38. Insiden

5.8K 666 5
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Tapi, tak urung membuat ke-tujuh remaja yang tengah sibuk menonton film, dan juga asik menyomot popcorn tersebut memejamkan mata.

Mata mereka masih setia terbuka, dengan sebuah film berjudul Pengabdi Setan yang terputar di depan mereka.

Ke-tujuh remaja itu sempat berteriak, dan merapalkan doa ga jelas ketika hantu, dan jumpscare mulai berdatangan.

Kecuali Artha tentunya. Sedari film horor tersebut diputar, Artha tak sama sekali menampilkan wajah terkejut, dan ketakutan.

"HUWAA!!" itu suara teriakan Adiba yang bersahutan dengan teriakan Hilwa.

Bantal sofa, lengan para cowok, dan juga punggung tegap merekalah yang keduanya jadikan tameng. Supaya tidak terlalu jelas melihat wajah hantu yang menyeramkan itu.

"Woy! Sans dong! Gausa tarik-tarik kaos gue. Kalo melar gimana?" dumel Anta, sebab Adiba yang terus-terusan menarik kaos bagian leher cowok itu.

"Yee... namanya juga takut, Kak! Ya, refleks lah!"

"Hilih, bilang aja lo mau modus kan, sama gue?"

Kesal, Adiba menggaplok Anta. "Hih! Amit-amit! Gada kerjaan banget gue modusin lo!"

"Ssttt!! Udah diemm!! Malah tengkar, jadi nonton ga ini?" Aksa melerai.

Dengan tampang kesal, akhirnya Adiba pindah tempat di balik punggung Artha. "Kak, gue pindah kesini, ya?"

Artha menoleh ke belakang sekilas, sebelum akhirnya mengangguk tenang. Dari balik punggung nya, Adiba mengulum senyum.

Saat ini, ke-tujuh remaja tersebut duduk di atas karpet berbulu milik Artha. Dengan Artha yang berada di ujung dekat tembok, yang dibelakang nya ada Adiba, sebelah cowok itu ada Anta yang dibelakang nya ada Hilwa.

Sebelah Anta, ada Aksa, Ardan, dan juga Agil yang meringkuk ketakutan. Bahkan ketiga cowok itu yang teriak nya paling kencang.

Aksa mengarahkan kaki panjang nya ke arah Artha yang tengah bersidekap sembari meneguk soda. "Psh! Tha! Hantunya, udah ilang belom?"

Melirik malas, disertai hembusan napas pelan. "Masih ada."

Aksa berdecak. Ia mengintip di sela-sela jari, guna memastikan apa yang dikatakan Artha itu benar adanya.

"WAH ANJING!" umpatnya, saat jumpscare mulai bermunculan.

"Allahumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa wa qinaa 'adzaa bannar." Anta berjengit kaget, sembari merapalkan doa.

"Woy! Itu doa apaan?!" Hilwa menggeplak kepala belakang Anta.

"Gatau, asal nyebut aja. Gue kalo kaget suka gitu."

"Anak ngen," sahut Aksa.

"Tod!" lanjut Agil.

"Stttt, udah diem! Ini nonton film, malah pada ribut. Suaranya kaga kedengeran tuh!" omel Aksa.

"Yee.. apaan? Situ tadi juga teriak-teriak,"

"Udah, diem! Lo, juga!" tuding Artha ke arah Aksa, dan juga Anta.

Mereka akhirnya terdiam. Fokus melihat film yang terputar di hadapan mereka. Walau sesekali teriakan terkejut yang mendominasi.

"Aduh, gue kebelet pipis nih." keluh Agil di pertengahan film.

"Yaudah sono, pipis tinggal pipis. Pake segala laporan," jawab Aksa.

"Takut. Temenin yuk, Kak!" Agil menggoyangkan lengan Aksa.

"Dih, apaan? Toiletnya deket tuh! Samping dapur."

Agil melihat jam dinding yang terpasang di tembok. Sudah menunjukkan pukul setengah dua dini hari.

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang