. derita lo, Gil!" Adiba tertawa.
Melihat suara tawa Adiba yang menjengkelkan menurutnya, terlintas ide brilian di otak cowok tengil ini.
Agil tersenyum jahil. "Gue ambil ya jaketnya,"
"HAH?!" Adiba melotot.
"BILANGIN KE TEMEN LO. MAKASIH BUAT JAKETNYA!!" Agil berteriak sembari berlari ke lantai atas, dimana kamarnya berada.
Adoh! Mampus gue!
"AGIL BALIKIN!!" Adiba berlari mengejar Agil, tapi sayang pintu kamar cowok itu keburu dikunci.
"WOY, BUKA WOY!!" Adiba menggedor pintu kamar Agil.
"Tak nakk..." balas Agil dari dalam kamar.
"CEPET BUKA! TU JAKET PUNYA KAK ARTHA BEGO!"
"Bagus dong! Dengan begitu, Kakak bisa PDKT sama Artha-artha itu."
"PDKT JIDAT LO LEBAR!" bentak Adiba, "BALIKIN GAK LO?!"
"Enggak.."
Adiba berdecak. Ia faham betul sifat Adeknya yang satu ini. Barang yang sudah dipegang dan menjadi hak milik Agil, tidak bisa dikembalikan.
"Gue harus ngomong apaan dong ke Kak Artha besok?" Adiba menggigit kuku jarinya.
"Agil sialan!" Adiba menendang pintu kamar Agil, berlalu, lalu masuk ke kamarnya sendiri dengan membanting pintu keras.
Avanya dan juga Amar yang ada di lantai bawah berjinggat kaget dibuatnya.
☠️☠️☠️
seu next chapter!
diketik dengan 760 kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Artha [Completed]
Teen Fiction"Dalam lakuna, aku mencari kamu yang menyebutku renjana." -Artha Bramansyah *** Artha Bramansyah, seorang siswa sekaligus pria tampan yang paling digandrungi di SMA nya. Sifatnya yang cuek, suka berubah-ubah, dan juga dingin, secara tak sengaja dipe...