14. Mulai dekat

6.4K 912 16
                                    

Artha mempercepat laju motornya. Entah mengapa, melihat cewek yang sekarang ada di boncengannya sekarang bersama cowok tadi, rasanya hatinya seperti di cubit keras.

Sementara Artha fokus ke depan, sambil menahan rasa sakit di hatinya, di belakang punggung tegap cowok itu ada cewek yang berusaha menahan segala umpatannya.

Tangannya juga sudah berkali-kali menabok punggung Artha agar cowok itu memelankan laju motornya.

Tapi, tak digubris sama sekali. Rambutnya pun sudah tak berbentuk. Ia mau pegangan juga takut. Takut Artha marah, dan mengiranya gadis gampangan. Beda lagi, kalau Artha sendiri yang nyuruh kayak waktu itu. Dasar Maemunah!

"WOY KAK! PELAN DIKIT NAPA! RAMBUT GUE UDAH BERANTAKAN WOY! LUPA BAWA HELM LAGI!" bentaknya keras.

"Ck!" Artha berdecak di balik helm full face nya.

Karena Artha tak juga mendengarkan, akhirnya Adiba mendekatkan wajahnya, di samping helm Artha agar cowok itu dapat mendengar. Dan tentu apa yang dilakukan Adiba, membuat gadis itu seakan-akan memeluk Artha dari belakang. Namun nyatanya tidak.

"KAK! LO DENGER GUE GA SIH?! PELANIN DIKIT! NTAR KALO ADA POLISI KENA TILANG GIMANA? MANA GUE GA BAWA HELM LAGI!" bentaknya lagi.

Artha tiba-tiba ngerem mendadak, sampai ban nya beradu dengan aspal. Adiba? Jangan tanyakan lagi.

Ketika jantungnya sudah terkendali. Adiba langsung turun, dan menepi ke pinggir. "Dasar! Orang ganteng ga waras lo, Kak!"

Setelah mengucapkan itu, Adiba langsung beranjak dari tempat dengan perasaan teramat kesal. Rambutnya jadi berantakan dan pastinya nanti susah buat di sisir.

Artha menjalankan motornya pelan, berjalan di samping Adiba. Membuka kaca helm full facenya. "Naik,"

Adiba tak menggubris.

"Ayo naik." Adiba mendengus.

"Gak! Yang ada jantung gue copot ntar."

Artha mencekal tangan Adiba. "Naik. Ikut gue,"

Adiba melirik sinis tangan kekar Artha yang bertengger manis di pergelangan tangannya. Kemudian melihat ke arah mata Artha.

Entah ini matanya yang sewer, atau udah rabun, ketika melihat mata Artha, cowok itu sepertinya mengeluarkan puppy eyes nya. Yang nampak, begitu menggemaskan.

Adiba menghembuskan napas pelan. Menepis tangan Artha kasar. Menghentakkan kaki kesal, sambil berjalan ke arah jok belakang sepeda motor cowok itu.

"Jangan ngebut," cetusnya.

Artha bergugam. Ia tutup helm nya, bersiap menjalakan motor kesayangan nya kembali dengan kecepatan standar. Sesuai apa yang telah diperintahkan oleh sang Ratu.

Diperjalanan, Adiba merasa risau karena ia tak pakai helm sendiri. Sedangkan pengendara lain, pakai helm semua. Ia takut ditilang.

"Kak, ini beneran kan ga ada polisi?" tanya Adiba takut-takut. Ia juga bolak balik melihat ke sekeliling. Memastikan ada Pak polisi yang sedang berjaga.atau tidak.

Artha yang melihat toko penjual helm di depan perempatan, segera menuju ke sana. Sesampainya, Artha menepikan motornya ke pinggir.

"Loh, Kak, kan kita mau ke mall. Kok beli helm?" tanya Adiba heran.

Artha menaruh helm nya di stang motor. "Turun. Beli helm,"

Adiba tersenyum lebar. Setidaknya lelaki ini cukup peka.

"Ayo Neng, monggo helm nya, masih baru dan kualitas pastinya nampol abis!" ujar Abang penjual.

Adiba terkekeh. Ia memilih jajaran helm yang ada di sana. Ia kemudian memilih helm bogo berwarna cream dipadukan dengan putih.

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang