19. 1 cm

6K 849 26
                                    

Selama di perjalanan, Artha bolak-balik melirik gadis yang tengah tertidur lelap di sampingnya.

Terlihat gadis itu mengerutkan kening dengan buliran keringat yang ada di keningnya. Tangan Artha juga bolak-balik mengecek suhu badan Adiba.

"Udah tau sakit, malah masuk sekolah." kesal Artha. "Ngeyel pake ngikut hormat lagi."

Sampai di depan gerbang kediaman Adiba, Artha turun untuk membuka gerbang, lalu balik ke kemudi untuk memasukkan mobil Aksa ke depan garasi.

Setelah selesai memarkir, Artha turun, berlari kecil mengitari mobil, lalu ia gendong Adiba.

"Permisi, Assalamualaikum." Artha mengetuk pintu rumah Adiba dengan kakinya.

Tak lama, kenop pintu terputar, dan tampaklah Agil dengan wajah kusutnya. "Loh? Kak Artha?"

"Gue boleh masuk?" Agil membuka pintu rumah lebar membiarkan Artha masuk.

Artha membaringkan Adiba di sofa ruang tamu. "Kakak gue kenapa Kak?"

"Anemia, panas, pingsan." Artha menyenderkan punggungnya sejenak. Punggungnya seakan-akan retak. Adiba berat woy!

"Kok bisa?" Artha mengedikkan bahu.

"Nyokap ada?" Agil menggeleng. "Bokap?"

Agil menggeleng lagi. "Kemana?"

"Ke bogor Kak," Artha membulatkan mulutnya sembari mengangguk faham.

"Ada obat ga?" Agil mengangguk.

"Ambilin, sekalian sama minyak kayu putih." Agil bangkit kemudian berlari ke lantai atas, ke kamar Adiba.

Artha kembali melirik Adiba yang masih tertidur. Terlihat damai, seperti tiada beban hidup. Berbanding terbalik dengan dirinya yang rela mengendong dari lapangan basket indoor sampai parkiran sekolah. Rasanya? ahh mantab.

"Di depan mobilnya siapa ya? Ga pernah kelihatan." kata Avanya dari luar hendak masuk ke dalam rumah, sembari membawa tas kecil.

Mendengar suara Avanya, Artha menoleh kemudian bangkit seraya tersenyum tipis. Dari parasnya ia sudah tau jika wanita cantik ini adalah ibu dari Adiba.

Avanya memandang terkejut. "Loh, kamu ini siapa?"

"Saya temen sekolahnya Adiba." kata Artha sembari meraih punggung tangan Avanya, sopan.

Avanya mengangguk, sambil tersenyum. Tapi, senyumnya langsung luntur ketika menyadari Adiba yang tertidur di sofa.

"Ini Adiba kenapa?" tanya nya khawatir.

"Pingsan." Avanya mendongak mendengar jawaban Artha.

"Kok bisa?" Avanya mengusap lembut rambut putrinya.

Artha menjelaskan kronologi kejadian tadi pagi secara rinci. Avanya yang mendengarnya hanya mampu mengucapkan terima kasih.

Tak lama, Agil datang membawa minyak kayu putih dan obat milik Adiba. Sampai di akhir anak tangga, ia terkejut mendapati Avanya ada di rumah.

"Lah, Mama kok pulangnya cepet? Papa mana? Katanya Nenek sakit, terus baliknya dua bulan lagi." cerocos Agil bertubi.

Avanya mengetok kening Agil gemas. "Kenapa kalo Mama pulang? Gaboleh? Ini kan rumah Mama. Terus sekarang Mama tanya, kenapa kamu nggak sekolah? Bukannya jam segini sekolah kamu belum bubar hah?"

Agil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ehehe, tadi Agil bangun kesiangan Ma. Itu aja, karena Kak Artha
yang ngetok pintu."

Avanya mencibir. Ia mengambil obat di tangan Agil, beserta minyak kayu putih, lalu ia berika ke Artha.

Artha [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang