Artha menatap lurus ke depan. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB, masih tersisa satu jam lagi mereka akan sampai di area perkemahan.
Satu orang yang ada di samping Alfi tengah tertidur dengan earphone yang melekat di kedua telinganya. Artha mengusap wajah, lalu menghela napas panjang. Dia dari tadi sudah menahan rasa kantuk, tetapi dari tadi kedua matanya tidak mau tertutup.
Mungkin, karena teman seangkatan dan adik kelas mereka berisik dan heboh di baris kursi belakang. Apalagi Anta dan juga Ardan yang ikut bergabung dengan mereka.
Kalo Aksa, cowok itu lebih memilih menjaga imeg di depan Hilwa. Karena, cowok berwajah setengah tampan darinya itu pernah curhat, kalau dirinya tengah menyukai Hilwa. Speachless.
Artha menenggadahkan kepalanya, sambil memejamkan mata sejenak, mencoba untuk tertidur. Tak sampai sepuluh menit, Artha sudah terbawa ke alam baka. Eh, alam mimpi maksutnya. Kini, mereka berdua sama-sama tertidur.
Selang beberapa menit, Adiba membuka mata karena posisi tidurnya yang kurang nyaman. Ia merasakan berat di pundak. Lagi, ia juga merasa kegencet.
Matanya melirik ke samping, melihat kira-kira apa yang tengah menimpanya saat ini. Spontan matanya membulat ketika melihat kepala Artha bersender di pundaknya.
Adiba segera menegakkan dirinya. Pelan-pelan, ia angkat kepala Artha dari pundaknya, lalu ia kembalikan posisi Artha ke posisi, awal mula ia tertidur tadi.
Adiba terkekeh. "Dasar kebo."
Ia melihat jam yang tertera di lockscreen ponselnya. Waktu masih menunjukkan pukul 08.17 WIB.
Bosan, ia menengok ke kursi belakang, melihat Hilwa lagi ngapain. "Si bocah lagi tidur rupanya."
Adiba menghela napas panjang. "Mau tidur lagi juga ga bakal bisa, mau main ponsel takutnya gue bakal mabuk darat."
Ia melirik seseorang di sampingnya. Bibirnya melengkung secara otomatis. "Lo ganteng banget sih, Kak."
Adiba menelisik setiap inci dari wajah Artha. Kapan lagi ia bisa puas memandangi wajah cogan tanpa diketahui.
Netra abu-abu nya menatap ke kedua alis Artha yang tebal. Lalu turun ke bulu mata Artha yang panjang dan lentik. Hidungnya yang mancung. Tak lupa bibir sexy milik Artha, yang membuat Adiba gemas ingin mencubit kalau Artha sedang dalam mode irit ngomong.
Sedang asyik memandangi wajah sang bidadara, tiba-tiba kepala Artha secara perlahan miring ke samping. Adiba langsung sigap menahannya, agar kepala cowok bernetra hijau ini tidak jatuh tersungkur ke lantai bus.
Dalam posisi sedekat ini, Adiba dapat menghirup aroma mint yang menelisik masuk ke indra penciumannya.
"Bau mint," gumamnya. Dengan perlahan, Adiba mengembalikan posisi Artha ke semula.
Menghela napas singkat, sambil melihat ke luar cendela. Ia memutuskan untuk tidur kembali. Memejamkan mata perlahan dengan iringan musik yang tersalur lewat earphone.
Tak lama dari itu, waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Bus berhenti di area parkir camping cemara dan semua penumpang bersiap-siap untuk turun secara teratur.
Ardan, dan Anta bersiap untuk turun. Begitu pula Aksa yang terlebih dahulu membangunkan Hilwa yang tertidur dengan nyaman di pundaknya.
Aksa menepuk pipi Hilwa pelan. "Hil, bangun Hil. Udah nyampe,"
Tak lama, Hilwa membuka matanya perlahan sambil melihat ke sekeliling. "Udah sampe ya, Kak?"
Aksa mengangguk sambil tersenyum.
Menyadari kalau dirinya bisa sedekat ini dengan si cowok bar-bar, Hilwa kaget. "Loh? Kok gue bisa tidur di bahu lo?!" kata Hilwa spontan menjauhkan kepala nya dari pundak Aksa.
Aksa memijat pelan pundaknya. "Gatau, tanya aja sama diri lo sendiri,"
"Sa! Ayo turun!" seru Ardan.
