Dua orang berpakaian serba hitam lengkap dengan masker wajah yang selaras baru saja sampai di hutan. Ditemani dengan cahaya senter, matanya bolak-balik mencari keberadaan seorang gadis.
"Mana si tu cewek?" dumel salah satu pria. "Kalo bukan disuruh sama si Bos, gue males harus ke sini. Mana becek lagi,"
"Udah, jangan ngoceh aja terus. Ayo cepet cari, ntar keburu pagi dateng." ujar sang lawan bicara.
"Ini dari tadi juga dicari monyet!" jawabnya seraya terus mengarahkan senter ke segala penjuru hutan.
Sampai cahayanya mengenai sesosok gadis di sebrang. Spontan ia memukul bahu temannya untuk memberitahu. "Eh, itu apaan?"
Merasa risih sekaligus sakit di pukul-pukul oleh kawannya, ia menoleh. "Apaan sih?! Gausah ngepukul gue!"
"Itu apaan?" tanya nya seraya terus mengarahkan cahaya senter ke objek.
Menyipitkan mata berusaha melihat siapakah itu. "Kayaknya cewek deh, Man."
Spontan pria bernama Rahman itu meripit ke arah temannya. "C-cewek?"
"Iya, itu cewek." jawabnya.
"M-manusia ap-apa set-setan, Rob?" tanya Rahman tergagap karena takut.
Pria bernama Robi mengetok kepala Rahman. "Manusia lah! Tuh lihat dia pake jaket, bawa tas ransel juga." jawab Robi, "Kayaknya dia deh cewek yang kita cari."
Rahman memukul lengan Robi. "Ah, yang bener lu?"
Karena kesal, Robi mengarahkan kepala Rahman ke arah objek di sertai dengan cahaya senter. "Noh lihat! Makanya punya mata itu digunain!"
Rahman nyengir. "Eh iya. Ya udah yuk, capcus kita culik dia terus langsung kasih ke Bos."
"Dari tadi oon."
Mereka berdua akhirnya berjalan mendekat secara mengendap-ngendap, ke arah sang gadis yang tengah tertidur.
"Cantik juga ya," puji Rahman ketika keduanya telah sampai.
"Ya cantik lah! Kalo ga cantik ngapain Bos repot-repot suruh kita buat culik dia? Dasar bego." cibir Robi.
"Iya-iya, ngoceh mulu perasaan,"
"Lo duluan yang mulai!" Robi menjitak kepala Rahman.
"Yaudah ayo kita bopong, keburu ada orang yang lihat." Robi hendak mengangkat tubuh sang gadis tapi ditahan oleh Rahman.
"Apa lagi sih, Rahmannn?!"
Rahman menunjukkan sapu tangan yang sudah disemprotkan obat bius ke depan wajah Robi. "Dikasih ini dulu supaya nanti dia ga kebangun. Kan repot kalo sampe dia bangun,"
Robi tersenyum lebar. "Pinter juga lo," pujinya, "Yaudah cepet kasih."
Rahman membungkuk, mendekatkan sapu tangan ke hidung gadis itu. Tapi, belum juga sapu tangannya nempel, gadis itu tiba-tiba membuka mata.
Netra abu itu langsung membola ketika di depannya ada dua orang yang tidak ia kenal. "HUWAA, KALIAN SIAPA?!"
Rahman menoleh ke arah Robi. "Gimana ini?"
"Udah langsung aja, mumpung dia masih belum teriak minta tolong."
Adiba mendelik mendengar perkataan Robi. Ia ingin lari, tapi kakinya tak akan sanggup menopang beban tubuhnya. "TOLON- emmmpptt,"
Belum sempat Adiba menyelesaikan kalimatnya, mulutnya sudah dibungkam dengan sapu tangan.
"Diem lo!" bentak Rahman.
Adiba langsung memberontak. Tapi sayang, obat biusnya keburu bekerja, dan berhasil membuatnya hampir tak sadarkan diri.
"Diba?" terdengar suara seseorang memanggil nama Adiba dari kejauhan yang tengah berjalan mendekat.
Rahman dan Robi panik. "Aduh, ada orang lagi. Ini gimana Rob?"
"Udah ayo cepet angkat. Keburu tu orang sampe kesini," jawab Robi
Rahman kemudian memikul tubuh Adiba yang sudah lemas, tapi Adiba masih bisa membuka sedikit matanya.