Aksa menoleh. "Iya-iya," ia melirik ke sampingnya, "Ayo turun."
Hilwa menguap sejenak, sambil mencebikkan bibir, ia lalu mengikuti langkah Aksa dari belakang.
"Kak Artha sama Adiba mana, Kak?" tanya Hilwa.
Anta mengacungkan telunjuknya ke dua orang yang tengah tertidur pulas, disampingnya. Mata Hilwa, Ardan, dan Aksa langsung mengikuti arah telunjuk Anta.
Mereka melihat Adiba tengah menyandarkan kepalanya di pundak Artha, dan Artha bersandar pada kepala Adiba. Mereka terlihat manis, dan terbilang uwu.
"Cekek, gue cekek!" Anta berseru, kepada kedua temannya.
"Sini, dengan senang hati." Ardan bersiap melakukan apa yang dikatakan Anta tadi.
Anta menepis tangan Ardan dari lehernya. "Si anjir, gue cuma bercanda geblek."
Ardan nyengir lebar. "Kirain beneran,"
"WOY! BALOK ES! BANGUN!" teriak Aksa di samping telinga Artha.
Artha langsung berjinggat kaget, hingga membuat kepala Adiba lengser ke bawah. Ke dadanya. Artha dengan sigap langsung menumpu kepala Adiba agar tak terlalu ke bawah. Bisa gawat ntar.
Menoleh ke arah Aksa dengan tatapan garang. Tangan kanan nya langsung melayangkan tinjuan ke dada Aksa, hingga membuat Aksa terbatuk.
"Goblok!" serunya.
"Anjir! Sakit dongo!" Aksa meringis.
"Ahahahaha, rasain lo!" Anta dan Ardan terbahak, tak terkecuali Hilwa yang ikut meringis setelah melihat apa yang dilakukan Artha ke orang yang ada di depannya.
"Ada apaan sih ribut-ribut?!" Adiba yang baru terbangun itu langsung menatap Artha dengan wajah polosnya, khas orang baru bangun tidur.
"Ga," jawab Artha seraya bangkit dari kursi, hendak keluar bus.
"Eh, gue ikuttt.." seru Anta sambil berlari kecil mengejar langkah Artha. Diikuti kedua temannya dari belakang.
"Orang nanya jelas-jelas, malah dijawab singkatnya nauzubillah," Adiba mencebikkan bibir.
☠️☠️☠️
Setelah mereka semua keluar dari bus, para siswa dan siswi yang mengikuti acara camping sekolah, diminta mengambil barang bawaan di dalam bagasi bus.
Dengan cepat, dan tak sabaran, mereka mengambil dengan terburu. Mau ngambil tas aja, berasa mau ngambil berlian lima ton. Rebutan.
"Eh, aduhh, antri dongg!!" ketus Adiba, ketika salah seorang menyerobot, dan secara tak sengaja Adiba terdorong ke depan.
Sampai pada akhirnya, saat satu tangan Adiba hampir akan menggapai tas, ia malah ditarik keluar oleh seseorang.
Hendak melayangkan protes, tapi sadar siapa pelakunya. "Diem disini, biar gue yang ngambil."
Adiba mengerjabkan matanya. "Ga usah, gue bisa sendiri. Lagian tadi udah mau keambil, malah lo tarik."
Artha menyentil dahi Adiba. "Nurut."
"KDRT!" seru Adiba yang ditanggapi senyuman tipis dari bibir Artha.
"Oh, KDRT? Pengen nikah?" pipi Adiba bersemu, dengan kesal ia memukul lengan Artha.
"Gajelas, lo! Udah sana cepet ambil!" ketusnya.
Sebelum ia melenggang pergi, Artha masih menyempatkan mengacak rambut Adiba. "Cerewet."
Adiba yang diperlakukan seperti itu, hanya mampu terdiam sampai Artha pergi dari hadapannya, menyisakan aroma mint yang masih tertinggal.
Tangan Adiba terulur menyentuh dadanya. Merasakan detakan jantungnya. "Jantung gue kenapa, monyet!"
☠️☠️☠️
seu, next chapter!
diketik dengan 1001 kata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Artha [Completed]
Teen Fiction"Dalam lakuna, aku mencari kamu yang menyebutku renjana." -Artha Bramansyah *** Artha Bramansyah, seorang siswa sekaligus pria tampan yang paling digandrungi di SMA nya. Sifatnya yang cuek, suka berubah-ubah, dan juga dingin, secara tak sengaja dipe...