Dari penglihatan nya yang sudah mulai mengkabur, nampak seorang cowok yang berusaha mengejarnya.
Tangan cowok itu hampir mengapai tangan nya yang ia arahkan kepada cowok itu, tetapi sayang cowok itu jatuh tergelincir ke bawah.
"Kak Artha," lirih Adiba sebelum akhirnya ia benar-benar menutup mata.
☠️☠️☠️
Artha meringis tatkala sikunya tergores dan pergelangan kaki kanan nya terkilir. Ia memukul tanah sekuat-kuatnya berusaha menyalurkan amarah.
Bajunya kotor karena lumpur. Wajahnya juga, tapi aura ketampanan nya masih belum pudar. Ia berdecak pelan.
"Ngapain sih pake jatoh segala?!" dumelnya.
Artha merogoh saku celana guna mencari ponsel yang akan ia jadikan sebagai penerangan. Ia arahkan senter ponsel ke arah atas, ketempat awal ia jatuh ke bawah.
Berusaha bangkit, seraya sesekali meringis menahan nyeri di pergelangan kakinya. "ADIBAAAA!" teriaknya berusaha memanggil nama Adiba.
Ia teringat jikalau gadis itu tengah dibawa kabur oleh dua orang yang tak dikenal. "Ck! Dua orang tadi bawa tu anak kemana coba?!" Artha bermonolog.
"Akhh! Gue naik nya ini gimana, Babi!?" kesal Artha.
Sambil tertatih, ia mencari benda-benda yang bisa ia gunakan untuk memanjat. Sampai, Artha menemukan sebuah tali lusuh beberapa meter yang ia temukan tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Kayaknya ni bisa," segera Artha membuat simpul ke pohon yang tumbuh di pinggir jurang.
Kemudian, dengan susah payah, Artha naik secara perlahan. Ia juga sesekali menggeram saat kaki kanan nya semakin nyeri karena harus menopang berat tubuh.
Beberapa menit ia memanjat jurang yang sedikit dalam itu, akhirnya Artha bisa keluar walau baju, tangan, kaki, dan muka harus jadi korban. Tapi ingat, Artha tetep ganteng!
Setelah berhasil keluar, Artha berjalan ke tempat yang di duduki Adiba tadi. Ia mendongakkan kepala, dalam hatinya ia merutuki kebodohan yang mau-mau saja di perintah Adiba untuk mengumpulkan kayu bakar.
Seharusnya ia tadi terus mendampingi Adiba. Artha menggeram. "Goblok banget gue!"
Netra hijau itu melirik ke tas Adiba yang tertinggal. Disana ada baju dan perlengkapan gadis itu. Mungkin semua barang ia bawa, padahal cuma jurit malam.
Ia mengambil satu sweter Adiba. Mencium aroma khas parfum yang selalu digunakan Adiba. Dan sekarang ia merindukan gadis itu.
Sadar dengan apa yang ia lakukan, Artha spontan membuang sweter Adiba. "Gue ngapain sih?!"
"Ap-apa gue suka sama dia?" tanya Artha pada dirinya sendiri.
Setelah dipikir-pikir, sejak ia mengenal Adiba, dan gadis itu dekat kepadanya, jantungnya selalu tak beres. Badannya juga panas dingin.
Artha menampar pipinya sendiri keras, hingga bekas tangan tampak. "Shhhh,"
"Kalo gue suka sama dia, berarti gue harus selametin dia dong?" sekali lagi, pertanyaan bodoh keluar dari mulut seorang Artha.
Ia kemudian bangkit, sembari membawa tas miliknya dan juga milik Adiba. Tetapi sebelum itu, ia terlebih dahulu menyalakan api agar orang tau kalau disini pernah ada orang singgah.
Ia juga meninggalkan beberapa barangnya dan juga barang Adiba.
Lalu, ia berjalan ke arah dua orang tadi membawa gadisnya. "Yaudah lah, gue udah terlanjur suka sama dia."
☠️☠️☠️
seu next chapter kesayangan nya aku (◍•ᴗ•◍)✧*。
diketik dengan 1013 kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Artha [Completed]
Teen Fiction"Dalam lakuna, aku mencari kamu yang menyebutku renjana." -Artha Bramansyah *** Artha Bramansyah, seorang siswa sekaligus pria tampan yang paling digandrungi di SMA nya. Sifatnya yang cuek, suka berubah-ubah, dan juga dingin, secara tak sengaja dipe...